Part - IV

99 61 76
                                    

Bukan hanya perihal rasa, tetapi juga keadaan yang menolak untuk tetap ada.

••••

Aku dan Manggala duduk di teras belakang studio milik Kalan. Kebetulan hujan sudah berhenti dan aku mengikutinya hingga kesini karena tadi ia pamit untuk merokok.

"Gajadi ngerokok?" tanyaku karena melihatnya tak jadi mengeluarkan sebatang rokok miliknya.

Gala hanya menggeleng dan menyenderkan bahunya di kursi santai itu sambil memejamkan matanya. Aku memandang postur wajahnya dari samping, sebenarnya kenapa aku dulu bisa selingkuh dari lelaki ini ya?

Ya karena lo nya aja yang tolol Ya, maruk banget gak cukup satu, bisik sisi hatiku.

"Lo gak kepo kenapa gue di halte sendirian sambil nangis gitu?" tanyaku memecah keheningan.

"Ngapain gue kepo? Toh kalo lo emang mau cerita lo bakal cerita kan?"

"Ya tanyain kek, kan gue malu kalo tiba-tiba cerita padahal gak ditanya."

"Oh, Jadi ... ngapain lo magrib-magrib di halte sendirian? Sambil bengong segala, gak takut kesambet apa?"

Aku terkekeh kemudian mencebik. Kalau dipikir-pikir memang sih kelakuanku tadi bodoh banget. Galau sih galau, ya tapi gak sampai harus menjadi penjaga halte juga. Kan gak lucu kalau sampe ada begal terus aku di bunuh. Bisa-bisa jadi penunggu halte selamanya deh.

"Uhm jadi, tadi gue berantem sama nyokap. Karena nyokap mau nikah lagi. Lo taulah gue cuma punya mama sekarang, walaupun hubungan gue sama nyokap juga ga baik, tapi ya tetep aja setelah cerai sama bokap dia masih mau ngurus gue sama adek gue itu sebuah keajaiban. And then, dia mau nikah sama orang yang masih punya istri, dan dia jadi istri kedua. Ya gila kali kalo gue gak ngelarang."

"Hm ... terus adek lo udah tau?"

"Belum lah. Menurut lo gue gak salah kan marah?"

"Nope. Hubungan lo sama nyokap lo juga gak baik, mungkin karena itu nyokap lo buat keputusan sendiri tanpa mikirin tentang perasaan lo ataupun adik lo Ya."

Mama emang penuh kejutan. Jika kalian bertanya apakah aku menyayangi ibuku itu, tentu saja akan kujawab dengan anggukan. Mau bagaimanapun hubunganku dengannya tetap saja ia yang mengandungku selama 9 bulan dan merawatku sampai detik ini. Dia yang membiayai kuliahku dan memberikanku makan sehari-hari. Tetapi, tetap saja aku tidak bisa membenarkan sesuatu yang salah ketika diperbuatnya.

"Gue cuma mikirin perasaan Dru, dia pasti sedih banget nanti kalo tau mama nikah lagi."

Gala mengelus bahuku dan memusatkan tatapan matanya padaku. "Dru pasti bakal ngerti nanti. Percaya sama gue, kalian pasti bakal saling nguatin. He's smart than you Ya, of course he will be totally fine. Nah, lo juga gausah sedih lagi, karna Dru cuma punya lo."

Aku tersenyum dan mengangguk. "Makasih ya Ga udah dengerin gue. Soalnya gue gaenak kalo nyeritain ke temen gue, ngerti sendiri mereka juga punya masalah masing-masing."

"Lo orangnya ga enakan tapi kalo ke gue selalu keenakan ya."

Ia terkekeh dan aku ikut tertawa dibuatnya. Gak sepenuhnya salah sih, aku selalu cerita masalahku dengannya sejak kami pacaran dulu dan mungkin kebiasaan itu berhenti setelah kita putus. Padahal aku juga tau, kisah hidup Gala juga bukanlah sesuatu yang indah. Intinya kami sama-sama berasal dari keluarga yang rusak dan berusaha sama-sama untuk mengobati.

"Lo apa kabar Ga? Udah lama gue gak nanyain kabar lo. Kalo ketemu pasti selalu pas duit gue kurang nih."

"Gue ya gini-gini aja. Flat. Nothing special."

N O T H I N GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang