Gelak tawa menggelegar di seluruh rumah Gilang. Yang paling nyaring adalah suara ketawa Arkan. Entahlah apa yang mereka tertawakan.
Tawa mereka terhenti saat mendengar suara pintu terbuka. Semuanya menoleh, menunggu seseorang muncul dari balik pintu. Wajah mereka semua berubah saat melihat Gilang yang muncul dengan wajah yang lesu. Tidak biasanya ia seperti ini.
"Lo gapapa, Lang?" tanya Arkan. Ia juga sebenarnya ragu menanyakan itu yang sudah jelas Gilang terlihat tidak baik-baik saja.
Gilang tidak menjawab. Ia terus berjalan menghampiri teman-temannya dan langsung merebahkan dirinya di sofa. Hembusan nafas keluar dari mulutnya.
Arkan terus memperhatikan Gilang. Apa yang terjadi? Ada apa dengan Nara hingga Gilang menjadi diam dan lesu seperti ini? Pertanyaan itu yang terus berputar di kepalanya. Ingin sekali ia menanyakannya. Namun sepertinya ini bukan waktu yang tepat. Gilang saja seperti orang yang tidak semangat hidup.
"Nyebat dulu biar hilang stres lo, Lang." ucap teman Gilang.
Gilang berdecak kesal. "Gue gak merokok." jawabnya. Sontak teman-teman Gilang termasuk Arkan terkejut bukan main dengan jawabannya. Tidak salah dengar kah?
"Lo ... berhenti apa gimana?" tanya Arkan.
"Berhenti." jawabnya singkat dengan mata yang tertutup.
Arkan menggaruk kepalanya. Kerasukan apa Gilang? Apa iya kerasukan setan di rumah sakit? Kalau memang benar, baik sekali setan itu.
"Nara gak suka cowok merokok." sambung Gilang yang sepertinya tahu kalau teman-temannya sedang kebingungan dengan jawabannya.
"Oalah karena cewek." sahut teman Gilang yang diakhiri dengan gelak tawa. Berbeda dengan Arkan. Cowok itu tidak berekspresi sama sekali. Ia masih bingung dengan perubahan Gilang. Yang biasanya banyak omong dan selalu tertawa. Kini berubah menjadi pendiam dan datar.
×××
Di dalam ruangan yang sunyi. Rano terus memperhatikan Nara. Nafas Nara terdengar jelas di telinga Rano. Gadis itu masih betah menutup matanya. Tidak ada tanda-tanda gadis itu akan sadar.
Setelah lama diam memperhatikan Nara. Tangan Rano mengambil tangan Nara yang terlihat pucat. Ia memperhatikan gelang yang sama dengan gelang miliknya. Ya! Gelang yang pernah Nara berikan padanya waktu di kantin sekolah.
Rano menuntun tangan Nara untuk menyentuh pipinya. Ibu jarinya mengusap lembut tangan Nara.
"Kenapa kamu betah banget tidurnya?" lirih Rano. Ia memejamkan matanya merasakan tangan dingin Nara menyentuh pipinya.
Cukup lama Rano diam dengan posisi seperti itu. Hingga suara pintu terbuka membuat Rano menegakkan tubuhnya. Dokter yang biasa menangani Nara masuk sambil tersenyum kepada Rano.
"Orang tua Nara kemana?" tanyanya.Rano langsung berdiri dari duduknya. "Sebentar, saya panggil mereka." ucap Rano hendak melangkah keluar ruangan. Namun dokter itu dengan cepat menahan Rano.
"Gapapa, saya sampaikan sama kamu saja."
Rano menunggu dokter itu membuka suaranya. Dilihat dari wajahnya, sepertinya ini adalah berita baik. Semoga saja.
"Langsung ke point-nya saja. Nara sudah mendapatkan donor ginjal yang cocok untuknya."
Mata Rano membesar mendengar itu. "S-serius, Dok?"
Dokter itu menganggukkan kepalanya. "Tolong kamu sampaikan sama orang tuanya, ya."
Rano mengangguk senang. "Baik."
KAMU SEDANG MEMBACA
RANO [ PRE ORDER ]
Fiksi Remaja❝Andai waktu bisa berputar kembali❞ __________________________________ ⚠️CERITA INI MENGANDUNG UNSUR KEKERASAN⚠️ Highest rank! #1 in Rano #1 in Trouble #2 in Trouble #2 in Nara #3 in Nara