Dina tersenyum miris saat melihat kedekatan ayahnya dengan saudari tirinya, Aylita.Dina yang melihat itu langsung terbesit rasa iri terhadap Aylita.Ayahnya sudah tidak memanjakan Dina seperti dulu lagi, sekarang yang dimanja hanyalah Aylita.
Jangankan dimanja di perhatikan saja sudah mulai jarang.Harapan Dina saat ini hanya ingin, Ganiel selalu mempedulikan Dina.
Dina beranjak pergi dari ruang keluarga,ia ingin menonton televisi di kamarnya saja.Reni melihat Dina memasuki kamarnya saat dirinya sedang membawakan air putih, Reni meletakkan air putih itu di meja yang berada di ruang keluarga,lalu langsung pergi ke kamar Dina.
Tok tok tok
Dina yang sedang menonton televisi sedikit terganggu saat dirinya mendengar suara ketukan pintu kamarnya.
"Masuk aja gak di kunci kok,"teriak Dina yang masih fokus terhadap film yang ia tonton.
Reni membuka pintu kamar anak tirinya,ia tersenyum manis saat melihat Dina yang begitu ceria saat menonton film kartun kesukaannya.
"Dina kenapa?"tanya Reni pada Dina.
Dina menoleh kearah,Reni.Ia mengerutkan keningnya."Hah? memangnya Dina kenapa,Bun?"tanya Dina bingung.
"Biasanya Dina paling seneng kalau nonton film kesukaan bareng ayah,kok sekarang nonton sendiri?gak mau ikut gabung sama ayahmu?"Ucap Reni lembut,seraya mengusap kepala Dina yang terbalut khimar.
"Dina gak suka liat ayah deket banget sama anak kandung bunda,"lirih Dina.
Reni yang mendengar itu langsung menatap Dina dengan tatapan teduh."Kalau Aylita bisa deket banget sama ayahmu, berarti bunda sama Dina juga bisa dong deket banget seperti mereka,"ucap Reni dengan senyuman ceria.
Dina tersenyum melihat itu,tapi tetap saja rasa iri itu masih melekat pada hatinya.Namun, Dina juga akan berusaha untuk menghilangkan rasa iri itu.
Dina menoleh kearah pintu saat mendengar namanya di panggil.Dina melihat abang nya yang terlihat seperti habis pulang kerja.Iya setelah lulus SMK,Ganiel bekerja di salah satu perusahaan restoran, dirinya menjadi salah satu chef disana.
“Loh abang ngapain, biasanya pulang ke apartemen."Dina menatap Ganiel bingung.Biasanya Ganiel mampir ke rumah saat hari Jum'at.
"Dih suka-suka gue dong, emangnya gak boleh?"ucap Ganiel seraya terkekeh.
"Boleh kok,tapi lain kali kalo main ke rumah bawa kabar yang bagus dong,"ucap Dina dengan senyuman yang misterius.
"Kabar bagus apa emangnya?lo pikir gue tukang ghibah,"ucap Ganiel menghembuskan nafas kesal.
"Kabar bahwa abang Ganiel mau menikah,iya gak Bun?"Dina tertawa kecil seraya menoleh kearah Reni.
"Betul tuh kata adekmu."Reni ikut tertawa saat mendengar ucapan Dina.
Sedangkan Ganiel hanya meringis mendengarkan perkataan Dina dan Reni."Padahal umur gue masih 20,eh udah di suruh nikah,"batin Ganiel meringis.
Ganiel menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Ganiel ke ayah dulu ya Bun,"ucap nya.
Reni menoleh kearah Dina yang masih tertawa kecil."Ayo, Dina juga harus ikut kumpul."Bunda menarik lembut lengan Dina.
Dina hanya pasrah saja. Sedangkan Ganiel sudah berada di ruang keluarga. Ganiel menoleh saat melihat Reni dan Dina duduk di sampingnya.
Ganiel beranjak dari duduknya.Dina menoleh kearah nya."Mau kemana bang?"tanya Dina pada abangnya.
"Ke minimarket,mau ikut?"tawar Ganiel.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sudut pandang
Teen Fiction"Banyak orang yang menginginkan mimpi menjadi kenyataan.Sedangkan diriku menginginkan kenyataan itu hanyalah mimpi"-Dini Rifaya Memberitahu kejadian masa lampau dengan perkataan yang sebenarnya atau bisa di bilang dengan jujur, justru membuat Dina s...