6. Bekal

395 102 22
                                    

Pagi ini, Biru bangun lebih awal. Jika biasanya Genta harus membangunkan Biru dengan cara mengendongnya masuk ke dalam kamar mandi, kini Biru dengan senang hati bangun sendiri.

Bukan tanpa alasan, Biru bangun lebih awal karena berniat membuat Bekal. Tidak, bukan untuk mama ataupun kakaknya. Tapi untuk gebetan tersayangnya.

Chanka, siapa lagi.

Biru berniat membalas kebaikan hati Chanka yang memberinya sekotak susu kemarin. Yeah, walaupun setahu Biru; Chanka hanya terpaksa memberinya karena tidak suka susu, tapi Biru cukup senang Chanka memilih untuk memberikan minuman itu padanya.

Bukankah itu artinya Chanka mengingatnya, iya kan? Itulah kira - kira isi pikiran Biru.

Setelah hampir setengah jam, akhirnya nasi goreng itu selesai dimasaknya juga. Biru tidak begitu yakin dengan rasanya, karena sebenarnya Biru tidak begitu pandai dalam hal memasak. Tapi tidak apa, nasi goreng buatannya masih layak di makan. Setidaknya tidak asin.

Biru melirik jam dinding sebentar, masih jam enam. Masih banyak waktu untuk bersiap.

Memasukkan nasi goreng itu ke dalam kotak makan, Biru kemudian sedikit menghiasnya seperti; membuat rambut dari telur goreng yang sudah digunting - gunting, kemudian sepasang mata dari sosis dan bibir berbentuk sebuah senyuman dari telur juga.

Itu menggemaskan, Biru yakin Chanka akan suka!

Saat asik menghias kotak bekalnya, tiba - tiba sebuah tangan tanpa permisi mengambil satu iris sosis. Mata Biru melotot dan segera menepis tangan itu, lalu menatap tajam si pelaku yang tidak lain adalah kakaknya sendiri.

"Pelit," cibir Genta dan menarik kursi meja makan untuk duduk.

Biru hanya berdesis dan menatap Genta sinis.

"Morning, kids."

"Morning, mama." Biru dan Genta mengecup sayang pipi wanita paruh baya yang tidak lain adalah ibu mereka, Sisil.

Sisil mengusak rambut putra dan putrinya gemas dan mengambil air putih untuk diminum.

"Adek kenapa ga bilang mama aja mau bawa bekal? Mama kan bisa buatin."

"Buat cowoknya itu, Ma." Genta kembali mencibir dan dibalas lirikan sinis dari Biru.

"Hah adek punya pacar? Kok mama ga tau?" Tanya Sisil sambil menyolek pipi chubby Biru yang kini tampak malu - malu kambing, kalau kata Genta.

"Be-belum pacaran, kok, Ma."

"Ohh, belum. Kalau udah pacaran nanti bawa ke rumah ya, sayang. Mama mau liat seganteng apa sih sampe bikin anak mama malu - malu gini." Sisil kembali menggoda Biru yang semakin memerah kedua pipinya. Imut.

"Ga bakal jadi pacar tuh, Ma. Cowoknya aja ga mau sama adek."

"Mama, kakak nakal~!" Biru merengek kesal saat mendengar ucapan Genta. Tangannya sudah ingin memukul Genta, tapi Sisil menahannya dan segera memeluk anak manisnya itu.

Sisil terkekeh pelan. "Kakak jangan gitu, adeknya didoain yang baik - baik dong."

"Hehe, iya, Ma. Tapi emang bener kok si cowoknya ga mau sama adek," ledek Genta lagi. Sebenarnya itu salah sih, tapi kan Biru sedang berusaha meluluhkan hati Chanka!

"Mama~!" Biru kembali merengek dipelukan Sisil.

"Udah, udah. Kakak cuman becanda. Gih sana siap - siap, udah jam setengah tujuh, tuh."

Biru melepas pelukannya dan mencuri cubitan dilengan Genta, lalu berlari pergi sambil cekikikan mendengar teriakan kesal Genta.

"KAKAK GA JEMPUT YA BENTAR LIAT AJA!"

CRUSHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang