Aku nggak ngelakuin apa-apa. Hanya ada satu masalah, yang itu cukup privasi.
Kawaki menggeram bersamaan punggung yang ia senderkan pada dinding luar ruangan UKS. Pertengkaran singkat yang dia lakukan di halaman belakang sekolah bersama Inojin tidak membuat rasa ingin tahunya puas. Beberapa pertanyaan muncul dalam benak begitu Kawaki memutar ulang kejadian-kejadian yang membuat keanehan itu terasa semakin nyata.
Untuk yang pertama; saat di pesta, saat Kawaki sadar menghilangnya Inojin dan Hima secara bersamaan. Padahal, saat pesta dilaksanakan, Kawaki masih sempat melihat keduanya berpegangan tangan sebelum dia mengajak Inojin untuk bermain. Apa yang sebenarnya terjadi? Entahlah, semua terasa begitu saling berhubungan.
Saat terdengar pintu dibuka, Kawaki hampir terlonjak kaget begitu mendapati Himawari Uzumaki keluar dari ruang UKS. Tubuhnya yang mungil dengan pipi tembam dan rambut sebahu tampak begitu lesu.
"H-hima?" Kawaki segera mengekori Hima dari belakang saat gadis itu berjalan tanpa memperdulikan keberadaan Kawaki di sisi pintu. "U-udah baikan?"
Himawari tidak menjawab.
"Akan kuantar pulang, mau?" Laki-laki itu mempercepat langkah, dan berhasil menghentikan Himawari dengan cara menarik tangannya.
"Kau k-ke—napa...?" Suara Kawaki tercekat, saat melihat raut wajah Hima dengan dekat. Sepasang matanya sayu, dengan air mata berjatuhan. Bibirnya yang biasa dipoles warna pink tipis kini kentara—kering dengan warna kaku—bahkan keringat dingin berkeluaran di dahinya.
"Hoi!" Kawaki sedikit menyentak, dengan kedua tangan menangkup pipi Hima. "Kenapa menangis?"
Hima diam sesaat. Air mata masih berjatuhan di pelupuk matanya yang basah. "Ayo kuantar pulang. Jika besok masih bersikeras untuk pergi ke sekolah, akan kupaksa kau untuk kembali ke rumah. Bagaimana pun caranya."
Sepasang mata sewarna biru langit itu menatap mata Kawaki. "Antar aku... ke supermarket."
"... Hah?"
"Mungkin, satu kopi kaleng dapat menyegarkan tenggorokan?" Kawaki mengerutkan dahi heran. Supermarket? Kopi kaleng?
"Tapi... kopi kaleng? bukannya kamu alergi sama segala yang kalengan?" Pertanyaan Kawaki dihadiahi satu pukulan di kepalanya oleh Hima, kemudian setelahnya Himawari segera berlalu meninggalkan Kawaki yang mengaduh.
Hima tidak alergi, dia hanya tidak suka minuman ataupun makanan instan dalam bentuk kaleng. Menurutnya, itu menjijikan. Namun entah kenapa, rasanya kopi kaleng dingin di siang yang panas ini begitu mempengaruhi otaknya. Semua terjadi saat Yuina berpamitan pulang duluan seraya meminum kopi kaleng di tangannya.
Namun, bukan hanya kopi kaleng sebagai tujuan Hima pergi ke supermarket. Ada satu benda lagi yang sangat ingin ia beli, sebagai obat penasaran, agar Hima bisa fokus tanpa memperdulikan apa-apa lagi.
Testpack.
***
"Tunggu di sini," ujar Hima saat dia dan Kawaki sampai di supermarket dekat sekolah.
Kawaki menurut, membuat Hima menarik senyum. Satu yang Hima tahu; Kawaki tidak akan semenurut itu pada orang lain yang seumuran dengannya. Dan untuk semua perlakuan Kawaki padanya, Hima merasa seseorang yang istimewa.
Kakinya melangkah maju, mengambil dua kopi kaleng dingin, dan berjalan mendekati kasir. "Ada... testpack?" Akhirnya, untuk beberapa percobaan mengatakan hal yang sama dalam benak, untuk beberapa hari yang dirasa berat, Hima berani mengungkap atas apa yang menjadi jadi dasar penasaran tiada terbayarkannya kini.
Sepersekian detik, kasir yang sedang melayani menatap Hima dengan ekspresi kaget—dan tidak percaya.
"Ng-nggak, untuk tugas biologi." Hima tersenyum kikuk, biarlah berbohong, sudah terlanjur.
KAMU SEDANG MEMBACA
InoHima | My Moon
FanfictionINSIDEN memalukan yang membuat tawa pecah jika diingat terjadi pada sepasang kasih yang awalnya bahagia kini menjadi duka dan malang. Kejadian di pesta ulang tahun, hari itu, membuat semuanya berubah. Itu hanya sebuah kecelakaan, tapi kenapa dia ha...