10. Di Bawah Payung

419 101 20
                                    

Panjang, nih. Awas nguap.



Hening. Itu yang terjadi saat Chanka masuk dan duduk di samping Biru. Semuanya terlihat memandang curiga pada Chanka, sedangkan yang ditatap nampak datar - datar saja --lebih tepatnya berusaha datar.

Biru yang tidak mengerti situasi saat ini hanya menggaruk kepalanya. Biru pikir apa salahnya Chanka datang kemari? Itu bukan suatu tindak kejahatan, kan?

"Katanya lo ga mau datang?" Tanya Luna penuh curiga.

Chanka berdehem pelan. "Gue --gue kesini bukan untuk jenguk Biru," katanya.

Biru langsung mengubah raut wajahnya sedih. Chanka meringis dalam hati melihatnya, apa ia menyakiti hati si manis itu?

"Terus?" Tanya Denis.

Chanka berusaha memutar otaknya, mencari - cari alasan yang sekiranya bisa meyakinkan teman - temannya.

"Absen!" Kata Chanka. "Absen ada diBiru. Kalian absennya di selembar kertas tadi, gue mau mindahin gitu jadi ya.. ke sini?" Lanjutnya, sedikit memelan diakhir kalimat karena tidak yakin dengan ucapannya sendiri yang terdengar berantakan.

Yang lain terlihat mengangguk, walaupun ragu - ragu dan tatapan curiga mereka masih saja terlihat. Chanka kembali menghela napas gugup melihat itu.

"Mana?" Tanya Chanka tiba - tiba ke Biru. "Absennya, sini." Lanjutnya lagi.

Biru cemberut dan berjalan pelan ke arah kamarnya, kemudian kembali dengan absen di tangannya. Biru menyodorkan absen itu ke arah Chanka.

Chanka menerimanya dan sudah siap - siap ingin berdiri, tapi Seno menghentikan pergerakannya.

"Duduk aja kali dulu. Lo baru sampe masa langsung pulang," kata Seno sembari mengambil toples berisi kripik di atas meja dan ucapannya dibalas senyuman cerah Biru.

Chanka mendengus mendengar itu dan ingin kembali berdiri, tapi Biru yang segera berlari ke arah dapur dan berteriak, "Biru bikinin Chanka minum ya, awas jangan pulang!" Lagi - lagi membuatnya menghela napas, si dingin itu akhirnya pasrah.

Yang lain terlihat melanjutkan obrolan mereka yang sempat terpotong tadi, Chanka hanya diam sembari memainkan ponselnya; membuka instagram lalu menutupnya lagi, buka twitter lalu tutup lagi dan begitu seterusnya.

Chanka bahkan hanya diam saat Biru duduk di sampingnya dan mengoceh tentang dirinya yang tiba - tiba sakit tadi malam.

"Biru waktu pulang dari rumah Chanka baik - baik aja kok, ga tau tiba - tiba --" dan blablabla.

Chanka hanya memperhatikan Biru tanpa berminat membalas ucapannya. Chanka memilih untuk menatap wajah Biru yang terlihat menggemaskan walaupun sedikit pucat.

Si dingin itu diam - diam tersenyum samar. Fakta bahwa kondisi Biru tidak seburuk yang ada dipikirannya tadi, membuatnya lega. Si manis itu terlihat baik - baik saja karena masih bisa mengoceh panjang.

"Lo ngak capek ngomong terus?" Tanya Chanka sembari menoel pelan pipi Biru. Chanka sebenarnya gemas. Rasanya ingin mencubit kedua pipi Biru yang terlihat seperti mochi itu, tapi Chanka berusaha menahan diri dan memilih berujar ketus.

"Ngak, hehe.." Biru terkekeh pelan.

Biru sadar kok banyak bicara. Biru hanya tidak ingin Chanka merasa bosan, karena Biru tau Chanka tidak akan bergabung dalam pembicaraan teman - temannya. Si dingin itu irit bicara sekali, Biru hanya tidak ingin Chanka merasa sendiri dan kesepian.

CRUSHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang