1. Childhood

25.4K 458 9
                                    

21+

Raline POV

Yang aku tau sejak kecil Randi selalu mengikuti kemana pun mamanya pergi.

Aku mengejeknya anak mama dan ia hanya bisa mengadu.

Entah bagaimana caranya dalam 20 tahun setelah berpisah pertemuan kami kembali terjadi.

Dengan perbedaan yang sangat mencolok tentunya.

Randi yang sekarang berprofesi sebagai dokter dan aku hanya manajer disebuah kafe kecil.

Apakah ia akan mengejekku sekarang?

"Apa kabar?"

Basa-basi?

"Seperti yang lo lihat."

"Mama kamu gimana?"

"Gak gimana-gimana, masih perempuan."

Aku tidak menemukan kesalahan di kalimatku. Tapi entah kenapa aku menangkap raut geli dimatanya.

"Mama lo gimana?"

Kita butuh sesuatu yang buat suasana gak canggung kan?

"Baik kok. Mama juga ingat sama kamu."

"Oh, lain kali kalau ketemu gue sapa."

Suara dering ponsel mengganti suasana canggung yang lagi-lagi terjadi.

Dia melihat dengan isyarat ingin mengangkat telepon, aku hanya merespon mengangguk.

Aku mengerti pekerjaan dokter.

"Permisi ya, aku kerumah sakit dulu. Ada keadaan darurat."

Lagi-lagi aku hanya mengangguk.

Aku tidak tau mengapa takdir kembali mempertemukan kami.

Apakah untuk mengejekku?

Aku bahkan tidak menyangka dia masih mengenaliku setelah 20 tahun.

Oh yang benar aja, wajah anak manis berusia 9 tahun sangat berbeda dengan wajah penuh jerawat 29 tahun.

Aku sudah lama melewati masa puber tapi jerawat sialan ini masih saja tumbuh diwajahku.

Aku bahkan dapat mengartikan tatapan beberapa orang yang dari tadi melirik kami.

Dengan wajah tampan tegasnya, dan dibalut pakaian mahal sangat berbanding terbalik denganku yang hanya mengenakan kaos dan celana jeans biasa.

Mungkin juga, aku akan kalah dengan perawat yang ada dirumah sakit.

Aku tidak berharap ada pertemuan selanjutnya.

****

2 minggu berlalu, seperti harapanku tidak ada pertemuan kembali di antara kami.

"Mbak, Yani bikin ulah lagi."

Itu lagi.

Nama Yani selalu menjadi alasan para pelayan mendatangi kantorku.

Sebagai senior dia selalu berlaku seenaknya, dan entah bagaimana pemilik kafe ini selalu beralasan setiap aku akan memecatnya.

"Mbak, yang jalannya gak hati-hati. Saya pelayan disini, saya sudah hapal jalan mana saja yang bisa saya lewati jika ingin mengantar pesanan."

"Heh, lo itu cuman pelayan. Lo pikir karena lo lama kerja disini lo gak bisa bikin kesalahan. Lo bisa lihat gak? Yang rugi disini cowok gue."

"Lah yang salahkan cowok mbaknya. Kenapa nabrak saya?"

Sayup-sayup aku mendengar suara teriakan Yani dan seseorang yang sepertinya sedang bermasalah dengan anak itu.

Shory StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang