Part - V

97 56 89
                                    

Selesai mengerjakan tugas kelompok, aku dan Bian masih berada dalam cafe sembari memakan makanan yang telah kami pesan tadi. Beruntung tadi mata kuliah terakhir kosong sehingga kami bisa dengan cepat menuju cafe dan mengerjakan tugas kelompok ini sehingga kami tidak perlu menyelesaikannya sampai larut malam.

"Besok free gak Ya?"

Besok Minggu, ya tentu saja aku free. Setelah selama enam hari ini aku disibukkan dengan tugas dan praktikum ya jelas saja aku akan menyisakan hari Minggu ku dengan aman dan tentram agar aku dapat tidur seharian dan me time di kamar dengan nonton series kesukaanku. "Besok Minggu sih, fyi aja."

"Nah yaudah pas lah, besok nonton yuk," ucapnya dengan antusias sambil menatapku dengan pandangan berharapnya.

Aku menggelengkan kepalaku. "Gak-gak, gue gak mau hari Minggu gue dirusak sama lo ya, besok gue mau tidur seharian." Ya gak sepenuhnya tidur juga sih, tetap saja jika besok keluar aku harus effort buat mandi dan siap-siap kalau mau pergi, dimana hari Minggu adalah hari termalasku untuk bangkit dari kasur.

"Yaelah males banget sih anak gadis. Ayolah, lagi ada film bagus nih, masa lo gak mau nonton sih?"

Aku menatapnya jengkel dan mencoba memberikan penjelasan kepada makhluk hiperaktif ini bahwa hari Minggu adalah hariku untuk berhibernasi seharian di dalam kamar. "Gak bisa Bian. Sumpah besok tuh gue niat bangun siang asal lo tau ya. Jadi udah jelas gue gak bisa keluar besok. Abis bangun gue mau beberes kamar gue yang super duper berantakan itu. And then, gue harus namatin series yang udah lama banget gue tonton belom abis-abis sampe sekarang karena dari kemaren gue sibuk nugas mulu. Sampe sini paham bapak Bian?"

"Gak gue gak bisa paham sama lo."

"Yaudah bodo amat. Intinya besok gue gak bisa. Lo kalo mau ngajak gue jalan tuh harus ngajuin proposal dulu ke gue biar gue bisa pertimbangin tuh," candaku yang semakin membuat wajahnya keruh.

"Gaya banget lo ya. Berasa mau ngajak jalan rektor gue."

"Jangan minggu lah Bi, lagian besok juga waktunya gue main sama adek gue. Senin deh ntar kan kita siap siang abis dzuhur tuh, yaudadeh kelar kelas nonton kita. Gimana? Mau gak lo?"

Iya tampak mempertimbangkan tawaranku dan tak lama mengangguk menyetujui ideku tersebut. "Yaudadeh Senin ya, awas aja lo kalo sampe gak jadi."

"Iya-iya bawel banget dah kaya ibu-ibu komplek. Ayo balik ntar kalo ujan ribet lagi di jalan."

Setelah membayar pesanan kami tadi, aku dan Bian berjalan keluar dari Cafe menuju parkiran dimana motor Bian diparkir tadi. Langit memang sudah tampak gelap, karena Bian bersikukuh untuk mengantarku pulang, lebih baik pulang sebelum hujan.

...

"Yah neduh deh." Ternyata belum sampai rumahku, hujan sudah turun dengan derasnya. Terpaksa aku meminta Bian untuk meneduh sebenar daripada kita harus hujan-hujanan dan berujung sakit.

Kami berlari menjuju emperan toko yang sudah ramai oleh pengendara motor yang juga singgah untuk berlindung dari hujan yang deras pada sore ini. Aku berdiri di samping Bian dan mengibas-ngibas rambut dan bajuku yang sempat terkena air hujan tadi.

Bian memperhatikanku yang tengah menata rambut dan menempelkan tangannya di antara kedua pipiku. "Dingin ya?" Tanyanya cemas.

Karena bibirku pun sudah bergetar aku mengangguk. "Iya nih, kan tadi sempet hujan-hujanan juga sebelum deres banget."

"Sorry ya, gue kira hujannya ga awet. Taunya ga berhenti dari tadi."

Aku hanya mengangguk. Entah apa yang dipirkannya, tau-tau Bian sudah melepaskan jaket miliknya dan menyampirkan di atas pundakku. Ia menggosokkan kedua tanganku dan meniupnya dengan pelan. Aku tertegun sesaat. Padahal ia sendiri kedinginan, tapi sempat-sempatnya ia masih meniup kedua telapak tanganku.

N O T H I N GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang