Chapter 7

10 2 1
                                    

Alfin segera meletakkan teh botol di tangannya, beranjak dari bangku tempat makan bakso, lalu mengejar si pencopet.

Lari si pencopet lumayan cepat, tapi Alfin tidak khawatir. Dia yakin bisa menyusulnya. Benar saja, perlahan-lahan tapi pasti, Alfin semakin mempersempit jarak dengan si pencopet. Dan, akhirnya berhasil meraih bagian belakang kerah jaket si pencopet dan mencengkeramnya kuat-kuat.

Merasa dirinya telah tertangkap, si pencopet memutar tubuhnya dan langsung menyarangkan tinju ke arah Alfin. Namun, Alfin tak kalah cepat. Refleks, dia mengelak dan balik menyerang si pencopet, tepat di rahangnya. Tubuh si pencopet langsung terjengkang ke belakang. Tampaknya, hari ini memang hari sial si pencopet. Belum sempat dia bangkit dari aspal, Reza dan beberapa orang sudah tiba di TKP dan langsung ikut menghajarnya.

Melihat bala bantuan sudah datang, Alfin berhenti menghajar si pencopet dan memungut cincin emas hasil jarahan yang terlepas dari tangan si pencopet.

"Makasih ya....."

Ternyata, Keisya sudah hadir di TKP. Tak ada yang menyadari sudah berapa lama Keisya berada di situ, menonton aksi heroik Alfin. Keisya tersenyum penuh rasa terima kasih pada Alfin yang telah menolongnya. Alfin yang sama sekali tidak terpengaruh oleh senyuman si Keisya, lalu segera menyerahkan cincin emasnya.

"Makasih ya." Ucap Keisya

"Lain kali hati-hati, Jangan bengong kalau jalan." Reza sok bijaksana.

"Iya, sekali lagi makasih ya Fin...Za."

"Sekarang, kamu mau ke mana? Pulang?" tanya Reza.

Keisya mengangguk.

"Mau kita anterin?"

"Makasih." Keisya menggeleng, menolak tawaran Reza sambil tersenyum manis. "Tapi, kalian mau kan, temenin aku sampe ada yang jemput?"

Reza mengangguk penuh semangat. Sementara itu, Alfin hanya menghela napas panjang. Sumpah! Dia pusing melihat kenorakan Reza yang jalannya sok digagah-gagahkan. Berlagak seperti pahlawan. Tapi sejak saat itu mereka bertiga semakin akrab.

🔅🔅🔅

Beberapa hari berikutnya...

Reza melirik jam yang melingkari pergelangan tangannya dengan resah. Sebentar lagi bel pelajaran kelima akan berdering. Sejujurnya, dia sudah tidak sabar lagi untuk segera pergi dari sana.

Bel tanda berakhirnya jam istirahat berbunyi nyaring dan murid-murid mulai masuk ke kelas, diikuti dengan Alfin dan Keisya yang sedari tadi sedang mengobrolkan sesuatu. Reza tidak terlalu memperhatikan apa yang sedang mereka katakan hingga Keisya menyentuh pundaknya ringan, membuatnya terlonjak kaget.

"Ada apa, Za? Kok, kayaknya cemas banget?" Tanya Keisya

"Aku males banget belajar nih" Kata Reza kepada Alfin dan Keisya "Cabut aja yuk!"

"Cabut ke mana?" celetuk Alfin.

Keisya menggeleng. "Gak ah, gila aja cabut"

Reza menepuk pundak Alfin. "Ke mal yang baru itu aja yuk!"

"Lo kayak cewek aja, Za." Alfin mencibir. "Hobi banget ke mal?"

"Itu cuma strategi, bodoh!" Reza melotot kesal. "Justru karena cewek suka banget ke mal, kita kan bisa cuci mata. Syukur-syukur ada yang nyangkut."

"Sialan lo!" gumam Alfin

"Kalian mau ikut gak?"

Alfin dan Keisya bertukar pandang sekilas.

"Yok lah!" kata Alfin.

Akhirnya ketiga remaja itu melangkah menyeberangi halaman sekolah dengan sikap yang tidak mencurigakan. Seolah dalam otak mereka tidak ada rencana kabur dari sekolah.

Dugaan Reza benar. Siang itu banyak sekali cewek ABG yang berkunjung ke mal baru itu. Bagai selebritas papan atas, cara berjalan Reza digagah-gagahkan. Lempar senyum kanan-kiri. Mencari tanda-tanda 'berbalas pantun' dari cewek-cewek yang menerima anugerah senyuman dari Reza, tapi NIHIL! Tak ada satu pun cewek yang menanggapi. Malah, banyak yang buang muka atau bergegas menjauh.

Setelah satu jam berkeliling tanpa tujuan, apalagi Reza yang menerima nasibnya, dan mereka memutuskan untuk makan di Cabe Merah. Semangat Reza kembali muncul saat melihat banyak cewek ABG yang sedang makan di sana. Dengan tak sabar, Reza memesan makanan, lalu terburu-buru menghampiri meja kosong yang paling dekat dengan gerombolan cewek manis itu.

Alfin hanya bisa menggelengkan kepala melihat kenorakan sahabatnya itu. Ingin rasanya dia duduk di meja terpisah dari sahabatnya itu. Tapi setelah celingukan beberapa detik, tampaknya dia tak punya pilihan lain.

Reza cekikikan sendiri. "Kira-kira, bakal gimana ya di kelas? Untung kita bolos pas pelajaran Kimia. Aku paling nggak bisa menghitung rumus-rumusnya yang ngejelimet."

Keisya mau tidak mau tersenyum, "Makasih ya udah nolong aku waktu itu, untung aja ada kalian, kalau enggak, aku gak tau deh gimana nasib aku"

Alfin menatap Keisya dengan alis terangkat. Cara keisya mengungkapkan terima kasih tampak begitu berlebihan di matanya. Alfin yakin, Keisya tidak akan kenapa-napa meskipun dia tidak menolongnya. Lagian, Keisya bukan sedang diculik, cuma cincinnya saja yang diambil.

Ekspresi Reza berubah serius. "Sya, apa pun yang terjadi, baik susah maupun senang, kabur dari sekolah atau belajar bareng, libatkan kita, ya. Kita kan sahabat."

Dari sudut matanya, Keisya melihat anggukan samar Alfin.

Sejujurnya, Alfin tidak berharap banyak untuk persahabatan ini, karena Alfin sudah trauma dengan kejadian waktu SMP dulu, memiliki sahabat yang rela menikung dari belakang. Alfin tidak ingin terlalu dekat dengan remaja-remaja seumurnya, dia benci rasa kehilangan ketika akhirnya harus mengucapkan selamat tinggal.



Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita itu hanyalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan

.

.

Tinggalin Vote , Koment 💬 kalau boleh Follow📍sekalian, Terima kasih😭

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 29, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AGAIN!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang