"REYYYN!!!!"
Mbak Anne menjerit saat melihat Reyn di muka pintunya. Dia menubruk Reyn dalam dekapannya, kemudian menyeretnya masuk ke dalam.
Reyn berjalan dengan enggan. Urusan keluarga ini bagi Reyn sudah tidak menarik semenjak Mama dan Mas Liam tidak ada.
"Berapa lama kamu di Melbourne? Kamu menginap di mana? Malam ini menginap di sini aja, ya. Mbak akan masakan makanan kesukaan kamu." mata Mbak Anne berbinar.
Reyn hanya tersenyum. "Aku gak lama mbak, hari Minggu sudah ada flight lagi."
"Loh, kamu mau? Mbak kira kamu akan lama stay disini."
"Gak mbak. Aku hanya ingin mengurusi wasiat Mama aja. Mengasih surat-surat ke Mr Petersen."
Mbak Anne terlihat prihatin.
"Mas Reno belum pulang ya, Mbak?" Reyn mengalihkan pembicaraan.
Mbak Anne menggeleng. Kedua bertemu dalam kecanggungan, walaupun Mbak Anne selalu berusaha menetralkan suasana.
"Terima kasih ya, dek, sudah mau kemari." Mbak Anne menahan air matanya.
Reyn sangat tidak suka dengan hal seperti ini. Mbak Anne menyaksikan semua apa yang terjadi padanya. Saat terakhir mama pergi, di rumah sakit itu hanya ada Reyn dan Mbak Anne.
***
"Reyn.... Masuk! Mama ingin bicara dengan kamu."Mbak Anne memanggil Reyn saat sedang duduk melihat matahari terbenam di luar kamar Mama.
Reyn tergopoh-gopoh masuk ke kamar Mama di rumah sakit. Dia melihat Mama di atas ranjang sedang memakan apel yang baru saja dipotong Mbak Anne.
"Ada apa Mama Cantik?" rajuk Reyn.
Mama tersenyum. "Huu..gombal aja anak Mama ni."
Mbak Anne tertawa melihat Ibu dan anak itu.
"Reyn, kalau mama sudah gak ada, mama minta kamu cari Mas Liam, ya? Bilang ke anak nakal itu kalau Mama minta maaf. Mama kangen sama anak jelek itu. Rambut gondrongnya, kumis abang Jakartanya, jaket dekilnya, bunyi motor rongsoknya..."
Reyn, Mama dan Mbak Anne tertawa.
"Apa sih, Ma. Orang besok Mama boleh pulang kok. Nanti kalau Reyn ketemu Mas Liam yang ada Reyn jitak itu 1000x. Enak aja ninggalin rumah gak pulang-pulang. Reyn buat dia jadi bersih mengalahi Mas Reno!"
Ketiganya tertawa lagi. Dan itulah tawa terakhir Mama. Lima jam kemudian Mbak Anne membangunkan Reyn, mengabarkan kalau Mama sedang kritis. Tak lama Mama sudah menutup mata selama-lamanya. Reyn dan Mbak Anne hanya bisa saling berpelukan sambil menangis.
***
Mas Reno duduk di hadapan Reyn. Dia pulang lebih cepat saat Mbak Anne mengabari Reyn ada di rumah mereka.
"Temuilah Daddy dengan baik-baik, dek. Buanglah semua masa lalu. Berikan dia kesempatan untuk tenang di hari tuanya." ujar Mas Reno.
Reyn menatap jalang Mata Mas Reno. Mbak Anne memegang paha suaminya itu. Ingin rasanya Reyn berteriak pada kakaknya itu.
Melupakan masa lalu??? Apa Mas Reno tahu apa yang terjadi di masa lalu? Saat Mama menutup mata? Saat kehilangan Mas Liam?
Reyn diam saja. Dia tidak ingin berbicara apapun. Dia ingin segera bergegas dari Melbourne usai urusannya dengan Mr Peterson selesai.
Mbak Anne dan Mas Reno mengantar Reyn sampai pintu depan. Setelah ini Reyn tidak perlu menemui Mas Reno lagi. Paling Reyn hanya rindu pada Mbak Anne. Dialah yang menemani Reyn melepas Mama sampai liang lahatnya.
"Dek..." Mas reno berjalan mendekati Reyn. Kemudian dia memeluk Reyn.
Mbak Anne dan Reyn terkejut. Selama hidupnya Mas Reno tidak pernah melakukan ini pada Reyn. Dia yang tegas dan lugas dan keras pada adik-adiknya.
"Mas minta maaf untuk segalanya." suara Mas Reno setengah bergetar. "Mas tidak bisa menjadi kakak yang baik untuk kamu dan Liam."
Reyn tergugu. Dia melihat Mbak Anne yang berlinang air mata.
"I just want to say...." suara Mas Reno berhenti. "I love you."
Reyn seperti tidak percaya dengan apa yang dikatakan Mas Reno. Mungkin jika yang memeluknya adalah Mas Liam, Reyn akan mudah untuk percaya.
Mbak Anne mendekat dan ikut memeluk Reyn. Ketiganya berpelukan.
Reyn masih belum percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Dia tidak bisa membalas apapun yang dikatakan Mas Reno. Dia hanya mengangguk kemudian pamit untuk pergi.
Anne melingkarkan tangannya di pinggul suaminya. Keduanya menyaksikan Reyn pergi menyusuri jalan.
"Dia sudah mengalami banyak hal menyakitkan selama ini. Aku memang tidak seperti Liam yang memanjakannya. Aku hanya ingin dia bisa tumbuh menjadi lelaki yang kuat. Suatu hari dia akan mengetahui semua kebenaran." Mas Reno menatap sosok Reyn yang sudah menghilang.
Anne mengeratkan pelukannya. "Terima kasih, Mas, untuk mengatakan itu padanya. Itu pasti memberikan kekuatan padanya. Sekarang kita hanya bisa mendoakan yang terbaik saja baginya."
Reno merangkul istrinya dan mengajaknya untuk kembali ke dalam rumah.
***
Rumah besar ini pernah menyimpan kenangan masa kecil Reyn dan keluarganya. Dulu mereka tinggal disini saat semuanya masih baik-baik saja. Daddy yang selalu mengajak mereka bermain di halaman luasnya, Mama yang selalu membuatkan makanan yang lezat, Mas Reno yang selalu membanggakan prestasinya, Mas Liam yang senang sekali berenang di kolam belakang rumah, serta Reyn yang hanya bisa melihat kelakuan kakak-kakaknya itu.
Sekarang Reyn sudah berada di depan rumah itu lagi. Rumah yang Reyn janji tidak akan mau menyinggahinya lagi setelah Daddy meninggalkan mereka. Bahkan ketika Reyn kuliah di Melbourne dia tidak pernah mendatangi rumah ini hingga sekarang. Dia lalu bergerak maju ke dalam rumah itu.
Seorang wanita tua menyambut Reyn dengan senyuman ramah. Reyn mengenalinya sebagai Martha, pelayan di rumah ini sejak Reyn masih meninggalinya. Reyn masuk ke dalam.
"Aku melihat Widya di matamu, Reyn. Tunggulah di sini, Ayahmu akan segera turun. Oh, aku begitu merindukan Widya." suara Martha melemah. Dia beranjak pergi ke dalam.
Reyn duduk di sofa ruang tamu. Semua kenangan tentang keluarganya keluar begitu saja dalam benaknya. Tetapi Reyn sudah berjanji untuk tidak membicarakan masa lalu ataupun mengenangkan dalam air mata. Saat inilah dia memutuskan untuk melangkah maju, setelah selama ini dia selalu merasa tertekan dengan masa lalu.
"Aku ingin memulai hidup baru, Carl. Aku ingin hidup tanpa beban masa lalu ataupun trauma yang berkepanjangan."
"Kau harus memulainya dari Melbourne. Berdamai dengan Daddy dan perbuatan yang dia lakukan. Aku sudah melewati masa itu. Terasa berat, tetapi jika kau ingin bebas dari belenggu masa lalu dan berdamai dengan trauma mu, kau harus lakukan itu. Daddy lah sumber dari kekecewaanmu selama ini."
Perbincangan dengan Carl yang menjadikan tumpuan untuk Reyn meninggalkan semuanya. Carl memahami Reyn karena dia pernah mengalami posisi seperti Reyn. Ibunya mengalami keguguran adik Carl sesaat setelah mengetahui suaminya telah menikah lagi. Dan wanita yang dinikahi Daddy adalah Mama.
Reyn ingat betapa marahnya Carl saat pertama kali Daddy membawanya ke rumah untuk tinggal bersama. Reyn kecil selalu menjadi korban tangis Carl. Dia tidak segan-segan berkelahi dengan Mas Reno ataupun Mas Liam. Hingga akhirnya Ibunya membawa Carl pergi.
Suara orang terdengar menuruni tangga. Reyn menarik nafas. Pertemuan sekian lama dengan Daddy yang tidak pernah mau dia temui.
"Reyn...."
Sosok lelaki tua berambut abu-abu itu muncul di depan anak tangga terakhir. Di belakangnya ada Tante Kira, wanita yang telah menghancurkan hubungan Daddy dan Mama.
***
YOU ARE READING
THE JOURNEY
AdventureKehidupan adalah sebuah perjalanan.... Kata itulah yang akhirnya membawa Reyn memutuskan untuk meninggalkan zona nyamannya untuk pergi travelling. Dalam perjalanannya dia bertemu dengan Aldo yang akhirnya keduanya memutuskan untuk traveling bersama...