Sunny Seeds

2 0 0
                                    

notes : cerita ini 100% fiksi dan tidak menyinggung pihak manapun!

notes : kalau ada kesamaan alur dan tokoh, bisa dipastikan itu sama sekali tidak disengaja.

happy reading y'all!

.

.

.

.

.

"ALLESHA!"

Selena memanggilku, dia sepertinya semangat sekali. Air mukanya menampakkan raut bahagia setidaknya menurutku. Dia berlari ke arahku, melesak bagai komet. Kenapa coba, tidak jalan saja?

"Aku punya ide yang gemilang!" dia berkata, berbinar. "Aku punya benih bunga Matahari! Bagaimana kalau kita menanamnya? Itu ide yang gemilang bukan?" Selena tersenyum, bahagia.

"Ya, dan kita akan menanamnya dimana, Sel? Di Ruang Biologi? Apa kamu tidak kapok diomel Bu Rina karena menanam Mawar–Rosie kita–di Taman Obat?"

Dia tersenyum lebar. Astaga, itu lebih mirip seringai–atau cengiran? Entahlah. Yang jelas ada ide menyeramkan di balik senyumnya itu. "Di halaman belakang sekolah! Bagaimana? Tidak ada yang akan mengiranya, bukan? Iya, kan? Iya, kan? Ayolah! Ya, ya, ya!"

"Kapan kita akan menanamnya? Hmm, nanti bagaimana? Kamu naik sepeda, kan? Tidak dijemput Papamu, kan? Ya, kita menanamnya nanti sore, ya, ya, ya? Aku tunggu, ya." Dia berbicara sendiri sampai bel masuk berdentang.

....

"Ayo menanamnya, Lesh! Jangan tertinggal, oke? Ayo, Lesh! Ayo! Sini, aku tarik." Selena menggeret lenganku sampai di halaman belakang sekolah. Tempat itu indah andai saja sampahnya dihilangkan. Dan rumputnya dipangkas.

Lekas-lekas Selena mengeluarkan pot, menaruh benih dan menyiraminya. "Namanya Sunny, ya, ya, ya? Ya, Lesh? Besok gantian kamu kamu menyiram, besok lagi aku, trus kamu lagi. Ya, ya, ya?" dia menyirami Sunny, terus berceloteh.

Matahari nyaris tumbang dan aku tertidur di bawah pohon. "LESH! Bangun, LESH! Pulang, yuk, yuk, yuk! Ya, ya, ya? Aku duluan po? Iya? Iya? Ya, Lesh? Bangun, LESH!"

Aku tersentak.

Selena tersenyum. "Ayo, pulang."

....

"Kamu pulang terlambat." Mama menatapku sebal di depan pagar. "Apa perlu Mama beberkan peraturan itu lagi? Tidak boleh pulang lebih dari jam 16.00 atau.." Mama menatapku, memintaku melanjutkan.

"... tidur di luar. Aku bosan, Mama. Aku malas tidur di garasi. Sumpek. Aku ke rumah Selena aja."

...

"WAH! Allesh mau nginep? Iya, Lesh? Lesh? Iya, kan? Iya!" Selena heboh sendiri melihatku di depan pintu rumahnya. "Allesh bawa baju? Enggak? Aku punya! Aku pinjemin, ya! Ya, ya, ya?" Selena sibuk berceloteh dan tidak menghiraukan ekspresi malasku.

"Selena, biarkan temanmu masuk! Siapa? Allesha? Kamu pasti 'Lesh', bukan? Selena suka bercerita tentangmu. Iya, kan? Iya, iya, iya?" ternyata, ibunya Selena tidak lebih cerewet daripada Selena sendiri. Aku pun masuk, mandi dan memakai baju yang dipinjamkan Selena padaku.

"Allesh suka bajunya? Suka? Suka? Suka?" Selena berbinar menatapku. Aku tersenyum tipis, mengangguk. Baju ini boleh juga. Piyama dengan bahan lembut. Aku suka. "Baguslah Allesh suka! Ayo makan, yuk, yuk! Ibuk bikin sup jagung, enak! Ya, ya, ya? Allesh doyan sup jagung, enggak? Allesh doyan? Doyan? Doyan?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝐓𝐀𝐋𝐊𝐋𝐄𝐒𝐒 𝐄𝐍𝐃𝐈𝐍𝐆 // 𝙨𝙪𝙣𝙛𝙡𝙤𝙬𝙚𝙧𝙨𝙩𝙚𝙥𝙨Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang