Zahra berjalan dengan wajah masam mengelilingi pesantren.Kakinya tak berhenti menendang ke depan membuat beberapa kerikil melambung karena ulahnya.Tak jarang ia terserimpet rok panjang yang ia pakai hingga terkadang umpatan keluar dari mulutnya juga.Sekarang Zahra telah berpakaian ala santriwati.Berbaju panjang dan mengenakan hijab.Rasanya lucu sekali gadis yang terbiasa dengan pakaian lelaki mendadak berubah layaknya wanita sejati.Zahra sebenarnya enggan, tetapi itu telah menjadi kekentuan pesantren dan ustadzah Kamila.Andai bukan karena wanita yang mirip ibunya itu yang meminta, Zahra tak akan sudi meninggalkan style anak kotanya.
Jika ada yang bertanya dimanakah tempat paling buruk, Zahra pasti akan menjawab di pesantren.Di tempat itu bahkan ia tidak dapat mengoperasikan ponsel guna menghilangkan suntuk, karena memang ponselnya telah disita oleh sang ayah.Katanya untuk menghormati peraturan pesantren.Basi!
"Pluk"
"Sialan!" Umpat Zahra karena merasakan kepalanya dilempari sesuatu.Dan tentu saja kejahilan itu membuat fokusnya berjalan terbuyar hingga lagi lagi ia hampir terjatuh karena terserimpet roknya sendiri.
"Bangsat.Siapasih yang jahil?" Umpat Zahra sekali lagi sembari mengangkat roknya sedikit keatas.Kini yang ia lakukan adalah mengedarkan pandang mencari si biang kerok.
"Eh, anak kota.Nyari gua?" Kepala Zahra mendongak keatas pohon mangga dimana seseorang bertengger disana seperti dedemit dengan segerombol rambutan ditangannya.
"Dasar setan! Maksud lu apaan nimpuk gua pake biji rambutan? Jijik tau," Protes Zahra namun justru ditanggapi tawa oleh pemuda itu.
"Anggap aja ucapan selamat datang dari gua," Jawabnya tanpa dosa justru melanjutkan acara memakan rambutan.Sumpah Zahra naik darah dibuatnya.Tapi tunggu dulu, Zahra seperti pernah melihat pria jahil itu.Oh, dia adalah pria di pick up yang memandanginya tadi, akhirnya ia ingat.
"Eh lu yang tadi liatin gua dari pick up kan?"
"Iya, memang kenapa? Nggak boleh.Muka gitu aja dilihatin protes."
Siapapun tolong tahan Zahra agar tak mengumpat dengan keras dihadapan lelaki itu."Bangsat! Emang lu pikir lu ganteng? Lu nggak sadar kalau muka lu itu yadong?Dan lagi mata lu jelalatan banget.Lu santri disini kan? Harusnya lu ngerti kalau liatin yang bukan muhrim itu nggak boleh." Nada bicara Zahra meninggi mencoba membuat pemuda yang masih stay diatas pohon itu kicep.Tapi respon lain diberikan oleh pemuda itu, dia justru tenang di atas pohon menikmati rambutan ranum ditangannya lalu melempar biji dan kulitnya kearah Zahra.
"Eh, setan beneran.Turun nggak lu, gua mau buat perhitungan sama lu!" Zahra berteriak kedua tangannya berkacak pinggang.
"Ogah.Nimpuk lo dari sini lebih asik."Jawabnya santai justru membuat Zahra bertambah tidak santai.
"Turun nggak lu." Zahra geram menarik narik ujung kain sarung pemuda tersebut.
"Eh, jangan ditarik sarung gua.Gila ya lu?" Rambutan di tangan kirinya dibuang asal.Pemuda itu memegang kuat kuat sarungnya yang masih ditarik dari bawah.
"Gua nggak peduli.Siapa suruh lu nggak mau turun." Zahra masih enggan berhenti.
"Bugh"
Pemuda itu terjatuh dari pohon dan menimpa Zahra sehingga membuat keduanya sama sama terbaring di tanah.
"Ini semua salah lu! Baju gua kotor, njir.Emang bener ya dugaan gua,lu yadong banget cari cari kesempatan." Protes Zahra setelah bangkit dan membersihkan pakaiannya yang terkena debu.
"Yeu, siapa suruh lo narik narik sarung gua? Lu mau telanjangin gua disini?Gila! Lagi pula kalau gua cari kesempatan juga mikir mikir.Cewek jadi jadian kayak lu dimodusin.Yang ada gua kena najis mughaladhah," Jawabnya tak mau kalah.
"Bangsat! Lu pikir gua anjing." Zahra menendang sebelah kaki pemuda dihadapannya hingga mengaduh dengan wajah yang meringis kesakitan.
"Sakit tau." Tangannya masih setia mengelus kaki kirinya yang baru ditendang Zahra.
"Bodo.Nih,bonus." Zahra menendang kaki sebelah kanan pemuda tersebut hingga lengkaplah penderitaan yang Zahra buat untuknya.Lalu setelah itu dengan tanpa dosanya ia melenggang pergi meninggalkan pemuda tadi yang berteriak tidak jelas padanya.
"Cewek gila!" Serunya dengan lantang namun Zahra sudah tak peduli lagi.
°Perindu Suara Adzan°
Zahra mendudukkan diri pada bangku di bawah pohon yang ada di dekat lapangan pesantren.Dia menghela nafas kasar.Belum genap satu hari ia berada di pesantren sudah ada seseorang yang membuatnya geregetan setengah mati.
"Biar tahu rasa tu setan.Seenaknya aja dia."Monolognya sembari mengeluarkan satu bungkus rokok dari dalam saku kemeja yang ia pakai.Zahra menyeringai.Setidaknya masih ada benda itu untuk ia menenangkan pikiran.Beruntung ayahnya dan orang orang pesantren tidak ada yang mendapati dia membawa rokok, atau benda tersebut akan berakhir tekena penyitaan juga.
Zahra menarik sebatang silinder putih tersebut, menggapitnya diantara belahan bibir lantas mulai mendekatkan korek yang menyala di ujung batang tersebut.Sebentar lagi Zahra kembali mendapatkan zona nyamannya.Tapi sial baru saja api hendak menyentuh ujung rokok sebuah jemari panjang merebutnya paksa membuat Zahra berjengit kaget sekaligus marah.Bagaimana tidak seseorang tersebut tak hanya mengambil rokok yang ada di mulut Zahra tetapi juga korek dan rokok lain yang masih ada dalam bungkusan.
Zahra mendongak dengan kilatan amarah demi melihat siapa yang berani mencari gara gara dengan dirinya.Pertama kali yang mampu ia lihat adalah seorang lelaki dengan mata tajam yang begitu bersih,alis yang sedikit tebal dimana kedua pangkalnya hampir saling bersinggungan dan tak lupa rahang tegas yang semakin menguatkan kesan maskulin pada wajah tampan tersebut.Bisa dikatakan bahwa wajah yang sedang ditatap Zahra adalah definisi pahatan sempurna dari tuhan.Jikalau Zahra itu adalah gadis semacam Sarah, Fatimah maupun Rahma sudah pasti ia akan jatuh cinta padanya dan menyatakan perasaannya langsung.Tapi sayangnya Zahra tetaplah Zahra,pemuda tadi telah mengganggunya jadi Zahra wajib mengumpat dan membalasnya.
"Ganggu aja lo.Balikin nggak." Jemari Zahra mencoba merebut barang yang diklaim miliknya yang saat ini berada digenggaman pemuda dihadapannya.Bukannya memberikan pemuda tadi justru menjauhkan tangannya dari jangkauan Zahra.
"Bangsat.Kalau lo mau ya minta nggak usah nyolong." Sarkas Zahra.Pemuda dihadapannya masih diam, sungguh menguji kesabaran.
Menyebalkan.Mungkin itu satu satunya yang terlintas di kepala Zahra untuk mendefinisikan pemuda tersebut.Ia sudah hampir frustasi meluapkan emosi namun justru ditinggal begitu saja.Tanpa menjawab bahkan tanpa memberi respon.
"Hey jangan kabur lo!" Zahra kepayahan mengejar langkah kaki pemuda tadi.Selain karena postur tubuh yang terpaut cukup jauh juga karena pakaian serba panjang yang membuat lingkup geraknya terbatas.
"Ah pakaian terkutuk."Jemari lentiknya mengangkat masing masing kedua sisi rok hingga hampir mencapai sebatas lutut.Lantas kakinya berpacu leluasa mengejar pemuda tadi yang berhenti didepan sana.
Zahra melongo mendapati tangan besar itu meremuk semua benda putih yang ia rebut dari Zahra.Tanpa tersisa.Lantas dilemparnya benda itu kearah tempat sampah yang tak jauh dari tempat ia berdiri lengkap dengan koreknya.
"Maksud lo apaan?" Zahra mendorong dengan kasar sebelah bahu pemuda tadi.Namun lagi lagi Zahra tak diacuhkan.Pemuda tadi hanya menatapnya tanpa ada niatan untuk menjawab pertanyaan Zahra.
Tak lama kemudian terdengar seruan Adzan dari masjid pesantren.Saatnya sholat dzuhur.Pemuda itu melenggang pergi membuat Zahra semakin geram dibuatnya.
Giginya bergemeretak memandangi pemuda tadi pergi."Bangsat lo.Tunggu aja, gua bakal balas lo." Teriaknya lantang tapi Zahra tak ada niatan lagi untuk mengejar.Karena baginya percuma saja.Dua kali Zahra diabaikan dan ia tak ingin buang buang tenaga lagi.
Matanya melirik tempat sampah yang ada dipinggir jalanan pesantren, tempat pemuda tadi membuang rokoknya.Zahra merengut menggaruk kepalanya frustasi."Kenapa sih santri disini resek semua?" Gerutu Zahra akan nasibnya yang tak mujur hari ini karena bertemu dua santri yang menurutnya sama sama seperti setan.
TBC
Jum'at, 13 Agustus 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Perindu Suara Adzan
De TodoTentang Zahra yang hidupnya berubah semenjak sang ibu meninggal dan sang ayah yang berencana menikah kembali dengan seorang wanita yang tidak dikehendaki Zahra. Suatu hari suatu tragedi mengharuskannya untuk menjejakkan kaki disebuah pesantren y...