18. Bunda

357 94 24
                                    

"Biru tunggu di depan kelas seni, ya! Pai pai, Chanka~" Biru mematikan sambungan teleponnya. Tersenyum kecil saat melihat nama kontak yang tertera di sana,

Mas Pacar.

Cukup bangga, Biru berhasil mengubah nama yang awalnya Mas Crush dan kini menjadi Mas Pacar. Sepertinya Biru harus self reward nanti, pikirnya.

Hubungan mereka berjalan baik. Dua minggu berlalu dan Biru tahu beberapa sikap Chanka yang tidak terlihat sebelumnya. Chanka manis dan perhatian, ia juga manja di beberapa kesempatan. Seperti yang tertulis sebelumnya, Biru selalu menyukai apapun tentang Chanka.

Warga kampus pun menyukai pasangan ini. Katanya, mereka cocok. Chanka juga terlihat lebih banyak tersenyum semenjak berpacaran dengan Biru, orang - orang jadi senang melihat wajah tampan Chanka tidak suram lagi seperti dulu.

Namun, jika ada yang namanya pro, di situ pun ada kontra. Tidak sedikit juga yang mencibir hubungan Biru dan Chanka, kebanyakan dari kalangan fans - fans Chanka. Seperti yang kita semua tahu, Chanka cukup terkenal karena parasnya yang good looking, belum lagi saat Chanka tampil saat festival, fansnya semakin seperti kuman (ada di mana - mana).

Tapi, mereka harus menelan kekecewaan saat tahu ternyata Chanka resmi menjadi milik Biru. Sifatnya manusia, mereka pun mengiri dengan bersembunyi di balik kata,

"Biru tuh ga cocok sama Chanka!"

Biru refleks menoleh saat indra pendengarnya mendengar nama dan pacarnya di sebut - sebut.

"Chanka tuh terlalu perfect untuk Biru yang biasa aja. Ga cocok banget!"

Mengernyit heran, Biru menatap aneh saat beberapa gadis di belakangnya ini seperti sengaja meninggikan suaranya. Supaya Biru dengar, heh?

"Terus lo cocok gitu?" Biru menimpali, berbalik badan dan melipat kedua tangannya di depan dada.

Semi, gadis si tukang cibir tadi ikut melipat kedua tangannya di depan dada dan menatap Biru sengit.

"Heh, orangnya ada di sini?"

Biru memutar bola matanya malas. Ni cewek keknya ngajak berantem.

"Masih nanya? Buta mata lo?"

Mendengus, Semi melangkah mendekat ke arah Biru. Kemudian menatap Biru dari bawah hingga ke atas dan kemudian tersenyum remeh.

"Gue ga nyangka selera Chanka kek gini?"

"Seleranya bagus banget, ya? Aw makasih, gue emang cantik banget, sih." Biru tersenyum miring saat melihat Semi kembali mendengus.

"Pede gila lo. Cantikan juga gue daripada lo," kata Semi percaya diri.

"Cantik sih lo, tapi mulut lo kotor, suka gibahin orang."

"Sial." Semi mengumpat pelan. "Lo sadar diri ga sih? Chanka itu jauh di atas lo, jauuhhh banget! Lo ga cocok sama dia."

"Dih, siapa lo menilai seenak jidat? Yang pacaran sama gue tuh Chanka, berarti Chanka yang menilai gue cocok atau tidaknya sama dia. Lo kalau iri bilang aja dong, banyak amat bacotnya." Biru rasa - rasanya ingin menjambak gadis di depannya ini sekarang juga, tapi Biru malas membuat keributan.

"Iri?? Gue iri sama lo? Gila aja. Ngapain juga, masih cantikan juga gue kemana - mana. Gue cuman kasihan aja sama Chanka, seleranya kok rendahan gini." Tersenyum miring, Semi tersenyum puas saat melihat Biru kini terlihat marah.

"Rendahan lo bilang?! Lo kali yang rendahan, anjing!" Biru baru saja mengangkat tangannya untuk menjambak Semi, tapi tangannya dengan cepat ditahan oleh seseorang.

CRUSHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang