KECURIGAAN
-
“Iska, cepetan! Aku udah kebelet, nih.”
“Iya, pelan-pelan dong, De!”
Dea berjalan sambil merapatkan kedua kakinya, menahan rasa ingin kencingnya.
“Tungguin, ya!” kata Dea setelah mereka sampai di toilet.
“Iya, jangan lama-lama!” kata Iska.
Dea segera masuk ke dalam toilet untuk menuntaskan rasa kebeletnya. Sementara Iska menunggu di luar di depan pintu. Tak berselang lama, gadis itu kembali ke luar.
“Yuk,” ucap Dea sembari merapikan kembali pakaiannya.
Sebelum mereka pergi ke toilet, mereka disuruh oleh guru yang mengajar di kelas mereka untuk mengambil buku paket di ruang guru. Mereka pun pergi ke sana.
“Assalamu'alaikum,” ucap Iska ketika hendak memasuki ruang guru.
Hening.
Ruangan itu kosong. Tidak ada orang sama sekali. Keduanya pun segera masuk ke dalam untuk mengambil buku paket yang diminta guru mereka.
“Gak ada orang,” bisik Iska.
“Ya udah, ambil aja bukunya,” kata Dea menunjuk tumpukan buku di atas meja salah satu gurunya.
Saat hendak mendekati meja tersebut, keduanya dikejutkan oleh suara seseorang yang membuat mereka berdiam diri di tempat.
“Gimana ini, Pak? Apa rencana kita selanjutnya?”
Suara seorang pria terdengar dari bilik sebelah, masih satu ruangan dengan ruang guru yang tak lain adalah ruangan kepala sekolah.
“Kita semua kan tahu, kalau sekolah melakukan biaya pengeluaran begitu banyak, lalu kita harus berpikir untuk mendapatkan pemasukan tambahan.”
Iska dan Dea memilih untuk tetap diam tak bersuara. Mereka dengan tanpa sengaja menguping pembicaraan orang-orang di balik ruangan itu.
“Sebagian uang yang kita ambil dari dana pendaftaran para siswa juga akan habis, cepat atau lambat.”
Iska dan Dea saling menatap satu sama lain setelah mendengar perkataan seorang pria di sana yang mereka yakini adalah salah satu guru di sekolah mereka ini.
“Maka dari itu, kita harus bisa mengatur biaya pengeluaran kita. Jangan dipakai untuk hal-hal yang tidak perlu. Setidaknya selama kita masih belum menemukan solusi untuk mendapatkan pemasukan ke rekening kita,” sahut pria lainnya, karena suaranya berbeda dengan suara pria sebelumnya.
“Kita bisa mengadakan study tour, kegiatan persami, atau kegiatan-kegiatan yang sekiranya banyak diminati siswa-siswi di sekolah ini.” Kali ini suara wanita yang terdengar. Entah ada berapa banyak orang di dalam sana.
“Sekarang kan masih awal pertemuan. Hari ini saja masih hari pertama jadwal pembelajaran efektif. Kalau kita tiba-tiba sudah mengadakan acara, guru-guru yang lain tidak akan setuju dan itu berkemungkinan akan menimbulkan kecurigaan dari mereka terhadap kita.”
“Begini saja... Acara PTA kan kita undur selama satu minggu. Minggu depan baru kita akan adakan kegiatan PTA, jadi kita bisa mengambil sedikit demi sedikit pungutan biaya dari acara itu. Untuk acara-acara selanjutnya bisa kita pikirkan lagi untuk bulan depan.”
“Ya, saya setuju.”
Iska menarik lengan baju Dea, mengajaknya untuk segera mengambil buku paket kemudian keluar dari ruangan itu. Ia takut ketahuan menguping pembicaraan orang-orang di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
FRIENDS the Seven Teenagers
Teen Fiction[HIATUS] Namatin dulu cerita lain. Genre : Teenfiction, slice of lice, drama, persahabatan Ini cerita harusnya aku buat beberapa tahun yang lalu, request dari temen yang katanya pengen aku nulis cerita lagi, tapi genre persahabatan. Katanya kalau pe...