🧀06, sisi lain Dean

51 19 1
                                    

Malam harinya.

"Dede mau makan gak? Kalo mau makan, ayam yang tadi siang digoreng lagi aja."

"Iya, Ma. Nanti aja. Mama duluan yang makan."

"Yaudah. Kalo butuh apa-apa, Mama ada di kamar ya."

Fani tidak membalas lagi perkataan Elisa. Melirik sedikit saja tidak. Sampai Elisa pergi dari kamarnya pun Fani tetap fokus pada benda yang baru-baru ini ia favoritkan.

Cewek itu sibuk membaca buku novel yang tadi siang dibelikan oleh Dean. Ia baru tahu cerita versi novelnya ternyata lebih bagus dibanding cerita aslinya yang belum direvisi oleh si pengarang. Fani sampai ketagihan bacanya, bahkan waktu makan malam saja sengaja ia lewatkan saking fokusnya membaca buku.

Lagipula ia tidak selera makan. Rasanya malas untuk sekadar menggoreng ayam---yang tadi siang ia beli bareng Dean setelah selesai membeli buku di gramedia.

Mood Fani saat ini sangat bagus daripada hari-hari biasanya. Tetapi, kalau kegiatan membaca bukunya diganggu, moodnya pasti akan hancur secepatnya, entah kapan kembali membaik.

"FANTAAAAAAT!"

Ah, tidak, jangan lagi.

Fani menoleh ke arah jendela kamarnya yang terbuka. Ck, pantas saja tetangganya mengetahui jika ia sedang berada di dalam kamar. 

Dean tersenyum lebar di seberang sana sambil melambaikan tangan ke arahnya. Memandang Fani yang raut wajahnya sudah berubah, kusut seperti biasa.

Sial, moodnya menurun sekarang.

"Gue ke situ ya!" Ujar Dean kemudian menghilang dari pandangan Fani. Pasti Dean sedang berlari ke balkonnya untuk segera melompat ke balkon milik Fani.

Sedangkan alis Fani bertaut tak suka. Cewek itu meletakkan novel yang sudah ditandai halaman berapa ia terakhir kali membaca ceritanya.

Fani melirik kucingnya yang sedari tadi tidur di sebelahnya. Ia membawa Bubu ke pangkuannya, lalu menggenggam tangan mungil berbulu itu. Dengan terkejut, Bubu pun terbangun. "Bubu, gimana ini...? Ck! Orang itu pengen ke sini lagi masa. Padahal aku mau ngabisin waktu malem ini buat baca novel. Emang annoying banget dia." Katanya mengajak Bubu untuk mengobrol.

Suara hentakan kaki beralas sendal karet tiba-tiba memasuki indera pendengaran Fani. Pasti sebentar lagi Dean akan menuju ke sini.

"Ah, percuma, lo bisanya meong-meong doang." Kesal Fani sambil memindahkan Bubu ke tempat awal. Kucing berbulu abu-abu itu hanya diam memandangi tuannya, lalu menggaruk-garuk telinga sesuai apa yang selalu dilakukan kucing setiap baru bangun tidur.

Dasar Fani, waktu tidur Bubu kan jadi terganggu.

Cklek!

"Hai, Fan."

Fani memejamkan mata seraya mengambil napas dalam-dalam. Ia berbalik badan, menatap Dean yang sudah berjalan ke arahnya dengan santai tanpa melepas sendal karetnya, bahkan pintu balkon saja sengaja tidak ditutup oleh Dean.

"Assalamualaikum dulu kalo masuk ke rumah orang tuh."

"Waalaikumsalam."

"Kok malah lo jawab sih? Harusnya lo praktekin!"

"Kan salam itu wajib dijawab, Fan."

Y-ya tidak salah sih. Tapi tetap salah!

Fani memandang Dean kesal. Cowok itu kini merebahkan dirinya di atas kasur milih Fani, kemudian dirinya bermain-main dengan Bubu yang sedang tertidur nyenyak.

Lagi-lagi sendal karet itu masih belum lepas dari kakinya. Kenapa Dean selalu menyebalkan?

Fani beranjak dari kasurnya. Menunjuk-nunjuk wajah tengil Dean dengan tangan yang satunya berada di pinggang. "Lo bisa gak sih gak bikin ulah? Sehariiii aja. Gue gak tahan plis."

Tetangga Kok Gitu? || Lee Know [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang