Chapter 2 - Perhatian

117 62 19
                                    

Bel tanda dimulainya pelajaran pertama akhirnya berbunyi pada pukul tujuh lewat empat puluh lima menit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bel tanda dimulainya pelajaran pertama akhirnya berbunyi pada pukul tujuh lewat empat puluh lima menit. Mitha segera duduk di tempat duduknya dan mengeluarkan perlengkapan tulis dan buku pelajarannya.

Melihat Mitha yang tidak terlambat di pagi ini membuat Lisa sebagai sahabat Mitha yang duduk sebangku dengannya, menggodanya.

"Cie, tumben enggak terlambat."

"Memangnya gue selalu terlambat, gitu? Kan, enggak." Mitha mengelak.

"Ah, biasanya juga terlambat. Cuman sesekali aja tahu, lo nggak terlambat."

"Bawel, ah!" ujar Mitha kesal.

Lisa hanya terkekeh ketika melihat Mitha tampak kesal. Ia merasa sangat senang menggoda sahabatnya itu.

Pelajaran demi pelajaran pun dilalui Mitha dengan wajah mengantuk. Ia sangat bosan dengan pelajaran Sejarah yang sedang berlangsung. Rasanya ia ingin membaringkan tubuhnya dan tidur kembali di kasur empuknya. Namun, ia tidak mampu melakukan itu karena saat ini sedang berada di dalam kelas. Ia hanya dapat bersabar hingga bel istirahat terdengar.

Sebuah remasan kertas tiba-tiba mengenai kepala Mitha. Ia langsung melihat ke arah belakang untuk mencari pelakunya. Terlihat olehnya, Rino yang tampak menahan tawa. Sudah jelas, Rino yang melemparinya kertas.

Mitha mengambil remasan kertas yang telah terjatuh ke lantai dan membaca tulisan di sana ketika melihat Rino memberinya isyarat untuk membaca tulisan dibalik remasan kertas itu.

Rasa mengantuk yang menyelimuti dirinya langsung tergantikan dengan kekesalan setelah melihat tulisan ceker ayam Rino serta gambar seekor babi.

Jangan tidur kalau enggak mau dipanggil big baby.

Mitha meremas kembali kertas di hadapannya. Berbalik menatap Rino dengan tajam. Laki-laki itu tampak mengalihkan pandangannya dan berpura-pura tidak menyadari Mitha yang melihatnya.

***

Waktu terus berlalu. Bel istirahat akhirnya terdengar. Tiba juga saat di mana mereka yang lapar dapat memanjakan perut dengan menyantap makanan di kantin.

"Ke kantin, yuk!" ajak Lisa.

"Enggak, ah!" tolak Mitha sambil menggeleng, "mager."

"Aduh, ini anak ... apa yang enggak mager, sih?"

"Tidur," balas Mitha sambil cengegesan.

"Temani gue aja kalau gitu."

"Kemarin gue tidur larut karena nonton drama korea. Mau tidur di kelas aja selama-" Apa yang mau diucapkan Mitha mendadak terhenti saat terdengar suara perutnya yang berbunyi.

"Nah, tuh! Lapar juga kan, lo? Memangnya tadi sempat sarapan? Enggak, kan?"

"Ada sempat makan roti, kok."

"Mana kenyang! Udah, ayo!" Tanpa berlama-lama lagi, Lisa langsung menarik tangan Mitha agar gadis itu segera beranjak dari tempat duduknya.

"Ya udah, deh, iya," balas Mitha pasrah sambil mengikuti Lisa ke kantin.

Saat tiba di kantin, keadaan sudah ramai. Hal yang kurang disukai Mitha adalah berdesakan saat membeli makan. Ia paling malas jika harus berdesakan dengan orang banyak hanya karena mau membeli makan.

"Aduh!" Mitha terdorong ke belakang karena orang di depannya tiba-tiba memberi jarak dengan orang yang di hadapannya. Beruntung, ada yang menahannya agar tidak hilang keseimbangan. Rino muncul dan memegang kedua bahunya.

"Enggak apa-apa?" tanyanya pada Mitha.

"Ah, iya, enggak apa-apa."

"Lo mau makan apa? Biar gue sekalian pesan."

"Nasi soto."

"Oh, oke. Ditunggu, ya!"

Mitha tampak mengangguk, meskipun sudah tidak terlihat oleh Rino. Lelaki itu langsung berhambur pergi menerobos keramaian.

Lisa yang tanpa sengaja melihat kejadian tadi, tersenyum.

"Cie, yang dipesanin," goda Lisa ketika mendekati Mitha.

"Apaan, sih?" Mitha tampak tersipu. Hatinya sedikit berbunga. Kejengkelannya pada Rino saat pelajaran Sejarah tadi menghilang.

"Lo sama Rino belum jadian?"

"Kita cuman teman, kok."

"Tapi apa arti dari segala perhatiannya, tuh? Ehem."

"Udah ah, cari tempat duduk dulu, yuk!" Mitha mengalihkan pembicaraan sambil berjalan menuju sebuah meja dan kursi kosong.

Tidak perlu menunggu lama, Mitha telah mendapatkan pesanannya.

"Thanks," ucapnya ketika Rino meletakkan nasi soto pesanannya di hadapannya

"Ada hal penting yang mau gue bicarakan nanti sepulang sekolah. Begitu bel, langsung temuin gue, ya!"

Setelah mengucapkan itu, Rino tampak berlalu. Mitha hanya dapat mengerjap-ngerjapkan matanya karena bingung.

Rino selalu menunggunya di depan gerbang sekolah untuk pulang sekolah bersama. Namun, entah kenapa, sepertinya hari ini akan berbeda dengan hari-hari sebelumnya.

"Wah ... keknya Rino mau nembak lo!"

***

[SUDAH TERBIT] Akhir PenantianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang