0 2

127 31 6
                                    

Alsa benar-benar kesal pada Jeka. Kalau begini dia bisa tekanan batin selama sebulan kedepan.

Sebenarnya dulu Alsa dan Jeka berada di kampus yang sama. Hanya saja tepat menginjak semester tiga Alsa pindah ke kota kelahirannya, kebetulan papanya juga sudah memutuskan pensiun waktu itu.

Alsa tahu Jeka itu bengal. Dari jaman maba, bahkan saat mereka baru menginjakkan kaki di kampus, ketenarannya Jeka sebagai manusia tanpa akhlak itu sudah terdengar.

Tapi dia tidak tahu kalau Jeka semenyebalkan ini.

Dan Alsa, tidak pernah membayangkan bakal ada di meja makan yang sama malam ini dengan makhluk di hadapannya ini.

"Kenapa lihatin gue kayak gitu?" tanya Jeka saat Alsa cuma bengong di depannya tanpa menyentuh mangkuk berisi mie rebus di depannya. "Lo takut gue racunin?" tanya Jeka sambil mengunyah mie di mulutnya dengan santai.

"Iya," sahut Alsa jutek.

"Lah ini gue makan juga." Jeka tertawa lantas geleng-geleng kepala. "Heran gue sama cewek. Over thinking banget."

"Sekarang tuh modus pembunuhan macem-macem." balas Alsa tak mau kalah. "Apa jaminannya kalau gua gak bakal mati habis makan mie yang lo buat?"

"Ya Gusti nih anak." Jeka langsung mengarahkan garpunya ke mangkuk Alsa dan menarik beberapa helai mie dari sana. Dengan tatapan yang masih tertuju pada Alsa, ia langsung memasukkan mienya ke dalam mulut.

"Nih liatin gue mati apa kagak," ucap Jeka dengan nada ngegas.

"Terus kalau lo mati?" tantang Alsa.

Jeka mengedikkan bahu dengan santai. "Ya udah lo nya jangan nangisin gue."

"Najis." Alsa sempurna semakin jengkel.

Setelah memastikan Jeka menelan mie di mulutnya, Alsa pun akhirnya mulai memakan isi mangkuk di depannya dengan wajah merengut.

"Omong-omong nyokap lo kenapa nitipin lo disini sih? Emang gue ada tampang-tampang pengasuh bayi apa?" celetuk Jeka lagi.

Alsa menarik napas. Gadis itu mendelik kesal pada Jeka.

"Denger ya," ucap Alsa sembari mengangkat garpu di tangannya ke arah Jeka. "Pertama, gue gak tahu kenapa nyokap gue nyuruh gue tinggal di apartemen lo. Kalo bisa milih mending gue ngekos aja selama sebulan, gue juga ogah tinggal disini bareng cowok mesum kayak lo. Kedua, gue bukan bayi."

Jeka lagi-lagi tertawa melihat gadis di hadapannya itu mengoceh dengan mimik jengkel. "Tapi di mata gue tuh lo kayak bayi, Sa. Gemesin. Pengen gue cubit, tapi bukan mukhrim."

"Lo bisa diem ga sih?" Alsa mendelik jengkel. "Jangan sampe nih garpu di tangan gue mendarat di muka lo."

Jeka tak berbicara lagi. Walau masih senyum-senyum, ia memilih diam dan menghabiskan sisa mienya di mangkuk. Begitupun setelah makanannya tandas, lelaki itu pun bangkit dari duduknya tanpa bercuap-cuap lagi.

"Lo ga usah beres-beres apartemen. Tiap hari ada Bibi yang dateng," ucap Jeka sembari mencuci mangkuk dan gelas yang baru ia pakai. "Disini ga ada mesin cuci. Kalau mau laundry sisa bilang ke Bibi aja."

Alsa memperhatikan pergerakan lelaki itu, sedikit merasa takjub karena seorang Jeka bisa cuci mangkuk. Alsa kira manusia kayak Jeka itu anti sama dapur.

"Oke," sahut Alsa singkat. Gadis itu kembali menyantap mie rebusnya sembari memainkan ponsel.

Namun beberapa detik kemudian Alsa merasakan ada sesuatu yang bergerak-gerak di bawah kakinya.

JEPHOBIA (JK) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang