UNTEND-001

51 29 5
                                    

Jangan lupa vote
dan jugaa komen yaa. Terimakasih.

Untuk mengingatkan sekali lagi. Jika tokoh, watak, dan keseluruhan di cerita ini hanya FIKSI‼️. Di mohon untuk tidak membawa-bawa cerita atau tokoh ini di real life. Dan sekali lagi mohon untuk tidak membawa cerita lain ke cerita ini [karna ini murni pemikiran saya], dan juga sebaliknya. Jangan membawa cerita ini ke cerita lain.

TERIMAKASIH ATAS PERHATIANNYA🙏




Gadis yang sedang terduduk lemah menyandarkan kepalanya di batu nisan dengan tulisan seseorang bermarga Jung disana. Ia tidak perduli dengan hujan yang mengguyur tubuhnya saat ini, membuat air matanya tidak terlihat. Tapi isak tangisnya masih bisa di dengar. Sudah dua jam lamanya ia disana.

Hari ini adalah hari yang sangat menyakitkan. Ia kehilangan seseorang yang sangat penting dalam hidupnya. Seseorang yang selalu menyayanginya dengan tulus, seseorang yang selalu ada di sampingnya.

"Pah. Papa nggak akan ninggalin Ara kan?. Ara sudah kehilangan sosok ibu. Bahkan Ara belum pernah merasakan pelukan dan perhatian seorang ibu. Apa papa tega ninggalin anak perempuan papa ini?. Ara nggak punya siapa-siapa selain papa"

"Papa slalu ada di sisi Ara kok, papa nggak akan kemana-mana sayang. Kenapa tanya seperti itu?"

"Ara takut. Ara takut papa ninggalin Ara sendirian"

"Bukankah setiap pertemuan selalu ada perpisahan?. Nak, kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi kedepannya. Kita tidak bisa menentukan takdir. Jangan pernah merasa sendirian sayang, Tuhan ada di sisimu setiap waktu, bahkan detik. Mengadulah selalu padanya, dia pendengar yang paaaaling baik. Tidak ada pendengar yang baik selain Tuhan nak"

Gadis yang masih setia duduk di sebelah makam Papanya itu tersenyum kecut. Mengingat kembali percakapannya dengan sang Papa.

"Pah, apakah aku boleh menyalahkan tuhan? Dia mengambil mu. Dia mengambil Mama dan Papa" ucapnya parau. Ia merasa takdirnya begitu buruk.

"Aaah. Tapi tidak boleh. Aku tidak boleh menyalahkan Tuhan. Pasti dia sangat menyayangi kalian. Lalu, apakah aku harus berterimakasih?"

"PAAH! MAAH! ARA BUTUH KALIAN!" gadis itu berteriak kencang, mengeluarkan emosinya yang sedari tadi ia tahan. Gadis itu berada di tengah-tengah makam sang Papa dan Mamanya, kepalanya menunduk, tangannya meng-genggam tanah kedua orang tuanya. Bagaimana bisa takdir sebercanda ini?

Tangisnya pecah. Bersamaan dengan derasnya hujan yang mengguyur gadis itu.

***

Ara berjalan gontai. Ia tidak ada keinginan untuk berteduh, gadis itu ingin cepat pulang.

BRUK!

"M-maaf. Maaf saya tidak hati-hati" gadis itu menabrak seseorang. Seorang laki-laki yang ia lihat mobilnya sedang mogok di pinggir jalan. Gadis itu meminta maaf dengan suara yang pelan, tapi masih bisa di dengar oleh laki-laki di depannya.

"Kenapa kamu hujan-hujan?" Tanya laki-laki di depannya yang lebih tinggi dari gadis itu.

"Saya permisi" bukannya menjawab gadis itu malah berjalan menjauh.

"Aneh" gumam laki-laki itu sangat kecil.

"Jemput gue di jalan xxx" ujar pria itu kepada orang yang ia telfon.

 Until The End || Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang