Park Alice berjalan gontai menyusuri Bandara Internasional Korea Selatan. Tangannya seakan patah karena terus menerus menyeret koper yang berat. Ia menggerutu sebal, mengutuk ibunya yang mati-matian memintanya datang jauh jauh dari Auckland ke Seoul.
Kepalanya mendongak, seorang wanita dengan tatapan tajam menatapnya. Setelah memastikan wanita itu benar-benar menatapnya, Park Alice berjalan menyeret kopernya ke arah wanita itu.
"Alice, Park. Untung saja kau mudah ditemukan. Rambutmu berwarna perak, hm.." wanita itu tak tua juga, rambutnya sebahu cokelat muda dengan kacamata. Tangannya menyilang, dengan memegang buku tebal. Pasti dia sekretataris Eomma. Batinnya.
"Nona Lee Geun-bi," desis Park Alice ketika menyadari siapa wanita itu. "Kau masih mengenaliku?" yang bernama Lee Geun-bi tersenyum tipis. "Tentu saja." Ucap Park Alice pelan. Ia tak akan melupakan Lee Geun-bi, wanita pekerja keras yang selalu berwajah dingin.
"Kajja, Park Ahgassi. Kita harus segera pulang," ia menunduk. Menunjukkan jalan. Seketika itu, Park Alice teringat sesuatu.
...
13 tahun yang lalu
"Park ahgassi, kita harus segera pulang." Ucap Lee Geun-bi. Ia berpenampilan elegan, dengan kardigan gelap yang membuatnya memiliki kesan dingin dan riasan tipis yang cantik.
"Aniya, Geun-bi-ssi!" Park Alice menepis tangan kanan Geun Bi yang sedang menyentuh bahunya. Lee Geun-bi tersenyum gelisah, ke arah Alice. "Park ahgassi.. ayo pulang.." desahnya. Ia menatap ke atas langit di atasnya, biru bersaput awan. Ia berusaha menahan tangis.
"Kau mau menangis, Geunbi-ssi? Laporkan saja aku ke eomma..! aku.. tidak.. peduli!" seru Alice sarkastis. Ia kesal, usianya baru lima tahun tapi dia sudah disuruh belajar yang hal hal rumit soal perusahaan, ia jadi tak bisa bermain, dan yang kerap menyuruhnya belajar yaitu; Lee Geun-bi.
"Pulanglah. Kalau kau pulang dan aku tidak, kau akan diomeli. Begitu juga kalau aku tidak pulang sekarang. Hahaha! Lee Geun-bi, hidupmu sial sekali!" Park Alice tertawa keras, berayun di ayunan semakin kencang. Lee Geun-bi hanya menatapnya pasrah. Antara kesal dan kecewa. Waktunya tidak banyak.
Park Alice mencoba berdiri di atas ayunan yang sedang bergerak, Lee Geun-bi mengernyit khawatir. "Kau akan terjatuh, hentikan." Ucapnya.
"Apa yang kau pedulikan, Geunbi-ssi?" Park Alice tertawa dan rambutnya terkena angin, sejuk. "Yaaa!" Alice berseru ketika tangannya terlepas dan dia terjatuh.
"LEE GEUN-BI! BANTU AKU! KENAPA KAU HANYA MENANGIS DISANA, HAH!"
Di rumah
"Maaf membuatmu repot, Geun-bi, kau boleh pulang," Nyonya Park berbisik pelan, Lee Geun-bi mengangguk. "Eomma, marahi Geun-bi. Dia membuatku jatuh!" seru Park Alice sambil menggerutu karena lututnya lecet.
"Ssh, Alice. Kau tidak tahu apapun, diamlah." Ucap eomma. Park Alice mengerucutkan bibirnya kesal.
"Aku turut berduka, Geun-bi. Semoga beliau diterima di sisi-Nya.. harusnya kamu bisa lebih cepat kalau Alice tidak manja begitu, kau bisa lebih cepat.. benar, kan? Ah, Alice.." ujar eomma pada Geun-bi di dalam kamar Geun-bi. Geun-bi tampak membereskan pakaiannya, tersenyum tipis.
Park Alice menguping di balik pintu. Ia memang masih kecil, namun ia mengerti apa maksud hal itu. ia mengernyitkan dahi, merasa bersalah. Tak lama kemudian, Park Alice dikirim ke Auckland, tak kembali selama 13 tahun.
Lebih tepatnya, ia tak mau kembali. Setiap kembali, rasa bersalahnya pada Lee Geun-bi selalu kembali.
...
Sekarang
"Apa yang kau tunggu, Park Alice?" Lee Geun-bi membalikkan badannya, dua meter di depan Alice, menyadari bahwa gadis itu tak bergerak sedikitpun dari tempatnya.
Alice menatap mata dingin Lee Geun-bi. "Mianhae, Lee Geun-bi.. aku tidak pernah sopan padamu, bahkan saat ada keluargamu yang tiada.. aku menghalangimu pulang.. mianhae, Lee Geun-bi... geudaereul mianhae.." Park Alice berujar lirih, dengan air mata mengalir di wajahnya.
"Ya.. ahgassi." Lee Geun-bi berdesis pelan.
"Aku yang harusnya minta maaf, aku tak memberi tahumu soal ini.. ibumu mati matian menyuruhmu pulang.. bukan dia yang melakukannya, melainkan aku.. beliau sudah tiada tiga hari yang lalu.. aku harus membuatmu begini," bisiknya.
Park Alice terisak.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐀𝐋𝐊𝐋𝐄𝐒𝐒 𝐄𝐍𝐃𝐈𝐍𝐆 // 𝙨𝙪𝙣𝙛𝙡𝙤𝙬𝙚𝙧𝙨𝙩𝙚𝙥𝙨
RandomKau tahu? Aku tidak terbiasa menulis cerita yang ringan. Rasanya mengganjal ketika aku menulisnya, seolah cerita ini tidak akan menyenangkan. Tapi kemarin-kemarin aku menyadari, ada beberapa orang yang menyukai cerita jenis ini. Jadi, baiklah. Aku a...