0 4

64 9 2
                                    

Healing.

Seperti yang sudah dia bilang itulah alasan Alsa ke Jakarta. Kabur dari orang tua yang strict dan beristirahat dari rutinitas kampus yang sangat amat membosankan.

Tapi Alsa sendiri lupa kalau di Jakarta ia punya pacar yang luar biasa menyebalkan.

Dia dan Teha sebenarnya sudah setahun berpacaran. Tapi ya begitu, rasanya tidak ada kemajuan karena Teha sangat over protektif. Ditambah mereka harus menjalin hubungan LDR seperti ini. Sudahlah, rasanya tidak ada yang bisa diharapkan dari jalinan cinta mereka.

"Lo mau kemana pagi-pagi gini?" Alsa menatap Jeka dengan kening sedikit berjengit saat melihat lelaki itu sudah rapi sepagi ini.

"Mau jualan nasi padang," jawab Jeka sekenanya sambil memasang tali sepatunya.

"Gue serius." Alsa merengut sambil menyandarkan tubuhnya di ambang pintu kamar.

Jeka yang duduk di sofa ruang tengah hanya memasang cengiran kuda. "Kuliah lah say. Gue bukan lo yang bisa berleha-leha menikmati masa cuti."

"Nyindir?" Alsa menatap Jeka jutek.

"Sensi amat pagi-pagi." Jeka beranjak dari duduknya sambil menggantungkan ransel hitamnya ke pundak. Lelaki itu lantas menghampiri Alsa yang kini tengah memandanginya.

"Keadaan lo gimana?" tanya Jeka tanpa canggung menyentuh dahi Alsa.

"Ih pegang-pegang." Alsa menepis tangan Jeka dengan kedua mata melotot.

"Ya Tuhan pacar orang gitu banget," sahut Jeka seperti biasa dengan wajah tanpa dosa. "Gue bentar pulang malem banget. Ga usah lo tungguin, gue ada kunci cadangan."

"Siapa juga mau nungguin lo."

"Kali aja lo khawatir kan."

"Najis. Udah sana pergi. Telat, mampus lo." Alsa mendorong tubuh kekar Jeka dengan kesal.

Tapi setelah Alsa lihat-lihat, style Jeka boleh juga. Dari topi Balenciaga, ransel Adidas, sampai sepatu Nike-nya, kayaknya semua yang menempel di badan lelaki itu tidak ada yang tidak bermerek. Mendadak Alsa jadi penasaran pacarnya Jeka seperti apa.

Dan oh shit. Alsa jadi terbayang kata-kata Jeka semalam.

"Gue tau gue ganteng. Tapi ngeliatinnya ga usah gitu banget deh."

Alsa sekali lagi melotot. "Pede banget ya Tuhan."

Jeka tersenyum diiringi satu kedipan mata sebelum akhirnya melangkah ke pintu.

"Oh iya Sa." Jeka kembali menoleh tepat saat tangannya sudah menyentuh gagang pintu.

"What?" Alsa menaikkan satu alisnya.

"Entar keluarnya ati-ati. Kalau butuh sopir telfon gue aja."

"Trus lo mau nyupirin gue?" Alsa tertawa lebar.

"Ya kagaklah, enak aja. Ntar gue telfonin Pak Beni, supir gue. Biar lo dianterin."

Alsa memutar bola matanya dengan jengkel. Seketika ia lupa bagaimana bisa Jeka bisa manis sekali tadi malam.

Dan barusan Jeka bilang apa?

Ati-ati keluarnya.

Seketika Alsa bergidik ngeri.

"Gak deh. Gue naik Grab aja."

*

*

*

Nyatanya Alsa sama sekali tidak pergi kemana-mana sampai malam hari. Padahal hari ini ia sudah berencana mau nonton film bareng teman-teman SMA-nya. Hitung-hitung reunian.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 30, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

JEPHOBIA (JK) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang