Bad Day

828 55 17
                                    

Maaf lamaaa. Hehe ceritanya juga slow update. Silakan diliat2.

Enjoy

-Ray-
______________________________________

Berkali-kali Raiya terlihat mondar-mandir di lorong rumah sakit. Saat ini pikirannya hanya tertuju pada satu hal.

Kondisi Lian yang tengah dioperasi di ruang gawat darurat.

Sejak dibawa ke rumah sakit terdekat, Lian segera dilarikan ke Ruang Gawat Darurat, dan langsung melakukan operasi. Sudah 2 jam sejak hal itu terjadi, tapi belum ada tanda-tanda operasinya akan selesai. Baginya , 2 jam ini adalah 2 jam terlama dalam hidupnya. Sosok Lian yang selama ini biasanya terlihat periang, polos, dan tomboy seketika terngiang-ngiang dipikirannya.

Bagaimana kalau sosoknya yang periang itu tak akan kembali?

Raiya mengusap cepat pipinya. Air mata terus keluar, membasahi wajahnya. "Tuhan.. Kumohon.." Raiya terus terisak, mencoba berdoa sebanyak yang ia bisa.

Lalu setengah jam kemudian, pintu ruang operasi dibuka, dan seorang berjas putih keluar. Sontak Raiya langsung mendatangi orang itu. "Dok, gimana keadaan Lian? Hiks....Gimana? Gak apa-apa, kan? Masih hidupkan?! Gak koma kan? Hiks... Operasinya berhasil, kan?" Tak tanggung-tanggung banyak pertanyaan langsung terlontar dari mulut Raiya begitu saja. Tak sedikitpun memberikan kesempatan pria berjas putih itu untuk angkat bicara. "Te...Tenang.... Tenang... Dulu.." Pria berjas putih yang adalah dokter itu berusaha untuk menghalau kedua tangan Raiya yang menarik dan mendorong kerah jas putihnya dengan kuat. "Dokter... Jangan bilang dia... Dia... Dokter tolong selamatkan nyawanyaaa.." Pegangan tangannya pada jas putih pria itu melemah. "Maaf, tapi saya tak bisa memberi penjelasan jika jas saya dipegang anda.." Seru sang dokter, masih mencoba melepaskan cengkeraman tangan gadis dihadapannya. Raiya yang mendengarnya segera melepaskan cengkeraman tangannya pada kerah jas pria itu, lalu mulai mencoba mengendalikan diri.

"Tenang ya... Kondisi pasien di dalam aman. Peluru di tubuhnya sudah terambil, dan pendarahannya tak terlalu parah. Hanya saja , pemulihan bagi pundaknya bisa memakan waktu sampai 2 bulan bahkan lebih... " Jawab dokter saat Raiya sudah lebih tenang.

"Gak masalah! Yang penting Lian masih hidup! Ya Tuhaaan... Terima kasih...." Ucap Raiya bersyukur.

Setelah itu, Lian dibawa ke sebuah ruang inap, dan dibiarkan tertidur. Sementara itu, Raiya mengurus administrasi, dan bersiap untuk pulang. Sebenarnya, ia tak mau meninggalkan Lian yang sedang tak berdaya di atas ranjang rumah sakit seorang diri. Hanya saja, sejak se-jam yang lalu, papanya menelpon terus. Bertanya apa yang dilakukan putri tersayangnya hingga hampir tengah malam belum pulang.

Awalnya Raiya berniat membeberkan semua kenyataan yang dialaminya hari ini pada papa. Dengan begitu, papanya mengetahui apa yang sedang dikerjakannya, juga memberi tahukan bagaimana antisipasi langkah berikutnya. Sekaligus, ia bisa dengan mudah mengabarkan bahwa Lian tertembak, sehingga Raiya memiliki alasan tak pulang karena harus menunggui Lian.
Tapi pikiran itu menghilang saat Lian tersadar. Hal pertama yang dikatakan gadis tomboy itu adalah, "Nona tak perlu khawatir. Saya bisa jaga diri saya di sini. Lebih baik nona kembali ke rumah, dan melanjutkan rencana selanjutnya. Tak perlu memberitahu tuan".

Dengan segelintir kalimat bijak, yang tak cocok dengan image oon Lian, Raiya akhirnya memutuskan untuk kembali menutup mulut.
"Lian, gue pulang dulu ya... Jaga diri lo sendiri okeh? Eh maksud gue, istirahat aja di sini. Entar kalo lo butuh apa-apa, pencet tombol yang ini, nanti dokter sama suster dateng. Trus, kalau ada apa-apa, telpon gue ya?" Dengan berat, ditinggalkannya Lian di rumah sakit, dan Raiya bergegas kembali ke rumah.
***
"Dari mana saja kamu, sweeatheart?" Tanya pria tua yang menyambut kepulangan Raiya, saat gadis itu baru menampakkan tubuhnya di rumah mewahnya.

Raiya membalas sambutan papanya dengan pelukan, kemudian menjawab, "Raiya pergi ke rumah teman pa. Sudah lama gak ketemu. Jadi gak kerasa, udah lewat jam 12 malem, pa..." Jawab Raiya dengan tersenyum. Berharap dengan senyuman palsu itu, kekhawatiran di wajahnya tertutupi.
"Baiklah. Sekarang ganti baju, dan istirahatlah. Papa gak mau liat putri papa wajahnya lesu begini..." Suruh pria tua itu dengan tersenyum hangat pada putrinya.

"Tentu," jawab Raiya, yang segera menaiki tangga dan berjalan menuju kamarnya.

Setelah yakin putrinya masuk ke kamar, barulah wajah tersenyum pria tua itu memudar. "Mike," panggil pria tua itu pada pria muda yang sedang berdiri di pinggirnya.

"Ya, boss?" Jawab pria muda bernama Mike itu.

"Selidiki apa yang sedang dilakukan putriku." Suruhnya dengan nada datar pada Mike.

"Siap."

***
Di kamar, sambil tiduran di ranjang, Raiya kembali mengingat pembicaraan terakhirnya dengan pangeran.

***
"Baiklah! Aku setuju dengan persyaratannya. Cepat berikan bawahanku itu!" Seru Raiya cepat.

"Baiklah. Tapi dengan syarat..."

"Dengan sebuah syarat lagi? Aku kira tadi kita sudah deal?" Raiya menggeleng tak percaya.

Pangeran tersenyum puas mendengar pertanyaan-pertanyaan polos Raiya. "Aku bebas menentukan kesepakatan baru, nona. Sekarang, kau mau bawahanmu, atau tidak?"

"Apa syarat yang satu lagi?" tanya Raiya cukup hati-hati.

"Aku sedang memikirkannya. Sekarang cukup tuliskan nomor ponselmu," perintah lelaki itu.

"Untuk apa?"

"Semakin banyak kau bertanya, semakin lama kusandera bawahanmu ini," seru pangeran santai. Sama sekali tak mengindahkan pertanyaan Raiya.

Kata-kata lelaki di depannya benar-benar membuatnya pasrah. Dengan sebal, Raiya kembali bertanya, "Cih! Aku harus tulis di mana?"

"Terserah kau saja. Tapi kau harus menulis tepat di depanku." jawab pangeran.

"Jangan salahkan aku, karena kau yang bilang terserah!" Raiya menghampiri dinding yang berada di belakang tubuhnya, lalu mengukir sesuatu dengan pisaunya disitu.

"Jangan pernah berpikir untuk memberiku nomor palsu," ujar pangeran dengan santai saat gadis di depannya menampilkan gelagat yang aneh.

"Atau kau akan menyesal," tambahnya.

Seketika tangan Raiya yang sedang mengukir berhenti. Dalam hati, ia menggumam kesal karena tipuannya ternyata terbaca.

Malas-malas, Raiya akhirnya mengukir ulang nomor hape aslinya di sebelah nomor palsunya yang sudah ketahuan pangeran.

"Sudah! Ini nomor asliku! Sekarang lepaskan dia!" Pinta gadis berambut panjang itu dengan kesal.

"Baiklah."
***
"Dasar laki-laki sialan! Tunggu saja balasan dariku!" dengan geram, Raiya segera menarik selimutnya, lalu tertidur.


Gangster lovers (slow update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang