· · ─────── ·𖥸· ─────── · ·
"Siapa yang mengundang Inlander kesini?"
Hening.
Semua mata tertuju padaku. Kehadiranku dianggap kelancangan. Bahkan babu pribumi tak berani menampakkan diri saat makan malam dimulai.
"Benar, tuan Deelstra. Mengapa anda membawa dia?" sahut istri Londo lain. Kuperhatikan gelagatnya tak nyaman sedari tadi.
William masih mempertahankan sikap tenangnya. Ia berdehem sebelum membuka suara, "Ja, aku membawanya bersamaku. Kupikir, aku tidak salah. Gadis ini manusia seperti kita, apakah kehadirannya mengacaukan acara? Aku yang akan bertanggung jawab apabila ia melakukan hal-hal yang membuat kalian memiliki alasan untuk mengusirnya dari sini."
"I'm sorry, meneer Deelstra, tetapi aturan tak tertulis masih berlaku. 'Priboemi dan andjing di larang masoek," timpal seorang politikus Inggris menegaskan kesenjangan yang telah mengakar sejak ratusan tahun lalu. Bahwasanya pribumi tidak berbeda dengan anjing.
Kulirik wajah William mengeras. Pipi putihnya memerah berkedut menggambarkan betapa kemarahan tengah pekat menyelubungi hatinya.
Yang kutahu William mati-matian menahan diri. Salah-salah bicara, ia bisa lepas kendali dan mungkin memperumit persoalan. Kuraih tangan William dari bawah meja. Tak ada sesiapa yang menyadarinya. Will menatapku nanar, seolah merasa bersalah karena membawaku ke neraka ini.
Kupasang senyum palsu untuk menghalau amarah William. Perlahan otot-otot tangannya mengendur, Will menarik napas panjang dan membalas senyumanku, berkata lewat sinyal mata emasnya bahwa semua akan baik-baik saja. Usai memcari tahu, akhirnya aku mengerti mengapa William begitu menjaga sikap di hadapan sang tuan rumah. Rupanya beliau bukan sembarang bangsawan Eropa.
Dia adalah Johannes Benedictus van Heutsz, gurbernur Hindia Belanda yang menjabat sampai lima tahun ke depan. Pesta ini adalah adalah perayaan non-formal yang digelar setelah peresmiannya sebagai gubernur Hindia Belanda yang baru.
"Jenderal Deelstra, anda masih muda dan tampan, wanita manapun bersedia diperistri oleh pria sepertimu. Kusarankan tak perlulah mengambil selir terlalu dini," kata seorang gadis berperawakan cantik yang terang-terangan menyinggung keberadaanku. Tubuhnya tinggi semampai dengan rambut blonde yang digerai bebas memikat mata-mata pria Belanda yang haus akan sentuhan.
Pedih. Harga diriku terinjak-injak di tempat ini.
"Sudah cukup nona Morrya. Meneer Deelstra sedang menikmati masa mudanya, setelah bosan ia akan membuang gadis itu. Semua pria Eropa pernah dan akan mengalami cinta sesaat ini. Bukan begitu, meneer?"
Semua orang tertawa.
William bergeming. Namun ada yang aneh, ekspresinya berubah kala gadis bermata kelabu itu melontarkan hinaan padaku. Will tersenyum simpul. Kembali kaku garis wajah yang semula berkobar amarah.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐤𝐮 𝐒𝐞𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐍𝐲𝐚𝐢 [TERBIT]
Tarihi KurguKebencianku terhadap bangsa Belanda telah mengakar sejak jiwa ini lahir di atas tanah jajahan, sebagai kaum golongan terbawah berstatus budak di negeri sendiri. Kemiskinan adalah hal lumrah. Kelaparan merajalela saban hari. Tubuh-tubuh kurus lelaki...