Jungkook sedang menandatangani berkas-berkas penting di kantornya saat ponselnya berdering. Pemuda itu melihat ke arah ponselnya dan mengecek siapa yang sudah meneleponnya. Tapi nomor yang tertera ternyata baru. Bukan dari daftar kontaknya. Ia segera menekan tombol icon telepon berwarna hijau dan meletakkan benda pipih berwarna hitam itu ke telinga kanannya.
"Yeoboseo?" Sapa pemuda berusia 24 tahun itu dengan suara yang serius.
"Apakah benar saya berbicara dengan Kim Jungkook-ssi?"
"Ne, anda benar. Aku Jungkook. Maaf, tapi aku bicara dengan siapa? Apa aku tahu kau?" Tanya Jungkook sambil memiringkan kepalanya.
"Saya salah seorang pegawai dari pihak rumah sakit. Kami ingin memberitahu bahwa hasil pemeriksaan yang anda lakukan beberapa waktu lalu telah keluar. Dokter meminta anda untuk segera datang menemuinya."
"Benarkah? Kalau begitu aku akan datang ke rumah sakit sekarang juga." Ucap Jungkook lalu menutup teleponnya. Ia membereskan meja kerjanya dan segera menuju ke ruangan sekertaris Han demi memberitahunya bahwa dirinya akan pulang lebih cepat. Ia juga meminta untuk membatalkan meeting yang akan dihadirinya dengan alasan kesehatan.
Sekertaris Han mengangguk sebagai tanda bahwa ia mengiyakan perintah dari CEOnya tersebut.
Pemuda berusia 24 tahun itu segera menuju ke mobilnya yang terparkir di tempat parkir dan melajukannya menuju ke rumah sakit.
•••
Rumah Sakit
Seorang perawat membawa Jungkook ke sebuah ruangan. Yang membuatnya terkejut, adalah nama yang tertera di atas pintu. Neurologi. Itu yang tertulis di sana. Jungkook mengetahui bahwa itu merupakan sebutan untuk dokter yang menangani spesialis syaraf.
Pemuda berusia 24 tahun itu mengetuk pintu, terdengar dari dalam suara laki-laki yang menyuruhnya masuk. Jungkook membuka pintu dan membungkukkan badannya begitu sang dokter menatapnya. Setelah menutup pintu, ia segera duduk di hadapan dokter itu.
"Selamat siang." Sapa dokter yang memakai nametag 'Nam' kartu tanda pengenal yang ada di saku bajunya.
"Selamat siang, Ssaem." Balas Jungkook ramah.
"Kim Jungkook-ssi?" Tanya nya yang segera mendapat anggukan kepala dari pemuda itu.
Dokter Nam membuka amplop berwarna coklat lalu mengeluarkan isinya. Ia membaca isinya sebentar sebelum berbicara dengan Jungkook.
"Bagaimana, Ssaem?" Tanya Jungkook dengan dahi berkerut.
"Jungkook-ssi!" Panggil dokter Nam dengan wajah serius.
"Menurut hasil pemeriksaan yang telah anda lakukan, anda didiagnosis menderita penyakit kanker otak stadium tiga." Lanjutnya yang membuat pemuda bergigi kelinci di hadapannya menjadi terpaku. Pemuda itu seolah-olah telah kehilangan kemampuannya untuk mendengarkan dalam sekejap mata.
"H-huh?"
"Dari gejala-gejala yang anda rasakan dan juga dari hasil pemeriksaan yang telah anda lakukan, dengan berat hati kami harus menyatakan bahwa anda menderita penyakit kanker otak."
Mendengar jawaban dokter Nam, Jungkook hanya terdiam.
"A-apa yang harus aku lakukan, Ssaem? P-pengobatan apa yang akan Ssaem lakukan?" Tanya pemuda bergigi kelinci itu lirih setelah diam selama beberapa saat. Suaranya mulai bergetar.
"Beberapa pengobatan utama akan kami lakukan. Pertama, operasi atau pembedahan. Operasi dilakukan dengan mengangkat tumor ganas yang berada di otak, baik itu seluruhnya atau sebagian besar tumor tanpa memengaruhi fungsi otak. Kedua, kemoterapi. Kemoterapi dilakukan dengan menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel kanker, dan umumnya diberikan setelah operasi. Namun, pengobatan ini juga bisa diberikan untuk meredakan gejala bila tumor tidak bisa diangkat. Ketiga, radioterapi. Terapi radiasi atau radioterapi menggunakan radiasi untuk membunuh sel kanker setelah operasi dilakukan atau untuk meredakan gejala."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hyeongje
FanfictionKetika seorang Kim Jungkook tidak punya pilihan! Hubungan Jungkook dengan kedua kakaknya bisa dibilang cukup baik. Baik Seokjin maupun Jimin, keduanya begitu menyayangi dirinya. Hanya saja ... menyaksikan kebencian antara si sulung dan kakak keduany...