Chapter V

7 1 0
                                    

"Ahh, capeknya. Rasanya ingin tidur siang saja" kata Holden.

"Iya, aku juga lelah. Kita istirahat dulu saja. Lagipula ini masih siang juga" kataku.

Kami sudah memulai perjalanan dari pagi tadi. Dan ternyata tiga suku yang sudah kita kunjungi, menerima kita dengan baik. Aku diberikan banyak hadiah karena aku adalah darah naga. Sampai-sampai kami dipinjamkan gerobak untuk membawanya. Kita sekarang sedang dijalan menuju suku terakhir. Aku melihat Holden dan Mrolga anak buah Raja Mordos langsung tertidur. Ah sebaiknya aku memasak air saja untuk yang lain.

"Gallusia, sedang apa kau?" tanya Nyonya Ambresi.

"Ah, aku hanya mau memasak air. Habisnya tidak tahu mau melakukan apa" kataku.

"Begitu? Baiklah, aku akan pergi berburu sebentar dengan Talia" kata Nyonya Ambresi.

Merekapun pergi untuk berburu. Sembari menunggu airnya mendidih, tiduran dulu ah. 

-----

Airnya akhirnya matang, namun Nyonya Ambresi dan Talia belum kembali juga. Jadi, aku pergi mencari mereka. Ketika aku menemukan mereka, aku mendengar mereka berbicara membawa-bawa namaku.

"Talia, kau serius kau cinta pada Gallusia?" tanya Nyonya Ambresi.

"Kapan aku pernah berbohong? Aku bahkan sudah bilang padanya. Dan perilaku ku juga sudah menampakkan aku suka padanya" kata Talia.

"Tapi kalian berdua tidak kelihatan dekat sama sekali, apakah ada masalah antara kalian?" tanya Nyonya Ambresi.

Kita tidak ada masalah, tapi memang kita tidak begitu dekat setelah kejadian aku dikejar serigala. Apa yang akan dia jawab pada Nyonya Ambresi?

"Kami tidak ada masalah. Tapi sepertinya, Gallusia tidak ada rasa padaku" kata Talia.

Aku lari, mencari tempat untuk menyendiri. Dasar Gallusia bodoh, selama ini kau yang tidak peka. Dari awal Talia sudah mendekatiku tapi aku malah malu-malu yang kesannya menghindar darinya. Apakah hubunganku dengan Talia bisa diluruskan?

-----

"Gallusia, bangun. Sedang apa disini, matamu kok sembab. Kamu habis menangis ya?" kata Talia.

Aku kaget dibangunkan oleh Talia. Mungkin ini saatnya untukku jujur padanya. "Talia, aku tidak sengaja mendengar obrolanmu dengan Nyonya Ambresi" kataku.

"Oh, oh. Maafkan aku jika aku membuatmu tidak nyaman. Aku akan kembali" kata Talia.

"Bukan begitu. Akulah yang harus minta maaf, akulah yang tidak peka. Aku juga suka padamu" kataku.

"Tapi kemarin katamu, kau bilang aku hanyalah teman" kata Talia.

"Itu karena aku malu! Jadi sekarang kita pasangan?" tanyaku.

Matahari mulai terbenam. Sisa-sisa cahaya seolah mengarah pada kita. Talia memegang pipiku dan mengarahkan bibirnya pada bibirku. Rasanya sore ini tidak akan pernah ku lupakan.

-----

Kami melanjutkan perjalanan sore itu juga. Setelah kejadian tadi, Aku dan Talia malah jadi canggung sekali. Setiap melihat mukanya, aku memerah tak karuan. Tapi akhirnya sampai juga kita di suku terakhir.

"Ketua Furs, aku datang untuk memberi berita baik. Darah naga sudah ada bersama kita. Sejujurnya, dia berada bersamaku" kata Mrolga dengan suara yang kencang.

Seketika bayak warga yang mendekat seperti melihat air di padang pasir. Ada yang memegang rambutku, memegang tanganku dan melihat mataku dengan dekat. Memang hal ini terjadi di suku sebelumnya, tetapi aku tetap kewalahan. Tidak lama, seorang anak kecil keluar.

"Wargaku, berhenti mengganggu orang itu. Kembalilah ke rumah kalian masing-masing" kata Ketua Furs.

"Ketua Furs, aku adalah darah naga. Senang bertemu denganmu" kataku.

"Mrolga, bawa wanita ini ke desamu. Zaman sekarang kau masih percaya akan darah naga? Dasar naif" kata Ketua Furs.

"Dasar bocah, betapa liarnya mulutmu" kata Nyonya Ambresi.

"Nyonya Ambresi, tenang dulu. Ketua Furs, kami datang untuk mendirikan aliansi. Aliansi ini—" ucapku yang terpotong.

"Untuk menguatkan Oceiris? Sudah pergi sana, suku kami dapat bertahan sendiri. Sekarang juga pergi dari desaku!" kata Ketua Furs.

Ekspresi Holden berubah setelah ketua Furs berlaku tidak sopan. "Bocah ini memang butuh pelajaran, hyaa" Holden mau memukulnya. Aku ingin menghentikannya, tiba-tiba seorang yang besar menahan pukulannya.

"Farrsa, urus orang ini. Beraninya dia mau memukulku" kata Ketua Furs.

"Membuat. Kesal. Farrsa. Menjadi. Musuhku!" kata Farrsa.

Lalu mereka berdua baku hantam. Aku kaget, Holden bisa melawan orang yang jauh lebih besar darinya. Tetapi Holden agak kelewatan memukulnya. "Berhenti! Holden hentikan! Ketua Furs, maafkan Holden. Tetapi kami sedang lelah. Izinkan kami beristirahat malam ini" kataku.

"Terserah saja. Tapi aku tidak akan membantumu atau ikut aliansi" kata Ketua Furs.

-----

Aduh, sudah malam begini jadi tidak bisa tidur. Kenapa ya Ketua Furs tidak mau beraliansi? Aku pergi berjalan sebentar untuk menghirup udara segar. Tiba-tiba aku melihat seseorang berlatih memanah. Ternyata dia adalah Ketua Furs.

"Ketua Furs, sedang apa kau disini?" kataku.

"Darah naga? Apa urusanmu menanyakan itu?" kata Ketua Furs.

"Kamu padahal masih muda sekali untuk seorang ketua suku. Tetapi cara bicaramu seperti orang tua" kataku.

"Lebih baik kau kembali saja, keberadaanmu membuatku kesal" kata Ketua Furs.

"Kenapa kau benci padaku? Aku pikir suku-suku di Oceiris cinta pada darah naga" kataku.

Dia terdiam sejenak, dan terlihat sedih. "Kenapa? Kenapa kau baru datang. Kami sudah kesusahan dari lama namun darah naga tidak datang-datang". Lalu dia menengkok ke mukaku dan berkata, "Mungkin jika kau tidak menceritakan kalau kamu adalah darah naga, aku tidak akan membencimu" lanjutnya.

Tiba-tiba ada monster besar datang. Aku panik, jika berteriak meminta tolong, akan memancing monster lain. Lalu aku melihat mukanya. Mau gaya berbicaranya seperti orang tua, anak kecil akan tetap takut jika melihat monster.

"Ini salahmu! Karena kau datang, kau memancing monster itu" kata Ketua Furs.

Karena Ketua Furs mencaci makiku dengan suara yang kencang, monster itu mau membelahnya dengan pedang. "Ketua Furs, awas!" kataku sambil melindunginya. Lalu aku terkena pedang monsternya. Punggungku berdarah, tetapi aku tetap menggendong Ketua Furs ke arah desa.

"Turunkan aku, aku bisa jalan sendiri! Hei apakah kau mendengar?!" kata Ketua Furs.

"Kau bodoh! Aku tidak akan membiarkan seorang anak mati sia-sia. Terlebih kau punya warga yang harus diurus" kataku.

Aku berlari tak henti-henti. Rasanya aku mau jatuh, tapi akhirnya aku sampai di gerbang desa. Setelah itu monster itu dibunuh oleh para pemanah. Semua menhampiri ku dan menggotongku. Setelah itu, penglihatanku berubah menjadi gelap.

-----

"Gallusia, Gallusia. Ayo bangun" kata seseorang.

"Ibu, Ibu?! Kenapa Ibu bisa disini?!" kataku.

"Bukan hanya ibumu. Kau lupa dengan ayahmu?" kata Ayah.

"Apa aku akan mati? Kenapa aku melihat kalian berdua?" kataku.

"Haha, lucu sekali. Gallusia kami bangga padamu. Kau akan menyatukan Benua Virteus di masa depan. Sayangnya, aku tidak bisa melihatnya ketika itu terjadi" kata Ibu sambil menetes air mata.

Aku memeluk mereka berdua, senang sekali bisa melihat mereka lagi. Tiba-tiba mereka mulai menghilang "Ayah?! Ibu?! Tunggu, jangan pergi dulu. Ayah?! Ibu?!".

-----

"Gallusia, apa kau sudah bangun?"

Bersambung

Dragon's ThroneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang