Tampak seorang gadis remaja yang sedang berkutat dengan angka, di meja kasir. Ia sedikit kesusahan karena banyak sekali pemasukan pada hari kemarin. Memang kemarin pemasukan belum sempat dihitung karena sudah lelah dan memasuki waktu pulang kerja.
" Huft, akhirnya!" Ucapannya, lalu menyenderkan punggungnya di kursi kasir.
" Kam, udah selesai ngitung pemasukannya?" Tanya seorang lelaki yang bekerja di cafe ini.
" Udah Bang, aku kedepan dulu!" Pamit Lea.
Yang diajak bicara hanya mengangguk mengiyakan, setelah itu pergi dari hadapan Lea. Lea berdiri dari duduknya, lalu melangkahkan kaki menuju depan cafe. Hari ini libur sekolahnya, ia merasa bosan saat di rumah. Mama dan Kakaknya tadi pagi pergi ke rumah Nenek di kota Bogor, sedangkan Papanya kemarin sore berangkat keluar kota untuk bisnis.
Sebelum keluar dari cafe, Lea menatap trotoar lewat kaca cafe yang transparan. Hari ini trotoar kelihatan ramai dengan orang yang berlalu-lalang dengan arah yang berbeda-beda. Melangkah keluar untuk mencari udara bebas. Saat di luar, wajahnya diterpa oleh angin sepoi-sepoi yang datang tak terduga. Rambut panjangnya yang dikuncir setengah juga ikut tertiup angin.
Tiba-tiba ada benda dingin yang menempel di pipi kanannya. Matanya mengerjap cepat karena kaget oleh sensasi dingin yang tiba-tiba di rasakannya. Saat menengok ke samping, dia melihat sosok lelaki yang mengenakan kaos putih yang dilapisi Hem Flannel perpaduan warna merah, hitam, dan navy.
" Eh, Kak Daffa!" Sapa Lea dengan ramah.
Yang disapa hanya tersenyum tipis, sangat tipis. Bahkan orang lain tak mengerti jika itu adalah senyuman.
" Libur?" Tanya Daffa singkat.Lea yang ditanya hanya mengernyitkan dahinya bingung, dan setelah paham apa yang ditanyakan oleh Daffa.
" Sekolah libur hari ini," jawab Lea, memberi tahu.
Daffa hanya memberikan anggukan, serta jawaban "oh," sebagai responnya. Sangat tidak ber attitude bagi Lea.
Lea yang sudah merasa bosan di luar, berniat berbalik masuk ke dalam cafe dengan langkah kecilnya.
'kring'
Lonceng pintu cafe berbunyi saat Lea membuka pintunya. Saat sudah masuk, matanya beredar menatap interior cafe yang terlihat sederhana tetapi modern.
'kring'
Lonceng berbunyi untuk kedua kalinya setelah Lea yang membuka pintu cafe tadi. Lea berbalik ke belakang untuk menengok siapa yang datang setelahnya. Ternyata Daffa, hari ini dia terlihat lebih TAMPAN dari hari sebelumnya.
Oke, Lea sedang berhalu, jadi lupakan pemikirannya tadi tentang tampilan Daffa hari ini yang berbeda dari hari sebelumnya. Kembali seperti tadi, Lea melangkahkan kakinya menuju dapur cafe. Meninggalkan sosok Daffa yang tadi berdiri tepat di belakangnya.
🍃🍃🍃🍃🍃Hari ini Daffa sedang berada di café, yang akhir-akhir ini selalu dikunjungi olehnya. Niatannya datang kemari ialah diajak berkumpul oleh kedua sahabatnya, sebenarnya untuk hari ini Daffa merasa sangat malas sekali untuk menginjakkan kakinya keluar dari apartemen yang ditinggalinya.
“ Morning babe….!” Seru Putra sambil menepuk bahu Daffa dengan kekuatan yang lumayan.
Sedangkan Kean yang berdiri di samping Putra, bergidik ngeri. Merasa jijik setelah mendengar sapaan dari mulut Putra, yang kadang tidak di filter. Menatap jengah kearah Putra, lalu segera duduk di kursi depan Daffa.
“Mulut Lo kalau ngomong bisa di filter nggak sih, jijik gue dengerinnya!” kesal Kean.
“Eh, si Abang iri tuh, mau dipanggil apa, sayang, baby, be love, atau my lovely?” tanya Putra, berniat menjahili Kean.
“Bicit mulu bisanya, pantesan jomblo!” ejek Kean, stok sabarnya hampir habis karena Putra.
“Bacot bang, bukan bicit, emang situ nggak jomblo apa?” Tanya Putra, membalas Kean yang mengejeknya.
“Bodo amat, monyet emang!” kesal Kean, lalu segera duduk di kursi yang masih kosong.
“Istighfar Bang, nggak ada faedahnya ngomong bacot, Monyet, mau apalagi, dog?” tanya Putra, masih gencar untuk membuat kesal Kean.
Kean hanya diam sambil men-scroll layar android miliknya, sedangkan Putra tersenyum puas karena itu. Putra paling suka membuat si tampan Kean itu, kesal setengah mati karena dirinya.“Udah bacotnya?” tanya Daffa, sembari menatap ke arah Kean dan Putra secara bergantian.
Suara langkah kaki berjalan mendekati meja mereka, membuat ketiga lelaki tersebut mendongakkan kepalanya untuk melihat siapa yang datang.
“Ini Kak pesanannya, silahkan dinikmati!” ucap Lea yang datang dengan membawa nampan berisi pesanan.
Putra memperhatikan garis wajah Lea dengan teliti, hingga satu pertanyaan keluar dari mulutnya, “Eh Lo cewek waktu itu yang datang ke stand kita kan?” tanya Putra.
Lea hanya mengangguk sambil tersenyum tipis sebagai jawabannya. Putra mengangguk paham, sedangkan Daffa dan Kean berprasangka tak enak, pasti akan ada sesuatu yang akan dilontarkan dari mulut Putra.
“Lo babu di sini?” tanya Putra dengan wajah serius.
Lea melototkan matanya kaget, untuk pertama kalinya ada orang yang berani menanyakan hal yang belum pernah dilontarkan dari mulut siapapun.
Daffa dan Kean menatap Putra dengan tatapan tajam, ternyata benar apa prasangka mereka berdua tadi. Berjuta tingkah abstrak dari Putra, membuat siapapun yang baru mengenalnya akan langsung kesal dan marah.
“Eh enak aja babu, gue anaknya yang punya café ya!” jelas Lea dengan ngegas.
Sedangkan Putra sudah tertawa terpingkal-pingkal karena melihat kekesalan dari Lea, “Hahahaha, Sans dong, gue cuma bercanda!”
“Huh, cowok aneh!” ejek Lea.
“Wow, santai neng, Abang Cuma nanya doang kok.”
"Abang-abang, gue Cuma punya abang satu!”
"Eh, emang gue nanya abang lu ada berapa, gue cuma nyebut diri gue sebagai orang yang lebih tua umurnya dari lu bocah,” jawaban dari putra membuat Lea kicep harus membalas apa, sangat menyebalkan.
“Udah woi, nggak ada habisnya kalau Lo ngeladenin titisan Suzanna ini, tumben ke sini, biasanya di rumah?” tanya Kean, mengalihkan pembicaraan.
Lea hanya mengangguk malas, “Nggak enak sendiri di rumah, Mama sama kak Darren pergi ke rumah nenek, trus Papa ada urusan bisnis di luar kota,” beritahu Lea, dengan wajah murung.
“Pacar lu, En?” tanya Putra kepada Kean.
Daffa yang melihat interaksi antara Lea dan Kean menjadi sedikit kesal, merasakan pa as yang menjalari tubuhnya, terutama di telinganya.
“Mantan gue, ya bukanlah….., Lea tuh tetangga sebelah gue!” jawab Kean.Daffa yang mendengarnya tersenyum lega, terdengar sangat jelas di telinga ketika orang di sekitarnya.
“Anjir, kutub es kayaknya baru sakit En!” beritahu Putra.
“En, En, nama gue Kean bego!” umpat Kean.
“Kean, biar lebih singkat manggilnya En, soalnya kalau Ke serasa manggil Kekeyi, trus kalau An, serasa manggil nama cewek!” jelas Putra.
🍃🍃🍃🍃🍃
KAMU SEDANG MEMBACA
RELUNG
Romance" Permisi Kak, boleh minta tolong nggak?" Tanya Gadis remaja yang menggunakan setelan Hoddie warna coklat susu. Ketiga Pria remaja tadi menengok ke belakang, mata mereka terbelalak melihat gadis yang meminta tolong kepada mereka. " Cuci mata sebenta...