Prologue

301 18 8
                                    

PROLOGUE

Iris kristal biru itu terbuka. Ia mengerjap beberapa kali. Suara jam beker yang berdering membuatnya semakin sadar, ia kemudian melirik sejenak jam beker tersebut. Pukul 6.20 pagi.

Segera ia hempaskan selimut yang membalut sebagian tubuhnya, lalu bangun dan meraih jam beker yang berdering yang menurutnya begitu mengganggu, ia menekan tombol off kemudian meletakannya kembali di atas meja sebelah kasurnya.

Gadis itu memijakkan kakinya ke lantai dingin yang seketika terasa begitu membekukan telapak kakinya.

‘Sebaiknya aku segera mandi sebelum aku terlambat.’ Batinnya.

Setelah selesai mandi, ia pergi ke dapur untuk mencari sumber makanan yang setidaknya dapat masuk ke perutnya pagi ini. Gadis itu mengambil sepotong roti lalu pergi ke kamarnya hendak mengambil kunci motor dan tas selempangnya.

Selesai bersiap-siap, tak lupa ia mengunci pintu flatnya. Namun, pandangannya terhenti pada sesuatu yang tergeletak di depan pintu flatnya.

Bunga?

Dan yang paling menarik perhatian gadis itu adalah warna bunga tersebut.

'Mawar biru?'. Pikirnya.

Ia melirik sekilas ke kanan dan kiri. Sepi. Hanya dirinya yang sedang berdiri di lorong flat itu seraya menatap bingung ke arah bunga yang tadi tergeletak di depan pintu flatnya dan kini ia menggenggamnya.

Gadis itu baru menyadari bahwa ada sebuah note kecil yang tertempel di plastik bungkusan bunga tersebut.

You’d love to smell the rain, and feel the wind. Don’t forget to bring a jacket xx

Ia tampak semakin bingung.

Belum sempat ia dapat berpikir tentang tulisan itu, ia segera memasukan benda tersebut ke dalam tasnya. Ia membawanya dan berharap dapat menemukan petunjuk mengenai benda tersebut.

Dan benar saja, sesampainya ia di luar flat houses, kristal biru itu menyapukan padangannya ke arah taman. Di sana terdapat kursi taman yang basah, rintik-rintik air hujan terlihat berjatuhan.

Ternyata hujan telah mengguyur kota London pagi ini.

Ia menghirup napas panjang, merasakan suhu atmosfer yang berbau rumput basah akibat terkena hujan, kemudian menghembuskannya. Ia menyukai keadaan ini.

Gadis itu segera berlari menuju garasi yang letaknya tepat di seberang flat houses ini, pandangannya menelusuri seluruh pelosok garasi. Ia kemudian berjalan ke arah kanan dan menemukan motornya. Helmnya menggantung di batang kaca spion, tanpa berlama-lama, ia segera menyalakan mesinnya.

Angin semilir berhembus, refleks ia merapatkan jaketnya. Dan seketika ia mengingat pesan yang belum lama ia baca,

Don’t forget to bring a jacket xx

‘Kira-kira siapa pengirim misterius tersebut?’. Batinnya bertanya-tanya.

Gadis itu memakai helmnya, bersiap untuk pergi. Ia segera memutar handle gas, kedua roda itu berputar cepat dan membawanya pergi menembus rerintikan hujan yang semakin menghujam daratan.

Sementara itu di waktu yang sama, seorang pemuda berambut pirang menatap punggung gadis itu yang semakin menjauh. Ia berdiri di tengah padatnya kendaraan yang terpakir dalam garasi.

Ujung bibir pemuda itu melengkung. Membentuk senyum simpul seraya menatap sosok itu yang sudah tidak terlihat lagi.

***

ShelterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang