Agreement

1K 65 6
                                    

Hai hai hai! Balik lg di cerita ini. Maaf ya, klo ada yg nunggu. Tp jujur awalnya cerita ini gak akan kulanjut. Tapi liat2 ada yg mengharapkan ini lanjut, saya dpt semangat baru lanjutin deh. Dan jejejeng! Jadi chap ini.

Enjoy the story, guys~
-ray-
_______________________________________

"Hooo jadi ini game-mu yang sesungguhnya, ojou-chan?" Sang Pangeran tak terlihat gentar menghadapi pistol yang mengarah tepat di kepalanya.

Klekkk.... Pelatuk pistol di tarik. Raiya tinggal sekali lagi menggerakan jari  telunjuknya, maka bisa jadi salah satu di antara dua orang didepannya akan kehilangan nyawanya.

"Angkat tangan dan buang senjata!! Kalau tidak peluru dalam pistol ini akan segera menembus kepalamu!!" Teriak Raiya. Mencoba menggertak sebisanya.

"Ayo tembak. Jangan sungkan-sungkan." Tantang pangeran santai. Sambil menggeser tubuhnya lebih bersembunyi di balik tubuh tegang Lian.

Keringat dingin mengucur dari pelipis Raiya. Sejujurnya, dalam perkiraan yang dipikirkan gadis itu, musuh akan segera menyerah saat pistol terkokang ke arah kepanya. Tapi yang dilakukan pangeran jauh dari bayangannya.
Menyerah? Terlihat takut saja tidak.

"Jatuhkan senjatamu, atau.."

Pangeran segera memotong ucapan Raiya selanjutnya.

"Atau kau akan menembakku? Jangan mengulangi kata-kata konyol itu lagi, sayang. Sesering apapun kau mengatakannya, aku tetap tak akan terpancing gertakan yang kau buat itu..."

"Ini bukan..."

Kembali kata-kata gadis itu terpotong oleh lelaki didepannya.

"Kau mau mengatakan ini bukan hanya sekedar gertakan? Dengar, sekali lihat pun aku tahu kau tak pernah menembak tubuh seseorang. Apalagi membunuh. Bahkan jika aku tak menyandera seseorang, aku tetap yakin kau tak akan membunuhku."

"Jangan sok tahu!! Apa buktinya?!" Tanya Raiya yang sedikit banyak kehilangan kontrol atas dirinya sendiri.

"Haha...." Lelaki di depannya itu hanya melepaskan seringaiannya mendengar apa yang dikatakan Raiya.

"Baiklah kalau kau butuh bukti. Bukti pertama adalah, kenyataan bahwa kau menggunakan pisau untuk dilempar. Kalau memang ingin melukai, dan membuat lawanmu menderita, sejak awal seharusnya kau membawa pistol dan pelurunya, bukan pisau-pisau itu. Dari bukti pertama saja aku sudah tahu kalau kau tidak berani menggunakan pistol. Lalu yang.."

"Aku berani!" Raiya segera memotong kata-kata yang hendak diucapkan pria didepannganya.

"Sssshh..." Pangeran menyuruh secara halus gadis yang tengah memegang pistol didepannya untuk diam. "Yang kedua, saat kau melemparkan pisau-pisau itu. Bukannya menyerang titik vital seperti kepala atau dada kiri. Kau malah fokus mengenai kaki bodyguard-bodyguardku. Memperjelas bahwa kau memang tak niat membunuh mereka. Atau bahkan, jika kau berniat pun, kau tak akan berani melakukannya."

"Dan ketiga.... Saat ini, tanganmu gemetaran."

Raiya yang mendengarnya serasa ditelanjangi tiba-tiba. Bagaimana mungkin lelaki yang baru bertemu  dengannya kurang dari satu jam ini seperti mengerti benar dia luar dalam. Benar kata pria dihadapannya ini. Ia memang tak biasa menggunakan pistol. Ia memang tak mau menyakiti orang, apalagi membunuh. Tapi, mana mungkin ia menginjak harga dirinya sendiri dengan mengatakan kebenarannya. Apalagi ke pemuda yang menyebalkan seperti si 'pangeran' didepannya. Selamanya, tak akan.

"Apapun yang kau katakan, lebih baik kau menyerah sekarang, karena aku serius akan membunuhmu jika kau tak melakukan hal yang kuperintahkan!" Seru Raiya penuh teriak.

"Baiklah, aku juga bosan dengan posisi ini. Bagaimana kalau kita mengadakan perjanjian?" Tanya pangeran tiba-tiba.

Raiya mengerutkan alisnya. "Apa maksudmu?"

"Ayo kita buat ini menguntungkan untuk kedua pihak. Aku melepaskan bawahanmu, dan kau melepaskanku?"

Raiya sedikit menelusuri perkataan lelaki itu. "Kau pikir kau bisa membodohiku?!" Raiya menggeram sebal.

Lelaki itu hanya kembali menghembuskan nafasnya dengan malas-malas. "Untuk apa aku membodohimu? Aku juga ingin hidup. Walaupun aku terlihat tegar, aku ini termasuk lelaki yang takut mati, tahu. Apa itu tidak cukup?" 

"Tidak! Aku butuh alasan lain! Aku tahu orang sepertimu penuh tipu muslihat!" Raiya bersikeras untuk menolak tawaran pria dihadapannya. Walau hati nuraninya ingin menyetujui dengan cepat saat melihat keadaan Lian yang menyedihkan. "Baiklah. Alasan lainnya adalah, sekitar 5 menit lagi anak buahku yang diluar akan segera masuk, dan kau akan tamat saat itu juga." Jawab Pangeran.

"Aku tak masalah kalau mati oleh mereka!!" Seru Raiya tak mau ambil pusing.

"Yah, masalahnya, mereka tak akan membunuhmu. Tapi ada yang lebih  mengerikan lagi. Mereka sudah kuperintahkan untuk menyekapmu, dan menyanderamu. Dan jika papamu tahu bahwa aku menculik putri tercintanya, sudah dapat dipastikan, dia akan melakukan apa saja asal kau kembali padanya. Termasuk memberikan kami nyawanya. Apa kau mengerti situasinya sekarang?" Tanya pangeran masih dengan sikap sangat santai.

Raiya terkesiap. Apa yang dikatakan lelaki ini benar? Kalau benar, berarti bukannya membantu papanya, ia bahkan menjadi beban sang ayah.

Tidak! Itu tidak boleh dibiarkan.
"Baiklah! Aku setuju dengan persyaratannya. Cepat berikan bawahanku itu!" Seru Raiya cepat.

"Baiklah. Tapi dengan syarat..."
***
Dari jendela kanan yang berada di lantai dua,  'Pangeran' menatap kedua gadis berjas hitam yang sedang berjalan di pelataran parkir itu dengan seksama. Seringaian kesenangannya tak lepas dari kejadian 5 menit yang lalu.

5 menit yang lalu, ia berhasil membalikan kedudukannya saat berhadapan dengab perempuan itu. Dengan sedikit kebohongan dan bumbu-bumbu kemungkin yang diserukannya, gadis itu dengan mudah menanggapinya dengan sikap positif.

"Kau bilang aku tak bisa dengan mudah membohongimu?  Dasar gadis bodoh yang naif. "

Bukan saja membuat gadis itu setuju dengan perjanjian awal. Tapi lelaki itu bahkan bisa membuat anak gadis musuhnya itu menyetujui syarat lain yang diberikannya. Syarat lain yang akan mempertemukan mereka di masa depan.

"Yah, tapi gadis bodoh yang nekat sedikit menarik sih. Ah... Tak sabar untuk pertemuan yang selanjutnya. Ojou-chan."
***

Wuuuuussh.... Sedan hitam berkode kendaraan D meluncur dengan cepat di jalanan raya ibukota provinsi Jawa Barat itu. Raiya memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi.

Persetan dengan lampu merah, polisi, dan klakson kendaraan-kendaraan lain yang merasa terganggu.

Alasannya satu. Gadis lain yang berada satu mobil dengannya kini terlihat pucat, dan tak sadarkan diri.

Ya, Lian, Bodyguard-nya kini terbaring di kursi belakang dengan kondisi yang menyedihkan. Trauma yang dihadapi membuat gadis tomboy itu benar-benar membuat hati Raiya diliputi kecemasan dan penyesalan. Ditambah, kenyataan bahwa selama perang itu, ternyata bagian pundak kiri Lian sempattertembak, dan kini terus mengalami pendarahan.

Kondisi ini bisa saja berakhir buruk untuk kehiduoan Lian. Dan Raiya tak mau itu terjadi.
***
Tadi, saat keduanya berjalan dari ruang  VIP cafe Kuro's menuju parkiran, tak terlihat tanda-tanda Lian kesakitan. Namun saat gadis berambut pendek itu masuk ke mobil, sontak saja tubuhnya rubuh, dan pingsan.  Raiya yang melihatnya segera menidurkan Raiya di kursi belakang, dan mengambil alih kursi mengemudi.
***

"Liaaan! Lo harus bertahan! Lo harus berjuang! Lo gak bileh mati! Lo musti idup! Gue gak mau tau, lo.... Arrrgh! Maafin gueee..." Raiya yang histeris, terus menerus berusaha berbicara dengan Lian yang tak sadarakan diri.
'Lo harus bertahan!'

Gangster lovers (slow update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang