TEMAN-TEMAN BARU
—
Tak berselang lama, bel masuk pun berbunyi. Semua murid memasuki ruang kelasnya masing-masing. Seorang guru laki-laki memasuki kelas yang Salma tempati kemudian mulai memperkenalkan diri dan mengabsen satu per satu nama anak muridnya.
“Ada nama yang belum Bapak sebutkan?” tanya pak guru menelisik seisi ruangan.
Salma celingak-celinguk menatap sekelilingnya. Kemudian dengan ragu, ia mengangkat tangannya. Ya, namanya tidak disebutkan oleh pak guru.
Pak guru menoleh ke arah Salma yang duduk di bangku paling belakang, kemudian bertanya, “Siapa nama kamu?”
“Nur Salma, Pak,” jawabnya.
Pak guru kembali memeriksa buku absensi, membaca kembali deretan nama yang tertera di sana dengan teliti. Namun...
“Kok gak ada nama Nur Salma di sini, ya?”
Salma bingung.
Sementara itu, di kelas lain, seorang guru perempuan tengah mengabsen nama-nama anak muridnya.
“Mira Ananda?”
“Hadir, Bu.”
“Naffa Juliansya?”
“Hadir.”
“Naina?”
“Hadir.”
“Nur Salma?”
“...”
“Nur Salma?” Bu guru melirik seluruh ruang kelas ketika seisinya hening tak ada sahutan.
“Nur Salma ke mana?” tanya Bu guru, tak ada yang menjawab.
Semuanya bungkam tanda tak ada satu orang pun yang tahu di mana Salma dan siapa itu Salma. Beberapa murid ikut melirik sekitar kebingungan, hingga suara ketukan di pintu kelas membuat semuanya menoleh ke arah sana.
Tok tok tok...
Semua orang menoleh ke arah pintu.
“Permisi, Bu. Boleh saya masuk?” Seorang gadis berdiri di ambang pintu, penampilannya terlihat agak berantakan.
“Iya, silakan. Ada perlu apa, ya?” tanya Bu guru.
Gadis itu berjalan memasuki kelasnya. “Saya murid kelas ini, Bu.”
“Siapa nama kamu?”
“Nur Salma, Bu.”
“Nur Salma... Kenapa kamu telat?”
“A-anu, Bu... Tadi... Saya... Salah masuk kelas,” jawab Salma gugup. Ia malu karena salah memasuki kelas, ternyata semua kelas sudah dipindahkan.
“Kok bisa sampai salah masuk kelas, sih?” tanya bu guru heran, begitu pun dengan tatapan murid-murid di kelas yang terlihat begitu penasaran.
“Kelasnya dipindahkan, Bu,” jawab Salma polos.
“Iya, kelas memang dipindahkan. Kamu gak tahu?” Salma menggelengkan kepalanya. “Tapi emangnya kamu gak bisa ngenalin temen-temen sekelas kamu?” Salma bungkam dengan pertanyaan gurunya. Ia tak tahu harus menjawab apa.
Bukankah sudah dikatakan, Salma tidak begitu pandai mengenali orang lain, apalagi jika itu adalah orang-orang baru di hidupnya yang hanya bertemu dalam hitungan hari saja.
***
“Baiklah, anak-anak, Ibu rasa dicukupkan dulu untuk perkenalannya. Sekarang kalian boleh istirahat, sholat, makan siang, kemudian nanti kita lanjutkan lagi pertemuannya. Atau kalian mau saling kenalan sama temen-temen sekelas lagi, boleh, biar lebih akrab. Ya udah, kalau gitu, segitu aja dari ibu. Sekarang kalian boleh istirahat. Assalamu'alaikum.”
KAMU SEDANG MEMBACA
FRIENDS the Seven Teenagers
Teen Fiction[HIATUS] Namatin dulu cerita lain. Genre : Teenfiction, slice of lice, drama, persahabatan Ini cerita harusnya aku buat beberapa tahun yang lalu, request dari temen yang katanya pengen aku nulis cerita lagi, tapi genre persahabatan. Katanya kalau pe...