f e b r u a ri (02)

580 287 163
                                    

"Takdirku, mencintaimu. Takdirmu, mencintainya. Sama, tetapi tidak ditakdirkan bersama."

-Zora Alterio




Sesakit ini?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sesakit ini?

Raganya tidur, tetapi otak masih tetap berputar. Air mata mengalir deras meskipun mata tertutup, tubuh menggigil meski sudah tertutup selimut, dan napas sesak meski udara segar masih ada di kamar kecilnya. Jantungnya juga berdetak tak beraturan, telinganya mendengar teriakan neraka itu lagi. Sakit ....

"Ya Allah ...."

Gadis kecil itu kemudian duduk sembari menutup tubuhnya dengan selimut. Menatap segala penjuru kamar yang berantakan karena sifat malasnya. Malam ini, bukan suara jangkrik dan kodok yang menemani. Tetapi, suara teriakan antara kedua orangtuanya menghiasi rumah sederhana itu.

"Ya Allah, padahal udah malem. Zora capek, pengen tidur," gumam Zora yang tetap meneteskan air matanya.

"Tadi Ibu sama Ayah, sekarang Ibu, Ayah dan Nenek. Mereka ada masalah apa, sih?!"

Duar!

Suara bantingan pintu mengangetkan Zora, ia mendengar Neneknya sedang meminta Ibu Zora membayar utang. Sebab, Ibunya memiliki utang kepada nenek entah berapa nominalnya.

"Buka! Buka pintunya!" ucap Ayah Zora kepada Ibu.

"Mau apa lagi?!"

"Selain utang dengan bank dan tetangga, ternyata kamu punya utang dengan Ibu?! Mau kamu apa, sih!" teriak Ayah.

"Terserah!"

"Kamu pikir siapa yang membantumu melunasi utang? Kamu selalu bertingkah seperti ini Mirah!"

"Aku ra butuh bondomu, Mas!" kata Mirah, Ibu Zora.

(Bondo : Harta- dalam bahasa jawa)

"Sudah ... biarkan Mirah tenang dulu. Maaf, le ... uangnya ibu minta karena besok ada kondangan," ujar Nenek dengan lembut.

Ibu marah sebab Nenek selalu mengungkit utang itu. Ibu bilang besok karena gajinya belum diambil, tetapi nenek tetap bersikeras meminta uang tersebut. Zora tahu, ibu menangis terisak di kamar. Ia yakin, Ibunya tidak mungkin berhutang sebanyak itu tanpa ada alasan.

"Huh ... capek." Zora membanting tubuhnya ke kasur. Tangan kanannya mengambil Handphone dan mencabutnya dari alat cas.

Jarinya yang lentik membuka aplikasi bertukar pesan dan alangkah terkejutnya melihat spamchat dari Alfan. Rasanya bahagia bercampur tak suka.

Zora and Twin YearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang