"She is sugar, curiosity, and rain."
- E. Lockhart - We Were Liars -
Di satu sudut dapur mungil, gadis kecil itu duduk tenang. Hidungnya mengendus aroma adonan roti yang tengah diuleni dan harum donat-donat dalam penggorengan. Ia menelan ludah. Sadar bahwa perutnya sudah keroncongan karena sejak pulang sekolah tadi belum terisi apa pun.
Kedua mata gadis itu tak lepas dari sosok ibunya yang dengan cekatan mencampur-campurkan bahan-bahan ke baskom besar.
"Ibu," panggilnya lirih.
Ia tak berani bersuara lebih keras. Takut kena marah. Ibunya kadang-kadang cerewet meskipun sebenarnya tidak galak. Ini hari pertama ibunya bekerja. Kata Tante Eva, orang yang bekerja bersama ibunya, ia boleh ikut ke dapur karena di rumah tidak ada siapa-siapa yang menjaganya. Ayahnya baru pulang kerja menjelang malam. Asal tidak nakal, ia boleh ikut. Ia pun menurut.
Di rumah ini, ibunya bekerja bersama Tante Eva yang baru saja merintis usaha katering kecil-kecilan. Hari ini mereka sedang membuat berlusin-lusin donat. Sudah dua jam gadis kecil itu duduk diam menunggu, tapi pekerjaan ibunya belum ada tanda-tanda akan selesai.
"Ibu!" panggilnya sekali lagi. Kali ini lebih keras. Usahanya berhasil, ibunya menoleh. Wanita itu lantas meninggalkan pekerjaan dan menghampiri gadis kecil yang masih berusia lima tahun itu.
"Ya, sayang?" tanyanya seraya mencium kening anak kesayangannya. Tangannya masih belepotan adonan, padahal ia ingin memeluk anaknya yang sudah bersabar menunggu sedari tadi.
"Ibu, Karmel lapar," rengek si gadis kecil takut-takut.
"Oh, Sayang. Tunggu sebentar ya," jawab ibunya sambil berlalu. Tak lama kemudian wanita itu kembali dengan sepiring donat hangat dan segelas susu cokelat. Diletakkannya makanan itu di hadapan putrinya.
Senyum gadis itu merekah. Kemudian ibunya pergi lagi ke dapur dan kembali lagi dengan sebuah baskom berisi gumpalan adonan. Gadis kecil itu memiringkan kepala dan memasang wajah bingung.
"Maafkan Ibu ya. Pekerjaan Ibu masih lama. Karmel makan donat ini dan minum susu dulu. Satu jam lagi kita makan siang bersama. Nanti kalau Karmel bosan, Karmel mainan ini aja. Ini adonan yang gagal Ibu buat. Boleh Karmel mainkan biar nggak bosan," jelasnya sambil menunjuk gumpalan adonan dalam baskom.
Gadis kecil itu mengangguk. Kucirnya bergoyang-goyang lucu. Setelah ibunya kembali ke dapur untuk melanjutkan pekerjaan, ia mulai melahap donat yang sedari tadi hanya bisa dicium aromanya.
Setelah donat dan segelas susu tandas, gadis itu sibuk memain-mainkan gumpalan adonan dalam baskom seperti yang disuruh ibunya. Ia membuat bulatan-bulatan kecil seukuran kelereng. Membentuknya menjadi kotak persegi, menjadikannya pipih kemudian memberi dua titik kecil pada adonan pipih itu menjadi sepasang mata dan membentuk wajah manusia.
Ia senang sekali hingga tidak lagi merasa bosan. Sesekali ia melirik ke arah ibunya dan Tante Eva yang masih sibuk bekerja. Ia senang melihat mereka berdua memasak. Apalagi ia tahu bahwa masakan ibunya sangat enak. Dalam hati, diam-diam ia merapal doa. Suatu hari ia harus pandai memasak seperti ibunya dan Tante Eva.
Karmel kecil masih asyik memainkan adonan hingga tidak menyadari anak laki-laki seusianya memasuki dapur sambil berlari-lari memainkan pesawat.
"Ngeeeeeeng... Zzzzzz.... Ciuuuuu...!"
Gadis itu baru menyadari kehadiran anak laki-laki itu setelah mendengar keributan dari dapur. Bunyi berisik baskom-baskom yang terbuat dari stainless steel jatuh ke lantai disusul dengan suara teriakan Tante Eva.
YOU ARE READING
CARAMELLOVE RECIPE (SUDAH TERBIT - GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA 2018)
Teen FictionGawat! Satria kena tifus. Cowok itu pingsan tepat di akhir babak penyisihan awal Teen Cooking Competition. Padahal tiga hari lagi, Karmel dan Satria harus mengikuti babak dua puluh besar. Mau tidak mau sesorang harus menggantikan posisi Satria. Miss...