Chapter 6 - Murid Baru

63 36 10
                                    

Keesokan harinya, Mitha tampak bangun lebih awal ketika nabastala masih belum sepenuhnya dipenuhi oleh cahaya matahari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keesokan harinya, Mitha tampak bangun lebih awal ketika nabastala masih belum sepenuhnya dipenuhi oleh cahaya matahari. Ia telah bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah saat waktu masih belum menunjukkan pukul tujuh.

"Ma, Mitha pergi ke sekolah dulu, ya!" pamit Mitha sambil mencium pipi kanan Thalia.

"Sepagi ini? Tumben."

"Iya, nggak apa-apa, kan?"

"Kamu memangnya udah sarapan?"

"Udah, Ma," balas Mitha sambil mengangguk. Setelah selesai makan satu roti, Mitha menghampiri mamanya ke dapur dan berpamitan.

Pagi ini, ia coba bangun lebih awal agar dapat berangkat bersama Rino ke sekolah. Biasanya, mereka hanya pulang bersama dari sekolah karena untuk berangkat bersama, Mitha sulit menyamakan waktu dengan Rino yang sering bangun pagi dan berangkat awal.

Benar saja, Rino tampak berjalan ke arah halte. Ternyata Rino memang selalu berangkat sepagi ini ke sekolah untuk menghindari menaiki bus yang penuh.

Mitha segera berlari mengejar Rino sambil memanggil laki-laki itu.

"Mitha?"

"Hai," sapa Mitha ceria.

Setelah berhasil menyamakan langkah dengan Rino, mereka pun jalan bersama. Namun, Rino terlihat tidak seperti biasanya. Wajahnya seolah memendam sesuatu.

Menyadari itu, Mitha lantas bertanya, "Rino, lo kenapa?"

Rino tidak menjawab, ia hanya menghentikan langkahnya.

"Gue ...." Rino memberi jeda yang cukup lama, membuat Mitha terlihat penasaran.

"Ada apa?"

"Gue bakal pindah ke Australia minggu depan."

Jantung Mitha seperti berhenti berdetak. Sepatah katapun tak mampu terucap. Air matanya tiba-tiba mengalir turun. Rasanya, perasaannya mendadak sesak.

Ketika ia merasa bahagia karena pada akhirnya ia mengetahui fakta bahwa Rino mempunyai perasaan yang sama dengannya meskipun akan pindah sekolah dan berpisah, ia tidak menyangka bahwa Rino akan pindah secepat ini. Mitha tidak menginginkan waktu perpisahannya dengan Rino secepat ini.

Mitha berlari pergi meninggalkan Rino. Panggilan Rino, ia abaikan. Ia terus melangkah pergi dan membiarkan perasaannya agar lebih tenang.

***

Hari-hari berlalu. Sejak saat itu, Rino tidak pernah lagi menghubungi Mitha. Rino bahkan tidak berusaha mengejar Mitha dan menjelaskan alasan mengenai kepindahannya yang tiba-tiba. Ketika bertemu, mereka berdua pun tidak saling menegur sapa. Rino tidak menegur Mitha, dan Mitha pun terlihat selalu memalingkan wajahnya dari Rino ketika berpapasan.

"Mitha, gue lihat akhir-akhir ini lo murung, gitu?" Citra-sahabat Mitha yang duduk di depan Mitha menyadari perubahan gadis itu. Selama empat hari ini, Mitha tidak terlihat ceria dan bersemangat.

"Kalau lo ada masalah, lo bisa cerita ke kita," ujar Citra sambil menepuk pelan punggung Mitha, "Ya kan, Lis?"

Mitha hanya diam. Perasaannya semakin kalut. Tinggal beberapa hari lagi, Rino akan pergi jauh.

Jam masuk akhirnya terdengar. Pak Hartawan tampak masuk ke dalam kelas, tetapi bersama seseorang.

"Hei, Pak Hartawan udah datang, tuh!" ujar Lisa pelan sambil menyikut lengan Mitha, mencoba menyadarkan teman sebangkunya yang tampak bengong.

"Ah, iya ...."

"Sebelum kita mulai pelajaran hari ini, Bapak akan memperkenalkan seseorang," tegas Pak Hartawan, "Nah, Rangga, silakan!"

"Nama gue Rangga Prasetya, sebelumnya tinggal di kota Bandung. Salam kenal."

Lelaki yang berdiri di sebelah Pak Hartawan sedikit membungkukkan badannya ketika mengakhiri perkenalannya.

"Mulai hari ini, Rangga akan menjadi teman kalian. Oleh karena itu, bersahabatlah dengan Rangga dan bantulah dia ketika ia sedang mengalami kesulitan."

Beberapa murid di dalam kelas mengiyakan ucapan Pak Hartawan, beberapa lainnya memberi anggukan kecil.

"Baik, kamu dapat duduk di sebelah sana!" ujar Pak Hartawan seraya menunjukkan tempat duduk Rangga tepat di sebelah Mitha.

Kenapa di pertengahan semester seperti ini masih ada murid baru segala, batin Mitha tak karuan.

***

Saat bel istirahat terdengar, Mitha menemani Lisa pergi ke kantin untuk membeli makan. Mitha duduk di salah satu kursi kosong menunggu sahabatnya yang memesan makanannya.

Rangga tiba-tiba mengambil tempat duduk di depan Mitha. Ia langsung menghampiri Mitha ketika mendapati gadis itu duduk di sana seorang diri.

"Hai. Mitha, kan?" sapa Rangga.

"Lagi senggang, nih? Teman-teman lo ke mana?" lanjut Rangga bertanya ketika Mitha hanya diam dan sibuk dengan ponselnya.

Mitha hanya menyeruput teh yang dibelinya, mencoba menghindari pertanyaan Rangga. Ia merasa tidak nyaman didekati orang yang baru dikenalnya.

Rangga tersenyum. Ia menatap lekat gadis di depannya. Mitha menyadarinya, tetapi ia tidak mampu berkata apa-apa. Ia hanya berharap agar Lisa segera datang dan membawanya pergi.

"Lo nggak berubah, ya!"

Satu pernyataan Rangga mampu membuat Mitha yang semula menghindari kontak mata dengan Rangga, menjadi menatap laki-laki itu.

Maksudnya apa?

"Ng, gue ke kelas dulu, ya! Teman lo udah datang," ujar Rangga sembari beranjak dari tempat duduknya.

"Hei!" Lisa menyadarkan Mitha yang terlihat melamun. Gadis itu tampaknya memikirkan maksud dari ucapan Rangga, seolah bahwa laki-laki itu pernah bertemu dengannya.

"Ngapain lo bengong kayak gitu?" tanya Lisa sambil duduk di sebelah Mitha dan memberikan pesanan gadis itu.

"E-enggak, kok!" elak Mitha.

"Tadi itu Rangga, bukan?"

"Bukan. Perasaan lo aja mungkin," bohong Mitha agar tidak ditanya lebih banyak oleh Lisa. Sahabatnya itu bisa mendadak menjadi wartawan kalau merasa ada sesuatu yang menarik untuk diketahui.

"O, ya? Ya udah, yuk, makan!" ujar Lisa yang kemudian mulai menyantap nasi kari pesanannya.

***

Malam sudah cukup larut, tetapi Mitha masih terjaga. Ia tidak dapat terlelap saat mencoba tidur. Ketika matanya dipejam, ucapan Rangga saat istirahat tadi langsung terlintas di pikirannya. Padahal besok harus bangun pagi untuk ke sekolah, tetapi pernyataan Rangga mampu mengusik pikirannya.

Memangnya kita udah pernah bertemu?

***

[SUDAH TERBIT] Akhir PenantianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang