“Apa pendapatmu tentang ruh, Sobri ?”
“Bagai tentara - tentara, yang tidak berkumpul kecuali dengan yang sejenis dengannya.”
“Alhamdulillah Bri, kita masih diberi kebaikan, dan didekatkan pada ruh - ruh yang baik”
"Iya Mar”
Begitulah kurang lebih percakapan yang terjadi antara Umar dan Sobri di warkop. Muntahar yang disebelahya dengar apa yang mereka diskusikan, tapi dia tidak terlalu menghiraukan percakapan itu.
Bahagia, itulah ungkapan yang cocok untuk Muntahar yang sukses masuk Perguruan Tinggi Negeri yang diinginkannya, bertemu teman baru, suasana baru, dan segalanya yang menurutnya baru.
Lagi lagi, Muntahar masih pada sifatnya dulu, tidak berprinsip dan mudah terbawa arus. Mulai lagi bersahabat dengan teman yang dinilai kurang positif. Sampai satu saat Ia masuk organisasi bercorak Religi.
Ia merasa biasa saja, tidak terusik tidak juga kegirangan. Dalam organisasi, kebetulan dia berkenalan dengan Umar dan Sobri yang pernah ia lihat di warkop setahun yang lalu.
“Oh kalian, yang pernah membahas soal ruh itu ?”
"Iya, wah kami sibuk diskusi, sampai tak sadar kalau itu kamu, dan ternyata sekarang kita masuk organisasi yang sama”
“Ya begitulah.”
Rasa tidak tenang selalu meliputi Muntahar. Perasaan itu berupa kehampaan pada dirinya, hampir setiap hari rasanya ada energi yang memaksa untuk melakukan sesuatu yang sia - sia.
Untuk menangani kehampaannya, Ia coba untuk ikut paham liberal, Ia ikut karena ikut - ikutan teman, Ia ikut juga karena ingin terlihat keren. Sampai satu saat Muntahar terjerumus ke diskotek, akhirnya ya jelas, mabuk, narkoba, mulai jadi gaya hidupnya. Diapun menyesali perbuatannya sampai benar benar taubat.
Tapi lagi - lagi dia terjerumus pada jalan yang salah, karena fanatismenya terhadap suatu ibadah, sampai sampai pahamnya berubah ekstrimis.
Suatu hari ia sangat merasa dirinya yang paling paham, yang paling mulia daripada orang lain yang berada di sekitarnya, sampai pada tingkat senang mengafirkan dan senang menyalahkan, sampai ia pernah memiliki keinginan untuk menyerang yang dikafirkan dengan alasan halal untuk dibunuh.
Inilah kesalahan, inilah kesalahan yang fatal dalam menyikapi suatu masalah. Wajar saja anak yang baru masa transisi dari buruk ke baik, oleh karena itu Sobri dan Umar datang untuk menyatukan pikiran serta diskusi untuk mencapai sebuah kesepakatan, dan bertujuan menyampaikan pengertian kepada Muntahar, bahwa bersikap adil dan moderat itu penting dalam beragama.
Masalah kecil jangan dibesarkan, begitu pula masalah besar jangan disepelekan, pentingkan kemaslahatan, semua harus ditempatkan pada proporsinya, jika yang disinggung masalah aturan sepele, maka kesampingkan demi kemaslahatan, kalau masalah pelencengan akidah/keyakinan, harus dinomor satukan, wajib dituntaskan!
“Bri, Mar, banyak sekali sebenarnya orang kafir yang harus kita tuntaskan, jika tidak bisa dengan dakwah dengan lisan dan dengan prilaku kita, maka kita harus main tangan”
“Har, kamu salah dalam memahami hadis, yang dimaksud adalah kita harus keras pada diri sendiri, dan lembut pada objek dakwah” jawab Umar
"Mar, jika kita lembut pada objek dakwah, masuk neraka mereka semua, termasuk kamu!”
“Har, agama itu bukan suatu paksaan, toh jika agama sudah menjadi keyakinan terdalamnya, akan merubah pola hidupnya” timpal Sobri
“Ah kalian jarang baca buku dan akses internet, pantas, tidak lurus jalannya”
”Pantas kau seperti ini jadinya, baiknya coba kamu belajar juga didampingi guru yang kompeten dan buku - buku tentang tasawuf akhlaki Har, 5 bulan lagi, kita ngobrol lagi yaa....”
“Oke.”

KAMU SEDANG MEMBACA
Jaring Rumpang
Short StoryLabil dapat dikatakan salah satu sifat yang melekat pada diri remaja, tak terkecuali Muntahar yang duduk di bangku SMA saat ini. Cap buruk yang tak sengaja tersemat kepada dirinya, membuatnya termotivasi untuk berlaku buruk pula. Namun, Ia remaja...