Jeyra membuka matanya, dan yang pertama kali ia lihat adalah langit-langit berwarna abu gelap, persis seperti kejadian kemarin, namun yang membuat berbeda adalah tidak adanya tangan penuh tato yang melingkar di pinggangnya.
Gadis-- ah salah, maksudnya wanita itu membalik badannya, menatap tembok ber-cat hitam kelam itu. Satu tetes air mata meluncur dari matanya. Semalam, Jeyra benar-benar melakukannya bersama Davin, dan saat ini Jey bukan lagi seorang gadis.
Menyesal, kecewa, dan benci secara bersamaan kini ia rasakan. Meskipun begitu, tapi Jeyra berusaha menerima, ini semua keinginannya, dan menyesal sekalipun tidak akan mengembalikan keperawanannya yang sudah ia berikan secara suka rela kepada pria yang ia cintai.
Jeyra menarik selimut yang menutupi tubuh telanjangnya hingga kepala, bahunya bergetar, air matanya mengalir deras, Jeyra berusaha menghentikannya namun tidak bisa. Sesuatu yang sangat berharga untuk seorang perempuan, kini sudah tidak ia miliki.
Jeyra malu, pada dirinya sendiri dan juga pada para gadis di luar sana yang masih bisa menjaga mahkotanya dengan baik. Sekilas wajah mamanya memasuki kepala Jeyra, membuat tangisannya semakin kuat. Pasti mamanya akan sedih jika mengetahui hal ini.
Anaknya satu-satunya sudah rusak karna cinta yang membutakannya.
"Jangan nangis, gue gak suka."
Jeyra terdiam, ie membuka selimutnya dan menatap seorang pria berpakaian rapih yang berdiri tidak jauh darinya. Wajah tampan itu menyorot nya dingin, membuat Jeyra merasa aneh, apa ia membuat kesalahan?
"Kamu mau ke mana?" tanya Jeyra dengan suara serak.
Davin berdecak. "Bukan urusan lo," jawabnya datar.
Pria itu berjalan mendekat kemudian menarik selimut yang menutupi tubuh telanjang Jeyra hingga gadis itu memekik terkejut, Jeyra hendak mengambil selimut itu namun tatapan tajam Davin menghentikannya.
"Bersihin badan lo, sekarang," perintahnya.
Jeyra mengangguk, ia berusaha duduk sambil menutup beberapa area pribadinya, hal itu membuat Davin jengah dan menarik tangan Jeyra dan menghempaskan kedua tangan itu.
"Gue udah liat semuanya semalem, gak usah sok-sok an di tutup seolah lo cewek baik-baik," ucapnya dengan tatapan menusuk.
"Sekarang lo itu jalang, badan lo udah gue pake, jadi bertingkah sesuai keadaan lo, gak usah sok suci."
Jeyra menunduk, hatinya sakit mendengar ucapan Davin, meskipun itu benar adanya. Ia jalang, benar, ia seorang gadis murahan yang di butakan oleh cinta, hingga melakukan hal seperti ini.
"Gue mau pergi, jangan keluar kamar ini sampe gue balik lagi," ujar Davin membuat Jey langsung mendongak.
"Tapi aku harus sekolah," ujar Jeyra.
"Lo ngebantah?"
Jeyra menelan ludahnya kasar, air matanya kembali jatuh, Jeyra fikir sikap Davin akan menjadi hangat setelah ia menyerahkan mahkotanya, namun ternyata sebaliknya, Davin malah menjadi lebih dingin dari sebelumnya.
"Gue bilang jangan nangis bangsat! Gue gak suka air mata lo itu!" bentak Davin membuat Jeyra kaget. Jeyra menatap Davin yang terlihat marah, wajah pria itu memerah, tatapannya semakin tajam, hingga tubuh Jeyra gemetar melihatnya.
Davin mengatur nafasnya, ia menyorot wajah sendu Jeyra dengan tajam. "Turutin gue, kalau lo gak mau gue jadi lebih kasar dari ini," ujar Davin penuh penekanan.
Davin berjalan menuju pintu, pria itu menoleh sekali lagi pada Jeyra. "Awas kalau sampe lo gak ada di sini pas gue balik."
Pintu itu di tutup secara kasar, dan Jeyra dapat mendengar suara pintu di kunci dari luar. Ia menunduk, mengapa sikap Davin jadi seperti ini? Apakah Jeyra membuat sebuah kesalahan yang tidak ia sadari hingga membuat Davin bersikap demikian?
Jeyra menghela nafas, ia tidak mau terus menerus berada di jurang penyesalan ini. Setidaknya keinginannya sejak dulu sudah terwujud yaitu menjadi kekasih Davin. Jeyra berusaha tersenyum, ia harus mengambil sisi positif dari kejadian ini.
"Awh," Jeyra merintih, kakinya baru turun ke lantai dan rasa perih yang menusuk di bawah sana membuat nya mengernyit sakit. Semalam Jeyra ingat jika Davin melakukannya secara kasar karna Jeyra meminta Davin berhenti.
Ya, Jeyra menyesal di tengah jalan, namun Davin tidak perduli itu. Ia melanjutkan perbuatannya sambil berbisik tajam pada Jeyra.
"Gue pernah bilang ke lo, kalau gue gak suka tidur sama cewek atas dasar paksaan, tapi sekarang itu gak berlaku buat lo, gak perduli apapun, lo tetep harus di ranjang ini, dan muasin gue!"
Jeyra menegap, mungkinkah itu alasan Davin tadi bersikap dingin padanya? Sepertinya Jeyra harus minta maaf karna semalam ia menyuruh Davin untuk berhenti. Padahal Jeyra masih ingat ucapan Davin saat di rumahnya.
"Kalau lo gak banyak tingkah gak bakal sakit karna gue bakal maen lembut, tapi kalau lo berubah fikiran di tengah jalan dan nyuruh gue berhenti, gue pastiin bukan cuman sakit, tapi lo juga bakal babak belur."
Jeyra mengangguk, ia akan minta maaf jika Davin sudah kembali. Semoga saja pria itu mau memaafkannya.
****
"Weh akhirnya Davin balik lagi! Udah tiga hari lo gak ke sini, kemana aja lo?"
Ucapan itu langsung menyambut Davin, begitu pria itu duduk di depan meja bar Club milik Rafa. Davin menatap pria itu, Karel, temannya yang sudah menjadi langganan Club ini, Davin mengenalnya karna mereka sama-sama tidak pernah absen dari tempat ini.
Davin tersenyum miring. "Gue nemuin mainan yang menarik, sampe gue lupa ke sini," ujarnya.
Karel tersenyum lebar. "Beneran? Gue mau liat, kalau cantik, gue mau pinjem, boleh?" tanya nya.
Karel tentu tau maksud mainan yang Davin ucapkan. Tentu saja perempuan, Davin itu sangat suka bermain perempuan, sudah tidak terhitung berapa perempuan yang ia jadikan mainan hanya untuk di jadikan teman tidur.
Davin mengangguk. "Dia lebih dari cantik, masih polos, dan yang pasti dia cinta mati sama gue."
Senyum Karel semakin lebar, ia merasa semakin tertarik. Di jaman seperti ini sangat sulit menemukan wanita yang masih polos, dan Karel ingin menyicipi mainan Davin yang katanya masih polos itu.
"Lo bakal minjemin ke gue kan? Kayak mainan lo yang kemaren-kemaren?" tanya pria tampan dengan rambut kecoklatan yang agak ikal itu.
Karel itu tampan, ia berasal dari keluarga kaya, hobinya sama seperti Davin, minum-minum dan mengganti-ganti pasangan ranjang. Pria itu tua dua tahun di atas Davin, namun mereka mudah akrab karna se-frekuensi.
Davin tidak menjawab, membuat Karel berucap lagi. "Gue tau lo itu orang yang pantang tidur dua kali sama satu cewek, itu sebabnya lo selalu mutusin pacar lo kalau udah lo tidurin, dan lo bakal mertahanin mereka yang belum lo bawa ke ranjang, sampe mereka yang minta."
Karel menarik nafas dalam. "Dan gue yakin mainan lo yang sekarang udah lo tidurin, jadi lo bakal pinjemin dia ke gue kan?"
Davin mengangguk. "Oke, tapi tunggu gue bosen sama dia."
"Lo mau tidur sama dia lagi? Serius?" tanya Karel kaget.
Davin mengangguk lagi. "Karna gue suka dia, lebih dari mainan-mainan gue yang dulu," ucapnya dengan senyum miring.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Davin
Romance"Tidur sama gue, dengan itu gue percaya lo beneran suka sama gue." Jeyra tidak menyangka jika rasa cintanya pada pria yang ia sukai diam-diam membuatnya terjebak pada dunia gelap yang menyedihkan, mengantarnya pada penderitaan tidak berujung. Awaln...