THE BOARDING

7 0 0
                                    

"Mas Liam??!!"

Reyn terkejut ketika membuka pintu rumah. Di hadapannya ada Mas Liam yang terlihat kusut dan berantakan. Dan.... darah kering yang menempel di bibirnya.

"Bantu, Mas, Reyn..." Mas Liam hampir saja roboh sebelum Reyn menangkapnya dengan cepat.

Reyn langsung memapah Mas Liam menuju kamarnya. Dia membersihkan luka Mas Liam dan menunggunya hingga sadar.

Perlu waktu semalaman untuk Mas Liam kembali tersadar. Saat matanya terbuka keesokan harinya, Reyn memberinya senyum paling lebar. Sudah hampir dua tahun Mas Liam meninggalkan rumah tanpa kabar. Bahkan ketika Mama meninggal, Mas Liam tidak ada. Lalu bagaimana tiba-tiba dia bisa muncul kembali ke rumah ini. Reyn sangat bahagia sekali. 

Mas Liam melihat Reyn dan memandangnya. Tangannya lalu memegang pipi Reyn dan dia menangis!

"Reyn.... Mama sudah pergi ya?" tangis Mas Liam tak tertahankan lagi.

Reyn berusaha menahan tangisnya tetapi dia tidak bisa. Jadi dia hanya membiarkan air matanya mengalir begitu saja tanpa perlu dia bisa kendalikan.

Setelah itu Reyn menceritakan apa saja yang dikatakan Mama, termasuk ketika Mama memintanya untuk meminta maaf kepada Mas Liam. Mendengar itu tangis Mas Liam semakin keras. Dia merasa bersalah karena tidak bisa bersama Mama di saat terakhirnya. Mas Liam lah orang yang paling Mama khawatirkan. 

Reyn juga membawa Mas Liam ke makam Mama. Mas Liam berhenti lama di makam itu. Dia seolah ingin menumpahkan segala rasa yang dimilikinya. Reyn melihat perubahan yang sangat drastis pada Mas Liam. Dia yang dulu ceria, mudah tertawa seperti hilang diganti dengan Mas Liam yang lebih suram dan murung.

Perlu waktu berhari-hari untuk mengembalikan Mas Liam seperti sedia kala. Reyn merawatnya dengan baik, mendukungnya dan selalu melayani apa yang Mas Liam mau. Dia juga tidak pernah meminta Mas Liam untuk bercerita kemana saja selama kepergiannya yang misterius. Reyn akan menunggu saja. Dia yakin akan ada waktu ketika Mas Liam berbicara dengannya.

Reyn meminta pada Mbak Anne agar menahan Mas Reno untuk tidak ke rumah dulu. Dia tidak ingin melihat Mas Liam kembali ke titik awal setelah segala usaha yang dia lakukan. Mbak Anne dapat memahaminya dan dia berhasil menahan Mas Reno untuk tidak menemui adik-adiknya.

Suatu malam seusai sholat Isya, Mas Liam lalu bercerita.

"Dek, maafkan Mas, ya. Kamu memang adik Mas yang paling bisa diandalkan. Mas sayang kamu."

"Lho, emang Mas salah apa?" 

Mas Liam langsung menjawil hidung Reyn.

"Mas telah memilih jalan yang salah." Mas Liam menundukkan wajahnya. "Mas ikut genk motor."

Reyn mendengarkan dengan seksama.

"Suatu ketika genk Mas berkelahi dengan genk lain dan dari situlah dendam berkelanjutan." lanjut Mas Liam.

Mas Liam terus bercerita kemana dan apa yang dia lakukan selama tiga tahun ini. Termasuk keinginannya menikah dengan seorang temannya. Tetapi orang tua wanita itu tidak menyetujuinya karena kondisi Mas Liam yang seperti ini. Hingga terjadi perang besar antar genk dan Mas Liam tidak sengaja menyebabkan seorang anggota genk lawan terbunuh.

"Dia ingin menusuk Mas dengan celurit yang dibawanya, tetapi Mas berhasil menghindar. Tapi tak disangka dia tersandung dan celurit itu mengenai tubuhnya. Sejak itulah genk itu mencari Mas karena dianggap membunuh anggotanya." terang Mas Liam lagi.

Aku bergidik mendengarnya.

"Sejak saat itulah Mas tidak dapat menggunakan ponsel lagi agar tidak diketahui keberadaan Mas. Mas rindu kamu dan mama, tetapi Mas juga tidak ingin menyusahkan kalian karena begitu genk itu tahu tempat tinggal Mas, maka mereka akan menyulitkan kalian."

Sekarang aku tahu kenapa Mas Liam tidak pernah menghubungi aku lagi.

"Mas minta maaf ya, dek. Mas hanya membebankan pikiran kalian saja. Seharusnya saat itu Mas bisa berpikir lebih jernih." suara Mas Liam tertahan.

Aku buru-buru memeluknya. "Semua sudah berlalu, Mas. Sekarang kita hadapi masa depan saja ya! Mas bisa kembali menjadi Mas Liam paling baik yang Reyn kenal."

Itulah pelukkan terakhirku untuk Mas Liam sebelum datang kejadian itu.

***

"Selamat tinggal Melbourne! See you when I see you!"

Pesawat yang kunaiki sudah berada di udara. Beberapa jam kedepan Reyn sudah akan berada di negara baru dan memulai petualangannya. Akan banyak kenangan yang tertinggal di belakang. Reyn hanya ingin menghirup udara ketenangan sesaat saja. Reyn ingin menangis sepuas-puasnya. Melepaskan beban yang dulu menghimpit dadanya. 

"Kenapa kamu menangis, dek?"

"Huhuhu...Aku diejek temanku cengeng karena gampang menangis, Mas."

"Dududu... kasihan adik Mas sayang. Tapi gak papa dik menangis. Menangis itu bukan berarti cengeng. Menangis itu tandanya hati Reyn masih baik karena mudah tersentuh. Lelaki juga boleh menangis kok. Tidak ada yang salah denagn menangis."

Mas Liam.

Carl dan Aldo mengantar Reyn sampai Tullemarine. Carl berjanji akan mencari waktu luang untuk menyusul Reyn. Aldo berangkat malam besok. Reyn sudah membuatkan itenary untuk mereka berdua.

Mbak Anne dan Mas Renno awalnya bersikeras mengantar tetapi Reyn menolak karena tidak ingin merepotkan. Daddy menelepon dan meminta maaf lagi tetapi Reyn menjelaskan sekali lagi bahwa tidak ada yang salah. Reyn akan berusaha berdamai dengan semuanya, hanya saja dia butuh proses. Tante Kira juga mengirimi pesan meminta maaf. Dia mengirim foto Bernie, yang jujur saja Reyn merasa melihat dirinya di waktu kecil. Dia dan Carl berjanji untuk mengajak Bernie berwisata. Entah kapan.

Pada akhirnya Reyn menikmati semua proses ini. Berpisah adalah kata yang menyakitkan tetapi semua berhasil dilaluinya dengan baik. Dia mulai menerima apa yang menjadi kekurangan orang lain, belajar memaafkan dan berdamai dengan dirinya sendiri. Akan ada masa Reyn mengenang ini semua dengan tawa dan senyuman.

***

"Reyn, ya?"

Seorang wanita tersenyum menghampiri Reyn. Wajahnya yang manis dibalut dengan kerudung putih yang menutupi rambutnya.

Reyn mengerutkan keningnya. Dia tidak pernah mengenali wanita yang dihadapannya.

"Saya Astika. Teman Liam." seolah menyadari kebingungan Reyn wanita itu langsung mengenalkan diri. Dia mengakupkan kedua telapak tangannya di depan dada.

Sosok Mas Liam menyergapnya pikiran Reyn kembali. Mas Liam tidak pernah menceritakan teman wanitanya, kecuali satu saat dia ...

"Saya hanya ingin meminta maaf atas nama keluarga saya. Tidak ada yang salah dengan Liam. Dia lelaki yang baik dan bertanggung jawab. Maafkan sikap Ayah saya saat Liam berkunjung ke rumah. Tetapi sesungguhnya saya selalu menerima Liam dalam keadaan apapun. Dia tidak akan pernah bisa saya lupakan." wanita itu menjelaskan dengan tenang wlaaupun ada getaran di suaranya serta genangan air di matanya.

"Mbak ini... Mbak ini..." Reyn terbata-bata.

"Iya, dek. Saya wanita yang dulu ingin dinikahi Liam." wanita itu tersenyum.

Reyn terkejut luar biasa. 

Kejadian di sore menjelang Maghrib itu terputar lagi. Lalu bayangan Mas Liam hadir di mimpi Reyn. Dia tersenyum lebar seperti biasa saat melihat Reyn. Ingin Reyn berlari mengejarnya, tetapi kakinya terasa berat. Reyn rindu pelukan hangat Mas Liam dan kata-kata lembutnya yang selalu menenangkan hati.

Air mata Reyn bergulir jatuh membasahi pipi.

***


You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 10, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

THE JOURNEYWhere stories live. Discover now