Hari ujian telah tiba, Haya hanya perlu mengerjakan semuanya dengan santai dan semampunya. Haya merasa ia tidak boleh takut akan soal ujian ini, ketakutan akan membawanya ke jurang kepanikan. Ia harus berpikir jernih dan percaya pada dirinya.
Haya terdiam, ia melihat sepatunya sebentar lalu tersenyum. Haya kemudian berlari riang menuju rumahnya dan menghabiskan waktunya untuk bersenang-senang dan menenggelamkan diri di bantal-bantal gemuk miliknya.
Hari pengumuman, jantungnya berdebar namun batinnya merasa tenang. Haya membuka pengumuman tersebut dengan perlahan, matanya membelalak.
Haya diterima! Ia merasa senang dan bangga akan dirinya sendiri, hanya ucapan terima kasih dan syukur yang keluar dari mulutnya. Selain ujian Dewan Kota, Haya juga mendaftar di Dewan Kaki Tangan, dewan yang menerima pendaftaran bagi para siswa yang ditolak ujian Dewan Kota.
Haya merasa senang dan ia merasa jiwanya kembali, berpelukan dengan jati dirinya.
Haya kemudian tersadar, gagal itu pasti ada di setiap kehidupan, yang perlu ia lakukan hanyalah memulai ulang semuanya dan percaya pada dirinya sendiri. Percaya diri tidak hanya tentang berani mengutarakan pendapat di depan orang banyak dan tidak gemetar di atas panggung, percaya diri juga tentang bagaimana diri kita menerima apa adanya dan percaya sepenuhnya terhadap kemampuan kita, kalau bukan kita yang mempercayainya, siapa lagi?