Chapter 3 - Suka

91 50 16
                                    

Selama pelajaran olahraga berlangsung, Mitha benar-benar tidak fokus

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selama pelajaran olahraga berlangsung, Mitha benar-benar tidak fokus. Ia kembali teringat dengan ucapan Lisa saat di kantin tadi.

"Wah ... keknya Rino mau nembak lo!"

"Enggak mungkin, ah," elak Mitha.

"Kenapa enggak mungkin? Lagian lo juga suka sama dia, kan?"

"Kan udah gue bilang, kalau Rino tuh hanya teman kecil gue. Kita udah tetanggaan sejak SD. Selalu sekelas."

"Berarti lo udah sekelas sama dia ... sepuluh tahun?!" Lisa tampak tidak percaya jika sahabatnya bisa berteman selama itu dengan seorang lelaki. Berdasarkan kamus kehidupan, tidak ada persahabatan atau pertemanan antara perempuan dengan lelaki. Salah satunya pasti memiliki perasaan lebih.

"Tujuh tahun. Gue baru kenal dan sekelas sama Rino saat kelas empat. Saat itu, dia baru pindah ke sebelah rumah gue," jelas Mitha.

"Dan selama itu ... lo enggak ada perasaan sama Rino? Serius?"

Bohong. Mitha telah menaruh hati pada Rino sejak kelas 5 SD. Ia hanya malu jika harus mengatakan yang sejujurnya di depan Lisa. Ia bahkan berharap bahwa apa yang diucapkan Lisa terjadi. Rino menyatakan perasaannya dan mereka pacaran.

Mungkin Mitha telah menyukai Rino tepat di saat itu ....

Saat ia dan Rino bersepeda kala itu. Ketika ia masih belum mengerti apa itu perasaan cinta.

Rino yang telah mahir bersepeda mengajarinya yang menginginkan bisa bersepeda dengan lancar.

"Ngg ... goyang begini, apa enggak jatuh?"

"Enggak bakal jatuh, kok. Kalaupun Mitha jatuh, paling aku hanya tertawa," ucap Rino nakal.

"Ih, Rino jahat! Aku enggak mau lagi berteman sama Rino!"

Rio tergelak, "Bohong, kok. Kalau Mitha terlihat mau jatuh, aku akan berlari untuk menahannya."

"Jadi bakal dilepas, nih?" tanya Mitha takut.

"Iya, dong, kan enggak mungkin aku pegangin terus."

"Hm ... iya, sih."

"Kamu capek? Mau istirahat dulu?"

"Enggak, kok."

"Ya udah, kali ini aku enggak pegangin lagi, ya. Mitha jaga keseimbangan aja, oke?"

"Oke."

"Siap?"

Mitha menganggukkan kepalanya. Sementara Rino, ia tampak memberi aba-aba dengan hitungan.

"Tiga!" Ketika terucap angka tiga, Rino yang sejak tadi mendorong dari arah belakang dengan memegangi tempat duduk sepeda Mitha, pun melepasnya. Ia membiarkan Mitha mengayuh sendiri sepedanya.

Mitha tampak melaju dengan cepat.

"Aku bisa!" teriak Mitha.

"Akhirnya ...."

Setelah berkali-kali hampir terjatuh, kali ini ia bisa bersepeda dengan lancar. Semua karena Rino yang bersabar mengajari dan menemaninya bersepeda. Rino selalu membantu menyeimbangkan dirinya saat bersepeda dengan memegangi tempat duduk sepedanya sambil berlari di belakang.

"Rino, aku bisa! Lihat!" Karena kegirangan, Mitha berbalik sejenak untuk memanggil Rino agar memperhatikannya yang telah bisa bersepeda.

Malang, karena hal itu, Mitha jadi tidak memperhatikan depannya.

"MITHA, AWAS!" teriak Rino sambil menunjuk sesuatu.

Sebuah batu yang cukup besar tidak mampu dihindari Mitha, membuat gadis itu langsung tersandung dan terjatuh dari sepeda seketika.

Rino berlari mendekat. Tampak kecemasan di balik wajahnya.

"Mitha, kamu enggak apa-apa, kan?"

"Ah, enggak. Aku enggak apa-apa."

"Tapi kaki kamu ...,"

"Enggak apa-apa," potong Mitha.

Rino hanya diam dan berlalu meninggalkan Mitha. Panggilan dari gadis itu dihiraukannya, membuat sekelumit perasaan tidak karuan hadir menganggu Mitha dalam seketika.

Rino kenapa?

To be continue ....

[SUDAH TERBIT] Akhir PenantianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang