Prolougue

154 14 1
                                    

Suara debur ombak menyapa pinggiran pagar beton beriak sangat keras

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara debur ombak menyapa pinggiran pagar beton beriak sangat keras. Riuh angin menyapu anak rambutnya yang terurai ke belakang, membuat sang empu merasa kedingingan.

Atri melepaskan cardigan rajut yang menjaga suhu tubuhnya. Menyisakan pakaian rumah sakit yang sejak dua hari lalu melekat.

Hening.

Tidak ada suara manusia atau deru kendaraan yang melintas.

Tepat pukul 12 malam, Atri memilih untuk mengakhiri semua sakitnya.

Suara binatang malam bak menyertai kepergiannya. Atri tersenyum.

Ketinggian dermaga, kedalaman laut, Atri sudah menghitung semuanya. Ia akan mati malam ini. Meninggalkan rasa sakit luar biasa yang selama ini selalu menghampirinya.

Matanya terpejam. Kedua tangannya meraba besi pembatas yang menghadang.

Dingin begitu menusuk ke dalam kulitnya.

Atri membawa tubuhnya melewati besi itu dan berdiri di sisa beton yang hanya tersisa beberapa centi saja.

Atri membuka matanya.

Hamparan laut yang tenang, namun berombak di pinggir pantai itu seolah memanggilnya.

Air yang bercahaya karena pantulan bulan, terasa begitu menenangkan di jiwanya. Atri tersenyum. Sesuatu dalam dirinya merasa terpanggil.

Seperti ada melodi yang mengalun tepat di samping telinganya.

Atri menurutinya.

Dalam hitungan detik, membiarkan dirinya jatuh begitu saja.

Atri melayang di udara beberapa saat, irisnya menatap bulan. Tidak ada rasa takut. Atri tetap ingin melihat dunia.

Untuk yang terakhir kali.

"Selamat tinggal, dunia."

Tubuhnya terhempas menghantam air laut yang cukup tenang. Posisi telentang. Sakit.

Atri menahannya. Matanya masih menatap ke atas. Cahaya bulan masih terlihat.

Dingin. Tubuhnya terasa beku saat semakin dalam dirinya masuk.

Dia tidak melawan saat dirinya terus ditarik ke bawah.

Rongga paru-parunya mulai terisi air.

Sesak.

Otaknya mulai tidak bekerja.

Di sisa kesadarannya, otaknya menyuruh syaraf tubuhnya untuk bergerak ke atas. Menyelamatkan diri.

Sementara hatinya yang rapuh menyuruh tinggal. Biarkan tubuh lemah itu menyatu dengan dinginnya air laut

Atri terus jatuh ke dasar.

Cahaya bulan sudah tidak terlihat. Pandangannya gelap. Paru-parunya terasa terbakar.

Hanya ada cahaya mengkilap seperti lampu taman yang kelap-kelip

Sebentar terlihat, sebentar hilang. Terus melintas di atasnya.

Semakin sesak. Semakin sakit. Semakin baik.

Atri melepaskan hembusan napasnya, untuk terakhir kali.

Dia mati.





Sorry for typo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sorry for typo.

Kritik dan saran dipersilahkan.

Give your vote >_<

Mer(maid) ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang