Hadirnya dunia, tak lain untuk dinikmati, begitulah pikir remaja kelas 3 SMA itu. Pola pikirnya itulah yang membawa kepada pertanyaan retoris, apa yang akan dilakukannya setelah ini? Habiskan puntung yang tersisa, atau minum kopinya lagi.
Bagaimana tidak, semua yang hadir di hadapannya adalah kenyataan yang tak begitu mujur. Dari tempatnya terlihat gaya hidup seseorang mengisi waktu di depan warung kopi itu, ada yang sibuk dengan gadget, sibuk dengan caturnya, tapi ada juga yang sibuk diskusi ilmiah.Hah? Diskusi ilmiah ? Ya, begitulah keberagaman pola hidup saat itu, ilmiah bukan berarti mengandung pengertian membahas abstrak penelitian sampai pada kesimpulan, tetapi ilmiah dalam arti "lebih tinggi pembahasannya daripada membahas wanita kampung sebelah yang molek tubuhnya". Ilmiah dalam hal tersebut bisa dalam bentuk membahas hal yang berbau konspirasi, bisnis, kebijakan publik, dan agama.
Tetapi sang remaja itu, Muntahar namanya, tak peduli keadaan sama sekali, hanya fokus pada puntung dan kopinya saja, yang seakan dua hal itu menjadi jawaban atas masalah yang akan dihadapinya nanti.
Bagaimana rumahnya? Jangan tanya soal rumahnya, Luas? Ya jelas, berapa jumlah keluarganya? Mereka hanya bertiga, karena Muntahar anak tunggal, itu sebabnya banyak pembantu – pembantu di rumahnya yang mengurusi luasnya rumah.Walau begitu, Muntahar bukan anak yang manja. Walaupun dia mudah terbawa arus, tapi cukup mandiri.
Bila sang siang menghampiri rumahnya, tak heran hanya terdengar desisan daun yang jatuh dan suara pembantu – pembantunya yang sedang bekerja.Di mana kaki menapak, belum tentu seluruh jiwa di situ, mungkin itu ungkapan yang cocok untuk Muntahar. Bisa saja pikirannya memikirkan sekolahnya, tapi jasadnya di rumah, atau juga sebaliknya.
Bicara soal teman, dia ahlinya, tapi sebatas mencari, bukan dicari, teman pilih A dia A, teman pilih B dia B, teman bingung, dia makin bingung, begitulah keadaan ia saat itu, sang pencari jati diri, tanpa prinsip dan tak peduli konsep.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jaring Rumpang
Short StoryLabil dapat dikatakan salah satu sifat yang melekat pada diri remaja, tak terkecuali Muntahar yang duduk di bangku SMA saat ini. Cap buruk yang tak sengaja tersemat kepada dirinya, membuatnya termotivasi untuk berlaku buruk pula. Namun, Ia remaja...