Tubuhnya dia rasa dingin, mengeliat sejenak sebelum akhirnya membuka mata—gelap, itu yang dilihatnya. Lalu tangannya berjujai meraba-raba, ingin tahu dia di mana, namun yang terasa menyentuh kulitnya hanyalah sejenis kain yang tergeletak di mana-mana, saat itu pula, gadis itu sadar bahwa dia sudah tidak memakai kain sehelai pun untuk menutupi tubuhnya, saat hendak berteriak namun sesuatu menghentikannya.
Kala saklar ditekan, listrik menyuruh lampu untuk menyala, lelaki itu segera menutup mulutnya yang berteriak sedemikian kencang hingga memekikkan telinga. Tidak disangka, tamparan jelas dia lakukan pada seseorang yang berbuat keji, membuat sudah tidak suci, dengan nada ketus nan lirih dia bertanya, "Apa yang kamu lakukan?!"
Air matanya jatuh, seraya tangan dia gerakan untuk mendorong lelaki berperawakan tinggi yang sama-sama sedang tidak memakai kain sehelaipun menutupi tubuhnya yang pucat—kian pasi karena dinginnya ruangan.
"Aku nggak tahu, aku... aku nggak ingat apa-apa," dia menjawab, dengan air muka bersalah yang kian nampak di wajahnya.
"I-inojin..."
"D-dengar, ini bukan salahku, ini bukan salah kita. Semuanya akan baik-baik saja, nggak akan terjadi apa-apa. Kamu mengerti?" Inojin terduduk di lantai, dia memunguti pakaian Hima dan memakaikannya di sana. "Kita akan pulang, aku akan mengantarmu."
"Tapi..."
"Percaya padaku, semua akan baik-baik saja." Inojin berdiri, dia memakai jaketnya, dan menarik Hima yang sudah memakai baju dress semalam itu untuk keluar gudang, dan berlari cepat menuju mobil miliknya yang sudah terparkir di luar.
"Akan aku antar kamu pulang, kamu nggak usah masuk sekolah dulu besok, biar aku yang bilang."
Gadis itu menggeleng. "Yang kita lakukan bukanlah hal yang sepele, yang bisa aku lupakan begitu saja, Inojin. Kamu tahu itu."
"Hima...."
"Bagaimana jika aku tidak bisa mengikuti audisi, bagaimana jika Ayah tahu?"
"Hima dengar aku, semua akan baik-baik saja."
"Bagaimana jika Ayah mengeluarkanku dari sekolah—"
"Hima! Cukup! Dengar aku, semua akan baik-baik saja, Sayang. Dengar, semua akan baik-baik saja." Inojin menangkup kedua pipi Hima, membuat gadis itu menatap matanya dan diam untuk sesaat, sebelum Hima menepis lengan Inojin kencang.
"Bagaimana kau tahu semuanya baik-baik saja? Jika aku mengandung, apa itu akan baik-baik saja?" tanya Hima dengan air mata yang masih berjatuhan di sudut matanya.
Kejadian malam itu, akan menjadi awal dari kehancurannya.
Inojin tidak menjawab, ia menutup pintu mobil kencang, dan segera duduk di sebelahnya, menyalakan mesin dan mulai melajukan mobil.
"Inojin...."
"Itu tidak akan terjadi."
Hima diam, dan membuang muka.
Inojin akhirnya melajukan mobilnya, bersamaan dengan Hima. Perjalanan pulang begitu hening, berbeda dengan sebelum-sebelumnya. Untuk kejadian itu, Hima tidak akan pernah bisa melupa, itu adalah hal memalukan yang pertama kali dilakukannya tanpa sadar. Sekarang yang dipikirannya adalah ayah, bagaimana jika ayahnya tahu?
Tidak. Lebih dari itu, bagaimana jika dirinya mengandung? Akankah lelaki di sampingnya kini bertanggungjawab?
Hima tahu, mereka hanyalah korban, perlakuan itu tidak disengaja.
Nggak apa-apa, nggak akan terjadi apa-apa... semua akan baik-baik saja.
"Tolong antarkan aku ke kursus. Jangan antar aku ke rumah," ujar Hima tiba-tiba, membuat Inojin menolehkan kepalanya. "Aku akan langsung latihan. Aku akan bilang kalau aku menginap di rumah Kak Hako."
KAMU SEDANG MEMBACA
InoHima | My Moon
Fiksi PenggemarINSIDEN memalukan yang membuat tawa pecah jika diingat terjadi pada sepasang kasih yang awalnya bahagia kini menjadi duka dan malang. Kejadian di pesta ulang tahun, hari itu, membuat semuanya berubah. Itu hanya sebuah kecelakaan, tapi kenapa dia ha...