Kacau.Hanya itulah kata yang pantas untuk menggambarkan suasana di depan mata. Pagi ini desa kami porak-poranda setelah kedatangan kompeni-kompeni jahat. Mereka mengeksekusi beberapa orang yang di duga mata-mata musuh. Dengan cara kejam, di hadapan keluarga dan tetangga, satu persatu orang ditembak mati.
Warga yang seluruhnya pribumi lari tunggang-langgang tak tentu arah menyelamatkan keluarga dan harta benda. Aku sendiri kebingungan mencari keberadaan Ibu dan Arum. Kulihat orang-orang masih saling mengejar. Balatentara keji itu tidak segan memberondong siapapun yang berusaha melarikan diri. Entah apa yang membuat mereka begitu benci terhadap bangsaku.
Tiba-tiba seekor kerbau pembajak sawah milik warga menubrukku hingga jatuh terpelanting. Kepalaku menghantam tanah, mengeluarkan cairan darah.
Tuhan, kasihanilah pribumi miskin sekarat ini.
Dalam sisa-sisa kesadaran, mataku menangkap bayangan seseorang, bersepatu boots hitam khas tentara yang tinggi dan gagah berlari kearahku. Dia menegakkan tubuhku dalam sekali tarikan.
Dunia terasa berhenti saat pancaran sinar dari iris kuning keemasan itu menatapku sendu. Tepat tiga detik. Sebelum gelombang kobaran api melahap perkampungan yang kutinggali selama tujuh belas tahun. Lengan kokoh dengan otot-otot terlatih itu mengangkatku bagai karung beras. Punggungnya yang basah oleh keringat membawa beban berupa senapan laras panjang.
Tubuhku terayun-ayun dipundaknya. Berpasrah mengikuti kemanapun kedua kakinya melangkah membawaku pergi.
Aku yang sudah kehabisan nafas akibat kebakaran dan insiden kerbau, mengandalkan pertolongan 'dia' yang orang sebut sebagai penjajah.
༻🥀༺
𝚂𝚊𝚛𝚊𝚜𝚠𝚊𝚝𝚒 𝙶𝚒𝚝𝚊𝚖𝚊𝚗𝚐𝚐𝚊𝚕𝚊
· · ─────── ·𖥸· ─────── · ·
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐤𝐮 𝐒𝐞𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐍𝐲𝐚𝐢 [TERBIT]
Historical FictionKebencianku terhadap bangsa Belanda telah mengakar sejak jiwa ini lahir di atas tanah jajahan, sebagai kaum golongan terbawah berstatus budak di negeri sendiri. Kemiskinan adalah hal lumrah. Kelaparan merajalela saban hari. Tubuh-tubuh kurus lelaki...