C o m p l i c a t e d
Junkyu pikir dirinya sudah mati, menyusul kedua orang tuanya yang telah lama pergi kembali pada Tuhan. Tapi Tuhan, tepatnya Jihoon, ternyata masih berbaik hati membiarkannya menikmati sisa waktunya yang mungkin semakin menipis.
Hari itu entah apa yang membuat Junkyu berani bicara jujur, kini semuanya tampak berantakan.
Hubungannya dengan Jihoon tidak tahu akan berakhir bagaimana, pun sepertinya ia sudah kehilangan kesempatan untuk melanjutkan pekerjaannya. Bagaimana bisa Junkyu tetap bekerja sedangkan Nyonya Park telah membuat sebuah sayembara, yang mana siapapun yang membawanya ke hadapan wanita itu niscaya mendapat imbalan uang yang besar.
Junkyu hanya manusia biasa tanpa kekuasaan, nyawanya hanya ada satu makanya setelah kejadian hari itu Junkyu memutuskan untuk absen bekerja. Ia telah membuat Jihoon satu-satunya harapan yang mungkin bisa melindunginya dari amarah Nyonya Park marah besar, jika ia tetap nekat datang ke kantor mungkin ia akan kembali hanya sebatas nama.
Satu minggu ini Junkyu habiskan dengan merenung—sekaligus membuat surat pengunduran diri, yang mana nantinya akan ia titipkan pada Jaehyuk untuk diberikan kepada Manajer HRD kantornya.
Membuat satu surat pengunduran diri agaknya tidak sulit, tidak sulit, bahkan mudah tapi Junkyu selalu berakhir menangis setiap kali mengetik surat pengunduran dirinya.
Untuk sampai ke tahap ini, terutama bekerja di perusahaan property sukses di negaranya, Junkyu curahkan semuanya. Keringat, darah serta tenaga. Semuanya Junkyu kerahkan. Bayangkan, dulu Junkyu harus melewati serangkaian test sulit dan melawan ratusan pelamar lainnya, pun sekarang tingkat kesulitan rekruitmen nya pasti telah berkali-kali lipat lebih sulit. Di saat orang lain menginginkan posisinya, Junkyu justru terpaksa mengundurkan diri dengan alasan yang tidak masuk akal.
Siapa yang harus Junkyu salahkan di sini?
Apakah Park Jihoon yang secara kurang ajar mendekatinya—memaksa dirinya untuk menerima cinta yang bahkan tidak pernah Junkyu harapkan.
Apakah Nyonya Park yang tidak menyukai putranya terlibat hubungan tidak biasa dengan pegawai biasa seperti dirinya?
Atau Junkyu harus menyalahkan dirinya sendiri, yang mana sejak awal tidak pernah berani mengatakan apa yang ia rasakan dengan jujur?
Benar, dari pada menyalahkan orang lain lebih benar baginya untuk menyalahkan dirinya sendiri. Junkyu benci dirinya yang tidak berdaya, dan lebih benci lagi dengan dirinya yang tidak pernah mau merubah sifat payahnya itu.
Antara terlahir menjadi pengecut atau tumbuh menjadi pengecut, kalau bukan salah satu di antara dua itu, sepertinya Junkyu memang ditakdirkan menjadi keduanya. Pengecut sejati. Loser.
Ddrrtt...ddrrtt...ddrrtt...
Ponsel yang tergeletak di atas kasur tiba-tiba bergetar, Junkyu meraih benda kotak itu, melihat display name yang tertera di layar ponselnya. Yoon Jaehyuk.
"Halo?"
"Bagaimana kabarmu, Kim?"
Junkyu menghela napas sebelum menjawab. "Aku baik—cukup baik,"
"oh—setidaknya kau masih terdengar hidup meski bagai layang-layang kehilangan arah."
Suara tawa Junkyu terdengar mengalun pelan. "Omong kosong, tutup teleponnya jika kau hanya akan membual tentang hal yang tidak jelas, Yoon."
"Hahahaha..." suara tawa Jaehyuk terdengar begitu jelas. "Aku senang mendengarmu tertawa, jangan bersedih Kim. Everythings gonna be okay, hm?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Complicated - Jikyu
Fanfiction"If I said I love you, then I'll love you forever." - bxb fiction - please be a wise reader! - just fiction!