Makan malam di rumah Aldo ternyata dihadiri banyak orang. Rata-rata berpakaian nyentrik seperti Margareth. Pesta ini sengaja diadakan karena besok pameran lukisan Margareth akan diadakan di Galeri Nasional.
Rumah Margareth sangat besar terdiri dari dua lantai. Lantai utama dijadikan galleri dan ruang workshop. Lantai dua sepertinya kamar tidurnya. Di belakang rumahnya ada halaman luas tempat pesta diadakan. Dia langsung mengenali Reyn begitu menyapanya.
"Rumah sebesar ini kenapa kamu malah milih tinggal di apartemen, Do?"
"Yaahh... aku hanya tidak ingin mengganggu Ibuku. Lagipula apartemen itu kubeli dari hasil jerih payahku selama bekerja di London."
"Kamu pernah bekerja di London?"
"Iya. Waktu itu Ibuku belum sukses seperti sekarang. Aku dikirim ke rumah kakak lelaki tertuanya di London. Aku bekerja dan sekolah di sana. Kira-kira 3 tahun lalu aku kembali ke Melbourne."
Mereka duduk di sofa merah.
"Ibuku ingin aku menjadi orang yang berhasil. Semenjak bercerai dengan Ayahku, dia bertekad memperlihatkan kepada mantan suaminya itu kalau dia bisa merawat dan membesarkanku dengan baik. Looks like revenge, right?" Aldo tersenyum getir.
Reyn memerhatikan dengan seksama.
"Aku bercerita seperti ini hanya untuk orang tertentu saja. Orang yang dekat denganku tak akan kuceritakan. Orang jauh ketika kuceritakan, dia tidak akan terus bersamaku, khan? Maka aku merasa aman saja. Lagipula Ibu sudah bercerita tentang perceraiannya padamu." Aldo tertawa.
Reyn tersenyum.
"Bagaimana denganmu? Ada keperluan apa ke Melbs?" tanya Aldo.
Tidak seperti Aldo, Reyn tidak mudah bercerita dengan orang yang baru dikenalnya. Dia terbiasa menyimpan semuanya dalam diri sendiri. Sesuatu yang Mas Liam bilang tidak baik.
"Visiting my daddy. Maybe."
"Your Daddy lives in Melbs?"
"Yup. He's Melbournian."
"Are you serious? Wow! And your mom Asian?"
"Indonesian."
"She lives in here too?"
Reyn menggeleng pelan. "They got divorce."
Air muka Aldo berubah. "Im sorry."
"It's ok. It's been long time ago."
Keduanya terdiam.
Seperti takdir, keduanya memiliki situasi keluarga yang sama. Reyn tinggal bersama Ibunya, begitu juga dengan Aldo. Ada kata tak terucap yang seolah ingin mereka katakan tetapi hanya mengambang dalam angan saja.
"Kamu pasti senang ya tinggal bersama ayahmu lagi. Ayahku sendiri tidak tahu di mana keberadaannya. Ibu tidak pernah memberitahuku. Ayahku juga tidak pernah menghubungiku."
Reyn tidak menjawab. Keduanya terdiam sesaat.
"Kamu berapa hari akan di Melbourne sebelum pulang ke Indonesia?" tanya Aldo memecah keheningan.
"Mungkin hanya lima hari saja. Aku tidak bisa terlalu lama di Melbs." jawab Reyn.
"Wah sebentar sekali. Aku baru saja berencana mengajakmu ke Brighton atau Twelve Apostles. You know, aku tidak punya banyak teman di sini. I'm glad to meet you."
Seperti biasa, Reyn hanya tersenyum kecil. Besok dia harus mengurus surat-surat yang ditugaskan oleh Mama. Mungkin memerlukan waktu 2 hari. Hari keempat dia baru memutuskan untuk menemui Daddy. Hari kelima mungkin bisa jalan bersama Aldo sebelum dia pergi dari Melbourne.
"Mungkin hari Sabtu kita bisa mengunjungi Victoria Market atau ke Weribee." Reyn memberikan tawaran.
"Ok. Tapi kenapa kamu sebentar sekali di Melbs? Bukankah daddy mu ada disini? Aku pikir aku bisa mengajakmu mengelilingi Australia. Atau mungkin kantormu memberikan cuti yang sedikit, ya?" selidik Aldo.
"Aku sudah tidak bekerja." jawab Reyn.
"Lho, maksudmu?" Aldo heran.
"Aku sudah berhenti kerja."
"Kalau begitu, seharusnya kamu punya cukup banyak waktu untuk di Melbourne bukan?
Reyn tersenyum lagi. Dia tidak akan mau berlama-lama di sini jika tidak terpaksa. Dia akan pergi sesegera mungkin begitu urusannya beres.
"Aku berencana travelling sepulang dari sini." Reyn menjawab.
"Wow! Are you sure? Kamu mau kemana saja?" Aldo antusias.
"Tidak menentu sih. Tetapi tempat pertama yang kutuju Rusia. Dari sana aku tinggal menentukan mau kemana lagi." terang Reyn.
Aldo terlihat sangat tertarik dengan jawaban Reyn. "Wah, sudah lama juga aku tidak travelling keliling dunia. Apakah kamu berminat memiliki teman seperjalanan? Kita bisa share cost nantinya. Pasti akan lebih murah. Aku rasa aku cocok dengan mu." Aldo sedikit membujuk.
Reyn mungkin saja menerima Aldo sebagai travel mate nya untuk menghemat biaya, tetapi travelling berdua setahu Reyn hanya menghasilkan permusuhan di akhirnya.
Reyn belum sempat menjawab pertanyaan Aldo ketika Margareth datang menghampiri mereka.
"Wah... disini rupanya. Ayo kita ke dalam. Makan malam sudah siap. Reyn, kamu harus mencicipi dessert buatan Aldo. He's the king of dessert." Margareth menarik tangan Reyn.
Ketiganya kemudian berpindah ke ruang makan.
***
Mata Mama menatap Reyn. Tangannya menaruh sesuatu di tangan Reyn.
"Jika mama sudah tidak ada, kamu bawa surat-surat ini Mr. Petersen, ya. Dia yang akan mengurus semua isi surat mama ini."
Reyn tidak tahu apa isi surat itu. Dia kemudian hanya menaruhnya begitu saja di kamarnya.
Setelah Mama tiada, Reyn sebenarnya sudah tidak ingin berhubungan dengan siapapun lagi. Namun dia ingat surat yang pernah diberikan kepada Mama sebagai wasiatnya. Dia harus menyelesaikan dengan segera.
Mr. Petersen sudah Reyn hubungi via telepon. Teman Mama yang berprofesi sebagai pengacara itu sangat antusias ketika Reyn memberitahu bahwa Mama meninggalkan berkas yang harus diserahkan kepadanya. Tapi Reyn tidak bertanya lebih jauh tentang berkas itu. Dia hanya ingin segera mengurusi wasiat Mama.
Jadi Reyn ke Melbourne sebenarnya bukan untuk mengunjungi Daddy. Kebetulan saja pada saat itu Mbak Anne memberitahu Reyn bahwa Daddy menyuruhnya untuk datang. Andaikan bukan karena wasiat Mama, Reyn tentu tidak akan datang.
***
YOU ARE READING
THE JOURNEY
AdventureKehidupan adalah sebuah perjalanan.... Kata itulah yang akhirnya membawa Reyn memutuskan untuk meninggalkan zona nyamannya untuk pergi travelling. Dalam perjalanannya dia bertemu dengan Aldo yang akhirnya keduanya memutuskan untuk traveling bersama...