6. Pengendalian Diri

708 105 12
                                    

Semua orang tercengang. Banyak dari mereka bertanya-tanya tentang tunangan Sasuke yang sama sekali tidak pernah terlihat di kamera. Kali ini dapat mereka lihat secara langsung.

Wajah yang telah terpoles make up sederhana namun menawan, mampu menarik semua perhatian tamu undangan. Sederhana, terkesan natural, namun terlihat mahal.

Baju putih dengan desain rumit, tanpa lengan, dan panjang menjuntai hingga mata kaki, membuat tubuhnya terlihat lebih tinggi. Bagian punggung yang terbuka memperlihatkan kulit sehat, halus, nan putih yang Naruto miliki. Menambah kesan mewah pada Wanita yang kini digandeng mesra oleh Sasuke mala mini.

Naruto berusaha sekuat tenaga untuk tidak menunduk malu. Menjaga kepalanya untuk tegak dan memandang semua orang dengan percaya diri. Ia tidak akan mempermalukan calon suaminya.

Sasuke membawa Naruto masuk dalam ruangan dengan perlahan daan hati-hati agar sang Calon istri tidak terjatuh karena harus mengenakan hak tinggi. Namun sepertinya yang ia takutnya juga tidak terjadi. Naruto terlihat seperti telah terbiasa menggunakannya.

"Kau baik-baik saja menggunakan hak setinggi itu?"

"Ini sepatuku sendiri, mana mungkin aku tidak terbiasa mengenakannya?"

"Benarkah?" Sasuke terkejut dengan jawaban Naruto.

"Nak! Ayo masuklah."

Keduanya menoleh pada arah suara. Ayah Sasuke rupanya telah menunggu mereka di depan pintu masuk.

Setelah memberikan penghormatan pada calon mertua, dan sedikit berfoto dengan wartawan, dan segala hal yang melelahkan lain. Akhirnya pesta pun memasuki sesi hiburan. Para pengunjung bebas makan dan berbincang dengan relasi masing-masing.

Hingga saat pertemuan yang sama sekali tidak Naruto harapkan terjadi. Sakura berdiri tepat di depannya memasang wajah marah paling jelek yang pernah ia lihat selama mereka bersama-sama.

"Jadi, sekarang kau sudah melepas baju dombamu, Serigala jalang," kata Sakura dalam ketidakkontrolan. Ingin mencakar dan menjambank Wanita di depannya.

"Sudah Sakura, ayo kita cari minuman." Sasuke memegangi Sakura, dan menyeret sang Pacar untuk tidak melakukan niatnya untuk bergulat di tengah pesta.

"Kalau kau ingin merayu Sasuke-ku. Tidak dengan riasan atau bajumu yang konyol itu. Lupakan. Kau terlihat seperti pelacur! Penggoda pacar orang. Kau tidak akan dapat mengambil Sasuke dariku. Camkan itu Naruto!"

Sakura mengumpat, mengancam, dan berteriak di tengah pesta dengan Sasuke yang masih memeganginya dan menyeretnya untuk pergi menjauh. Hingga mereka berdua hilang ditelan keramaian yang mulai berbisik, dan pandangan kasihan yang ditunujukan untuk Naruto yang berdiri sendirian di tengah kerumunan.

Naruto terdiam di tempatnya berdiri. Mengawasi bayang-bayang Wanita cantik yang merupakan dirinya pada pantulan tiang besar yang berlapis kaca. Ia harusnya telah sadar, sekenario menikahi Sasuke haruslah seperti ini adanya. Menikahi laki-laki yang telah memiliki kekasih. Berarti harus siap berpura-pura bahagia dan baik-baik saja di depan semua. Makai ia haruslah lebih kuat dan melindungi reputasi calon suaminya.

"Maaf atas gangguannya. Sasuke tengah membereskan semua urusanya sebelum kami menikah. Namun sepertinya tidak sesuai ekspektsinya. Ia terlalu tampan untuk dilepaskan."

Semua orang tertawa oleh candaan formal yang Naruto sampaikan.

"Jadi, silahkan menikmati pestanya lagi. Sekali lagi saya minta maaf atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan." Naruto menunduk untuk menegaskan permintaan maafnya.

Akhirnya suasana kondusif Kembali. Para Tamu kembali pada aktifitas mereka semula.

Naruto yang merasa sangat-sangat lelah dengan keramaian, memutuskan untuk pergi ke balkon depan untuk mencari udara segar.

Ia dapat merasakan udara segar yang ia cari saat telah mencapai pagar pembatas balokon lantai dua yang ia singgahi saat ini. Ia menghirup napas dalam-dalam untuk menghilangkan kepenatan yang telah tercipta. Walau tak dapat menghilangkan, hal ini cukup dapat mengurangi beban yang membuat sesak paru-parunya.

"Naruto?" seseorang tiba-tiba memanggilnya dari belakang.

Naruto berbalik dan mendapati seseorang yang ia kenal tengah memandangnya dengan tatapan yang kalau Naruto tidak salah kira, itu adalah kekaguman.

"Hai, Fuji," jawab Naruto.

"Kau masih mengenaliku." Fuji terkejut dengan kenyataan bahwa Naruto masih mengingatnya.

Apa alasan Naruto untuk tidak mengingat sahabat Sasuke yang selalu menjelek-jelekan namanya di belakangnya.

"Tentu saja. Tapi tidak dalam konteks yang baik. Maaf, aku akan Kembali ke dalam." Naruto hendak beranjak, sebelum Fuji menghentikannya.

"Tunggu Naruto. Aku tidak mengerti maksudmu?"

Naruto hampir meludah kecut karena kepalsuan Fuji. Namun ia menghentikan diri untuk bersikap kekanakan dan hanya menggenggam tangannya sendiri erat-erat.

"Aku hampir lupa. Jadi lupakan saja." Namun sekuat apa pun dia menahan, ekspresi marahnya tetap tak dapat ia sembunyikan.

"Apa kau tahu?" tanya Fuji yang melihat adanya perubahan ekspresi.

"Tentu saja," jawab Naruto diiringi gemeletak gigi.

"Dari siapa?" tanya Fuji, yang mulai menampakan ekspresi gelisah.

"Aku mungkin menggunakan kacamata tebal, tapi aku tidak buta, apa lagi tuli. Aku tahu kau—"

"Kau benar-benar tahu, aku menyukaimu?" Fuji menyela ucapan Naruto dalam ketakutan yang tertahan.

Di saat yang sama, Sasuke rupanya sudah berdiri di pintu depan mereka, dalam ekspresi terkejut yang tak pernah Naruto lihat sebelumnya. Lalu entah kenapa, wajah Sasuke beransur-ansur memerah, rahanganya mengeras, dan otot pelipisnya mencuat. Seolah-olah entah benar atau salah, kemarahan sedang menyelimutinya.

Bersambung ....

Tidak perlu otot kawat, tulang besi untuk tahu siapa yang paling kuat di antara mereka bertiga.

Jangan lupa comment dan vote. Terima kasih ....

Alice In The Marriage (Sasu fem Naru) TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang