26.Mengulang sejarah silam

951 70 5
                                    

26.Mengulang sejarah silam

Liburan yang menyenangkan.

Xabiru sampai di rumah jam 8 malam. Ia bergegas turun dari motor memasuki rumah, senyum telah terukir di bibir. Dirinya akan segera melihat orang rumah yang tersenyum lantaran mendapatkan oleh-oleh darinya, begitu kira-kira bayangan kecil keinginan Xabiru.

Tapi untuk kali ini semesta tidak ada dipihaknya. Keinginan kecil Xabiru hangus begitu saja.

Lampu-lampu rumah mati, gelap. Padahal Xabiru tahu jelas tiga keponakannya takut kegelapan. "Aunty?" panggil Xabiru saat memasuki rumah. Masih berpikir positif jika penghuni rumah pergi keluar.

Tapi lagi, pikiran positif Xabiru hancur lebur kala matanya melihat isi rumah kacau balau. Pecahan beling berserakan, guci dan vas bunga pecah ke lantai. Senyum Xabiru perlahan memudar. Ia langsung melepaskan tas di pundak dan berlari ke kamar tiga keponakannya dengan nafas yang menderu.

"Bang biru!" Angkasa yang tengah menenangkan dua adiknya di ranjang langsung loncat ke arah Xabiru. Walau Angkasa terlihat paling tegar tetap saja pancaran air mukanya terlihat takut.

"Kenapa, ada apa?" tanya Xabiru mengatur nafas.

Wajah Angkasa pucat, lidahnya kelu, patah-patah ia bersuara, "papa bang ... Papa...."

Langit dan Syafira ikut mendekat, Xabiru jongkok menyamakan tinggi badannya. "Fira kenapa nangis?" dengan lembut Xabiru mengusap air mata gadis itu.

"Papa jahat bang biru, papa jahat," kata Syafira dengan mata yang sembab dan hidungnya kendat. Tubuh mereka kompak bergetar takut.

Mata Xabiru beralih menatap Langit. "Papa memukuli Mama, menendang Mama, menampar pipi Mama. Papa jahat bang biru."

Angkasa yang sedari tadi menahan air mata tidak kuasa untuk menangis. Jiwa sebagai Kakaknya juga rapuh. "Papa tidak hebat lagi bang, dia tega memukuli Mama tanpa ampun. Bang Mama salah apa? walaupun benar Mama salah bukankah tidak pantas harus memukuli seorang perempuan, bang biru mengatakan pesan itu pada kami. Kenapa Papa tidak mendengarkan kalimat itu?" tanya Angkasa dengan air mata yang tergenang di pipi.

Kepala Xabiru langsung berdenyut sakit bersamaan dengan degup jantung yang berdetak tiga kali lebih cepat, ia benar-benar seperti melihat dirinya di masa kecil yang hanya ketakutan tidak bisa berbuat apa-apa. "Bang Fira takut, papa seperti moster tadi," lanjut Syafira.

Angkasa menyeka air mata di sudut mata. "Bang biru apa Mama marah karena kita tidak menolongnya? Mama hanya diam-diam menangis sedari tadi, tidak menghamipiri kita. Aku sebagai anak laki-laki sekaligus abang benar-benar pengecut."

Mata Xabiru memamanas. Ia juga mengatakan itu saat dulu. "Papa jahat sekali padahal kita amat merindukannya," langit berkata ketus dengan air mata yang mengalir. "Bertahun-tahun tidak pulang sekalinya pulang menyiksa Mama, dasar penjahat!"

"Bang Fira takut Papa bang, Fira tidak ingin memiliki papa yang jahat," ucapan Syafira yang ini benar-benar sama dengan ucapan Xaviera saat kecil, kakaknya itu mengatakan sambil dipeluk erat oleh dirinya sendiri.

Ya Tuhan, semua ini benar-benar membuka memory lama tentang lukanya. Dengan satu tarikan mereka masuk kedalam dekapan Xabiru, ketiganya kompak menangis. Sedari tadi mereka sangat butuh penenang semacam ini.

Berulang-ulang ketiganya mengucapakan, "papa jahat, takut bang-takut."

Jelas hal itu menyakiti hati Xabiru. Mati-matian ia melupakan sekarang dengan sengaja bajingan biadab itu membukanya. "Maafkan Bang biru yang telat datang ya?" lirih Xabiru teredam oleh suara tangis mereka.

XABIRU [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang