Joy menghela nafas kasar meletakkan sebuket bunga mawar berwarna putih. Wanita itu tetap terlihat cantik bahkan dalam ekspresi layunya sekalipun. Ia mengelus batu nisan bernama 'Park Jiyoung' dengan foto wajah yang mirip dengannya atau bahkan persis?
"Begitukah caramu lari dari masalah Ji? Memintaku untuk memudahkan kau pergi dari masalahmu?", Joy berujar pelan meskipun ia tahu tidak akan pernah ada jawaban.
"Ji. Aku tidak bisa menemukan buku harianmu. Aku ingin tahu semuanya. Aku juga ingin mengingat semuanya. Tentang bagaimana eomma bisa meninggal", tidak Joy tidak menangis. Ia sudah terlalu lelah untuk menangisi kekosongan memori masa kecilnya. Sekalipun ia sangat menginginkan semua memori itu untuk kembali.
"Satu lagi Ji, tidak sepantasnya kau berbuat keji seperti itu. Kau merusak hidup seseorang yang menyayangimu",
"Sehun tak sepantasnya memiliki masa lalu buruk seperti itu karnamu",
"Maka bertanggung jawablah atas masa depanku", suara berat itu berujar. Joy membalikan tubuhnya menatap ke arah asal suara itu. Tubuhnya terdiam, nafasnya tercekat, dan jantungnya berpacu lebih cepat dari normalnya tepat setelah matanya menatap sosok pria jangkung dengan mata kelam dan kulit pucat. Ditambah dengan pahatan sempurna pada wajahnya. Kedua pipi milik Joy menampilkan semburat merah muda disana.
'Sial ia akan semakin besar kepala dan seenaknya', gerutu Joy dalam hati.
......................................................................
"Kenapa kau mengikutiku kesini? Kerjaanku banyak sekali! Pergi sana hush hush", Joy berucap dengan ekspresi malasnya. Sedangkan lawan bicaranya berlagak tuli dan malah memilih untuk duduk disebuah sofa dalam ruangan boutique milik Joy.
"Kau mau makan?", pria itu malah bertanya padanya.
"Aku mau kau pulang, Sehun-ssi. Pulanglah",
"Sehun-ssi? Bukankah panggilan itu terlalu formal dan terkesan.. Tidak dekat?", bukannya menuruti Joy, Sehun malah mengomentari bagaimana cara Joy memanggilnya. Joy menghela nafas kasar.
"Aku tidak akan bisa focus bekerja jika kau disini, Hun-a", Sehun tersenyum miring mendengar ucapan itu. Membuat jantung Joy mulai berdegup tidak normal sekali lagi ia terkesima dengan kharisma dan visual pria itu. Perlahan membuat dirinya tak lagi berdebar untuk Chanyeol. Melainkan untuk pria yang tak terlalu ia kenali.
"Aku juga tidak focus setiap kali melihatmu hari ini. Warna lipstickmu terlalu menggoda", nafas Joy tercekat begitu ia menyadari pria itu sudah terlalu dekat dengannya dan bahkan kini ia sudah tidak lagi berada pada kursinya dan berpindah keatas meja itu. Berkat Oh Sehun yang mengangkat tubuhnya tadi dengan mudahnya seolah ia hanya seringan kapas bagi pria itu. Lagi. Pria itu menciumnya. Menempelkan kedua bibir mereka dan Sehun mulai melumatnya seperti biasa. Pria itu menarik kedua tangan wanita yang ia klaim sebagai kekasihnya untuk melingkar dilehernya. Kedua bibir itu saling memagut dan berperang lidah didalam rongga mulut milik Joy. Seolah semuanya tidak pernah cukup untuk keduanya, tempo ciuman mereka semakin cepat dan terkesan membabi buta. Seolah tak ada lagi hari esok. Yang terdengar dalam ruangan itu hanyalah suara-suara erotis yang dihasilkan dari bibir nakal keduanya.
"Ige mwoya", Joy berucap pelan saat ciuman itu usai, tepat setelah menyadari sebuah kalung sudah melingkari leher indahnya saat ini. Sehun memakaikannya saat mereka berciuman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast (HUNJOY) M
Fanfiction18+ "Turuti aku atau kau bernasib sama seperti saudara kembarmu?" - Oh Sehun "Bukankah kau yang harusnya takut bernasib sama sepertinya?" - Park Joy