CHAPTER 4

25 2 1
                                    

Senja melihat takut-takut EUN WOO yang duduk di depannya. Mereka sedang menikmati makan malam seperti biasa, Hyo Mi sudah pamit pulang sejam yang lalu.

Sejak bertemu di tangga tadi saat akan turun untuk makan, Senja sudah memiliki perasaan tidak enak melihat wajah EUN WOO yang masam. Padahal baru beberapa hari belakangan ini hubungan mereka berdua berada di titik yang sedikit mengalami kemajuan.

“Eun woo….” Panggil Senja, dia mulai tidak tahan dengan suasana kaku yang tercipta di antara mereka berdua. EUN WOO berpura-pura tidak mendengar, sibuk menyumpit makanan yang tersaji di meja. “Kau marah padaku ya?”

Hening. Masih tidak ada jawaban.

Senja mengigit sumpitnya, bingung. “Bicaralah. Kumohon.” Pintanya.

EUN WOO menatapnya sekilas. Kemudian kembali menikmati makanannya.

“Arasseo. Arasseo. Kau marah, baiklah. Mianhaeyo. Tapi aku sudah menyuruh Hyo Mi untuk tidak mengatakan pada siapapun tentang aku dan kau, dia kan satu-satu temanku. Aku mempercayainya.”

EUN WOO meletakkan sumpitnya, mengelap mulutnya. “Bisakah kau menunggu sampai aku selesai makan baru kau bicara?” EUN WOO meminum airnya dan bangkit. Sejujurnya dia memang paling tidak suka diajak bicara ketika makan. Dan selama ini Senja sangat gemar melakukan hal itu.

“Jadi kau tidak marah?” tiba-tiba Senja sudah ada di sampingnya saat akan menaiki tangga. EUN WOO tidak menjawab. Malas. “Diammu ku anggap jawaban ‘iya’ Eun woo. Baiklah.” Senja tidak meneruskan menaiki tangga. Dia belum menyelesaikan makannya. Senja menatap punggung EUN WOO yang sudah berada di lantai dua. “Dasar patung es!” celanya, tapi kemudian dia tersenyum.

-0-

“Yong Jae ini Senja, Senja ini Yong Jae.”

Senja memperhatikan laki-laki dengan senyum yang cerah itu, postur tubuh yang kecil dan tatapan yang bening namun tegas. Dia mengulurkan tangannya. “Senja.” Ucapnya.

Yong Jae membalas uluran tangan gadis berambut cokelat dengan mata besar di hadapannya. “Yong Jae.” Katanya.

“Dia baru pindah kemarin ke rumah di sebelahku, dan begitu kulihat seragamnya ternyata dia sekolah disini juga. Tapi kau sudah tingkat dua ya?” Tanya Hyo Mi seraya memakan sandwichnya. Mereka sedang menikmati makan siang di kantin, sedang malas berpanas-panasan di pinggir lapangan baseball seperti biasanya.

Yong Jae mengangguk. “Tapi aku memang lebih sering sendiri, memotret. Makanya kau sebelumnya mungkin tidak pernah melihatku.”

Senja mengangguk-angguk mengerti. Dia baru kembali masuk sekolah dan Hyo Mi sudah memperkenalkannya pada orang baru ini. Dia suka teman barunya ini, senyumannya begitu cerah. Dan poin penting lainnya, lihat apa yang Yong Jae gantungkan di lehernya. Sama seperti yang senantiasa menemaninya, sebuah kamera hitam dengan lensa panjang. “Apa yang suka kau potret?”

“Semua hal, semua yang indah.” Kata Yong Jae, suaranya ringan menenangkan. Dan dia selalu tersenyum setelah berbicara, itu fakta pertama yang Senja perhatikan.

Senja seperti bercermin begitu melihat sosok Yong Jae, dia juga akan memilih untuk sendiri kalau saja Hyo Mi tidak menyapanya duluan waktu itu. Tidak banyak orang yang suka berlama-lama memperhatikan suatu objek, berdiam, menahan nafas, dan memutar lensa begitu seksama hanya demi sebuah gambar yang mungkin hanya di bisa di mengerti olehnya. Tidak banyak orang juga yang akan mengerti perasaan bahagianya ketika seekor kupu-kupu cantik berhasil terabadikan setelah berjam-jam di perhatikan.

“Sore nanti, apa kalian ada waktu? Ayo kita menonton pertandingan baseball.”

Senja langsung memekik senang, “Joha. Aku bisa.”

LOVE HURTSWhere stories live. Discover now