02 - STARTED

110 70 144
                                    

02 - started

Canggung, saat inilah yang dirasakan Letta di ruangan kelas ini. Sekarang semuanya sudah mulai beraktivitas pada kesibukannya masing-masing. Narendra yang hanya mengajak berbicara Letta sedikit-sedikit.

Letta benar-benar tidak tahu apa gunanya Letta disini. Letta ingin bertanya kepada Kaiden langsung. Akan tetapi yang menjadi masalahnya adalah mental Letta mental yupi.

"Kai," panggil Letta dengan suara pelan. Ia tidak berharap bahwa Kaiden akan mendengar suaranya. Mampus kalau Kaiden dengar.

"Hm?"

"Letta disini ngapain? katanya ada pekerjaan buat Letta?" tanya Letta langsung tanpa basa-basi.

Kaiden yang awal mulanya bermain game itu meletakan handphonenya di meja. Lalu ia menyedekapkan kedua lengan tangannya.

"Jadi lo mau gue kasih pekerjaan, hm?"

"Y-ya ... soalnya tadi Kai bilang gitu ... tapi setelah sampai disini Aku engga tau harus ngapain."

Kaiden menggelengkan kepalanya, "Bener-bener ya cewek satu ini."

"Saat lo diciptain, Tuhan nyiptain lo dari apaan si?"

"Tanah," jawab Letta singkat, padat, dan jelas.

Kaiden terdiam dan tidak bisa berkata-kata. Teman-temannya pun juga dibuat kaget dengan Letta. Seorang Kaiden kalah dalam hal berbicara dan membuatnya terdiam. Ini adalah momen langka. Tidak ada yang berani berbicara dengan Kaiden dan Orang-orang selalu kalah saat berbicara dengan Kaiden. Tetapi kali ini tidak. Malahan Kaiden yang kalah sampai-sampai ia terdiam dan tidak bisa berkata-kata. Now he was speechless, guys!

"Damn. Gue kalah sama cewek."

***

Setelah beberapa menit kemudian, Kaiden mengangkat bicara. Ia melihat Letta yang diam dan tidak tahu harus melakukan apapun. Kaiden sebenarnya mengajak Letta ke kelasnya juga karena Kaiden tidak ingin babunya pulang terlebih dahulu sementara majikannya belum pulang.

"Kesini, Letta."

Letta melihat Kaiden dan memiringkan kepalanya. Ia ingin tahu lebih jelas untuk apa ia dipanggil. Segala sesuatu harus ada kejelasan dan penjelasannya. Jika tidak ada penjelasannya maka Letta tidak mau melakukannya.

"Tangan lo nganggur kan?" tanya Kaiden, lalu Letta mengangguk.

"Kepala gue pusing, sementara gue main hp tugas lo nyembuhin kepala gue."

Letta mengebrak meja pelan, lalu ia berdiri. Bukannya tidak terima tetapi ia terlalu terkejut. Letta tidak bisa, tidak bisa melakukan hal ini. Salah gerakan sedikit saja sudah membuat Letta merinding. Letta menggelengkan kepalanya, apa yang kamu pikirin sih, Letta?

"Come here, bocil!"

Semakin dibuat merinding oleh Kaiden. Ini lebih horor daripada uji nyali di tempat angker. Letta kenapa ditakdirkan bertemu dengan orang yang seperti ini. Sangat diluar nalar sekali.

Kaiden tersenyum licik, "Lo ga mau? mau sesuatu yang lain?"

Saat ucapan itu keluar dari mulut Kaiden, Letta langsung menggeleng cepat. Ia lalu beranjak ke belakang Kaiden. Ragu-ragu untuk menyentuh kepalanya, Letta masih berpikir...

Kaiden meraih tangan kanan Letta dan meletakannya di kepalanya. "Kenapa ragu-ragu, hm?"

Kaiden meraih tangan kiri Letta lalu meletakkannya juga di kepalanya. Letta sekarang masih terdiam, badannya seketika membeku ditempat. Seperti sebuah tangan yang dicelupkan ke dalam air dingin dari kutub utara. Letta pasrah dan menyerah, ia tidak ada pilihan lain lagi selain menuruti Kaiden. Letta harus menjadi babu yang baik agar tidak diterkam!

Letta perlahan-lahan menggerakan tangannya untuk membelai kepala Kaiden. Ia ingin memijat kepala Kaiden tapi takut jika pijatan Letta keras, jadi Letta memutuskan untuk mengelus-elusnya saja. Sedangkan Kaiden, ia menikmatinya. Sangat ... sangat menikmati ini. Belaian Letta yang lembut dengan tangan kecilnya itu membuat hal itu menjadi nyaman. Sehingga rasanya ingin lebih dari ini. Kaiden juga menjadi tenang, aman dan tentram bermain handpone. Teman-temannya lainnya hanya menyaksikan hal ini dengan percaya tidak percaya.

Letta menyudahi membelainya, Letta sudah lelah. Saat Letta beranjak pergi, Kaiden memegang lengan tangan Letta tapi mata Kaiden masih menghadap handphonenya.
"Mau kemana? emangnya gue udah nyuruh lo udahan?"

Letta menggeleng, "Letta capek Kai."

"Terus?"

"Letta mau istirahat sebentar, 10 menit aja."

"5 menit."

"7 menit?" tanya Letta lagi.

"3 menit."

"10 jam!"

"Wah, makin ngelunjak ya."

Handphone Letta tiba-tiba berdering disaat perdebatan diantara Letta dan Kaiden berlangsung. Akhirnya deringan handphonenya menyelamatkan dirinya. Letta langsung mengambil handphonenya lalu ia mengangkat telepon itu. Setelah beberapa saat Letta berbincang-bincang ia lalu mematikan teleponnya. Telihat jelas sekali kesenangan di wajah Letta. Karena apa? karena kakaknya menyuruhnya pulang. Sungguh, kakak Letta adalah penyelamat Letta. Sehingga Letta bisa terbebas dari sini. Itu yang dipikirkan Letta, sebelum...

Kaiden terus melihat Letta. Bahkan dari Letta mengangkat telepon itu, Kaiden sudah menatap dirinya. Tatapan Kaiden yang tidak lepas dari Letta. Saat temannya, Teeja memanggilnya dan menanyakan sesuatu tapi Kaiden hanya menjawabnya tanpa memalingkan muka dan tanpa melihat ke arah lain selain melihat Letta yang sibuk dengan seseorang di telepon.

"Kai," panggil Letta.

Kaiden menatap mata Letta. "Hm?"

"Aku boleh pulang? Kakakku menyuruhku pulang, sekarang."

Kaiden menggelengkan kepalanya. Letta yang sudah berharap ia akan diizinkan untuk pulang itu.. harapan itu seketika menjadi luntur, begitu juga dengan senyum Letta.

"Lo mau pulang?" tanya Kaiden. Letta menjawab itu dengan penuh semangat, "Yes yes, Kai!"

Kaiden hanya bisa terkekeh pelan melihat tingkah Letta. "Lo boleh pulang, tapi asal Lo ga sendirian."

"Bener kata Kaiden, kamu bisa minta salah satu dari kita buat nganterin kamu. Kita siap 45." ucap Kalingga.

"Ah ... tidak, tidak usah kok. Gapapa, aku bisa pulang sendiri."

"Nurut!" Sepatah kata yang keluar dari mulut Kaiden. Itu membuat Letta ngeri. Nada yang tegas dan juga menuntut serta memaksa itu secara bersamaan keluar.

"Mau pulang bareng Naren?" tanya Narendra.

Letta berpikir, pulang dengan Naren bisa juga. Secarakan Narendra teman sekalasnya. Daripada menolaknya bisa-bisa nanti Letta disinisin sama Kaiden. Lebih baik menerima ajakan Narendra. Gapapa, Narendra orang yang baik. Letta sudah yakin itu. Letta pernah menjadi teman satu kelompok, beberapa kali tapi tidak terlalu sering... Narendra yang act of service itu selalu membantu Letta saat tugas kelompok.

Ia mengangguk menyetujui ajakan Narendra. Narendra lalu juga menangapi dengan anggukan dan senyuman. Narendra memgambil jaketnya lalu memakainya. Sementara itu Letta mengambil tas, mencangklongkan tasnya sambil menunggu Narendra. Narendra mengambil kunci motornya. Setelah itu mengkode agar Letta memgikutinya. "Ayo, Letta." Letta mengangguk sebagai jawaban.

Saat sampai di depan pintu, Letta melihat ke belakang dan mata Letta tertuju ke arah mereka. "Aku pulang dulu ya, bye-bye." ucap Letta dengan senyuman manis yang terukir di wajahnya sembari memberi lambaian tangan kepada mereka.

"Bye Letta, datang lagi ya!" Letta mengangguk di akhir sebelum Letta melangkahkan kaki terakhirnya keluar dari kelas.

***

just take it easy while reading it, enjoy~

aku mengucapkan terima kasih dan sekian.

see u, babe! ✩

TRAPPED IN DANGEROUS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang