Part - I

209 92 122
                                    

Great! Mangga di depannya satu ini benar benar enggan untuk membuka mulutnya bahkan untuk sepatah kata pun. Sebenarnya bukan mangga seperti buah yang aku bicarakan sekarang, tetapi Manggala si Mantan yang tak memiliki hubungan baik denganku. Bagaimana tidak? Aku sudah memohon untuk meminjam uangnya untuk membayar photocopy tugasku karena dompetku tertinggal di dalam jok motor tadi tetapi ia enggan untuk membantuku.

"Ga serius deh, gue minjem dua puluh lima ribu doang astaghfirullah, ini tugasnya harus cepet gue kasih ke Bu Irma Ga, bisa kelar nyawa gue kalo telat ngumpulin, ini tugas kelompok." Wajahku sudah memelas di hadapannya, tetapi emang dasar Manggala yang mungkin masih saja menyimpan dendam denganku, ia tetap mempertahankan wajah lempengnya itu.

Mas-mas photocopy terlihat sudah menjilid tugasku, aku makin gemetaran karena bingung harus membayarnya dengan apa. Tidak mungkin ku gadaikan diriku dengan Mas nya kan? Tentu saja Mas nya akan langsung menolak orang karena ia sudah memiliki istri yang memilik tubuh sebagus penyanyi dangdut.

Aku sudah beberapa kali menelpon Amaris untuk menyusul ke photocopy ini, tapi emang dasar sial, handphone ku malah mati saat sambungan telepon baru terhubung satu detik.

"Punya dia gabungin sama punya saya aja Mas."

Sahutan suara berat dari lelaki di sampingku ini membuat aku yang sedang cemas langsung mengembangkan bibirku. Aku langsung menoleh ke arah Manggala dan menyenggolnya pelan. "Ya Allah baik banget deh Mangga. Murahkanlah rezekinya ya Allah agar senantiasa dapat membantu hamba," ucapku menyunggingkan senyum ke arahnya dan mengambil tugasku yang diserahkan oleh si Mas fotocopy.

Manggala hanya menatapku sinis dan mendengus. "Diem deh."

"Iya-iya elah, galak banget dah." Aku memasukkan tugasku ke dalam tas dan bersiap untuk kembali ke kelas sebelum dosen masuk, dan aku akan terlambat untuk menyerahkan tugas ini. "Makasih Manggala, mantan terindah. Gue duluan ya, nanti uangnya gue ganti kalo inget!"

Manggala tak membalas ucapanku, ia masih saja lempeng menatap handphone nya.Bodo amat sama Manggala aku bersyukur akhirnya aku lepas dari amukan anak kelompok dan Bu Irma pagi ini. Untung aja ada Manggala, kalau saja aku sendiri tadi, aku gak tau harus menggadaikan apa agar Mas yang mukanya udah sebelas dua belas sama mesin photocopy itu tidak mengamuk padaku.

Masalahnya juga aku sudah beberapa kali mengutang dan lupa membawa dompet, itulah mengapa hari ini aku mati-matian membujuk Manggala agar mau membayarkannya dahulu. Untung saja mantanku itu sedang berbaik hati hari ini, jadi ia bersedia untuk membantu. Hm ... tapi Manggala emang selalu baik sih.

•••••••

"YAYA ANJRIT!"

"Duh apasih Lana, lo ganggu gue makan banget deh." Aku memandangnya jengkel sambil menyendokkan kuah soto ke dalam mulutku. Tau gak sih, mengganggu orang yang sedang menikmati cipta rasa makanan itu salah banget. Buat mood makan itu hilang dalam sekejab dan kesal berkepanjangan.

"Ada Sheila On 7 di Caffe Orion malam minggu Ya! Plis kita harus kesana banget ini!" Lana dengan keantusiasannya memamerkan poster Sheila On 7 yang berada dalam ponsel digital mahalnya tersebut.

"Sama Ais aja sono, gue malming mau tidur cepet. Capek ngerjain tugas mulu, minggu ini gue belom pacaran sama kasur." Aku serius mengatakan kalau weekend ini mau aku isi dengan istirahat seharian di kamar. Ya... gak sepenuhnya tidur juga sih, hanya saja semua aktivitas menyenangkan yang akan aku lakukan bertempat di atas kasurku sendiri.

Amaris, atau yang biasa kita panggil Ais ini langsung menggelengkan kepalanya mendengar saran yang kuberikan pada Lana. "Ais gabisa malam minggu kalo nemenin Lana."

Lana langsung badmood dan melotot menghadap ke arah Ais. "Kenapa Ais?! Lo harapan gue satu-satu nya sekarang."

"Ais mau ngajarin Yoda malam minggu. Soalnya nilai ulangan Yoda turun bulan ini karena main terus." Fyi, Yoda itu adik Ais yang paling kecil. Dari kami bertiga yang memiliki saudara paling banyak itu ya Amaris seorang. Aku dua bersaudara bersama abangku yang kini kerja di luar kota. Sedangkan Tuan Putri Lana Carissa Atmaja anak tunggal dari keluarga kaya raya yang hartanya gak bakal habis mau sampai sepuluh keturunan mendatang. Sedangkan Yoda adalah anak pertama dari lima bersaudara.

"Ish! Masa gue gak nonton Sheila On 7 sih kali ini," ucapnya sebal sambil menelungkupkan kepalanya di atas meja kantin.

Aku menjauhkan piring soto yang sudah habis tak bersisa dan berdecak. Gini nih kalau anak sultan di tolak permintaannya, sifat manja nya kumat. "Yaudasih Na, bulan kemaren juga lo udah ngeliat dia di konser kan? Masi kurang apa? Maruk banget sih lo!"

Ais mengangguk-anggukkan kepalanya setuju dengan pernyataanku. "Iya Lana, nanti aja kapan-kapan kita bertiga nontonin Mas Duta nya barengan deh."

"Tuh dengerin kata Ais. Gausah menye-menye lo. Mending lo siapin tugas kuliah tuh malem minggu bukannya kelayapan ngabisin duit."

Raut wajah Lana semakin asam mendengar aku lagi-lagi berceramah masalah uang padanya. Aku tau uangnya tidak akan habis mau dia nonton Sheila On 7 setiap hari tetapi, gadis manja satu ini harus mengerti bagaimana cara nya berhemat dan tidak hidup boros seperti rakyat melarat kaya aku ini.

"Iya iya! Dasar Alay!"

Aku tertawa mendengarnya. Jika sudah kesal denganku, Ais dan Lana selalu saja memanggil namaku dengan sebutan Alay, bukan Yaya ataupun Alaya. "Gara-gara lo manggil gue Alay gitu, gue jadi inget si Gala tau gak. Tadi pagi gue minjem duit dia dong buat bayar tugas kelompok, mukanya bete banget deh pas ketemu gue." Ungkapku dan tertawa kala wajah Gala tadi pagi langsung terekam kembali di dalam pikiranku.

"Idih yang gagal move on mah beda ya," sahut Lana sinis melihatku.

Ais tertawa mendengarnya. "Emang masih belum move on juga Ya?"

Hei! Sejak kapan aku belum move on dari Manggala itu! Lagian itu sudah hampir tiga tahun lalu, masa-masa galau tentu saja sudah lewat sedari lama. Kisahku dengannya tak sebanyak dengan mantan-mantanku yang lain. Yakali aku belum move on dari dirinya. "Mana ada, ya gue udah move on dari lama banget. Lagian yang salah juga bukan gue."

"Bukannya karena lo selingkuh?" Tanya Lana dengan tampang ngeselinnya yang ingin aku pukul pakai gelas kaca di depanku ini. Tapi aku belum siap harus berurusan dengan keluarga Atmaja yang tajir itu jika tau anaknya tewas di tanganku.

"Anjrit lo masih aja inget masalah itu." Aku menghela napas di dalam dada, halah gagal ngibul gue, ucapku dalam hati

•••••••

Hii hii! fyi buat yang lupa, ini bukan cerita baru, tp ini cerita lama aku yang judulnya Rasa Amerta tapi aku ganti judulnya dan sedikit aku revisi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hii hii! fyi buat yang lupa, ini bukan cerita baru, tp ini cerita lama aku yang judulnya Rasa Amerta tapi aku ganti judulnya dan sedikit aku revisi. Semoga masi pada mau baca dan suka ya! c u guys!

N O T H I N GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang