34 - Daria

788 160 48
                                    

34

Daria terbangun oleh kerasak tutup tenda. Ia membuka kelopak matanya perlahan, mendapati sinar terang matahari menerangi tenda yang semalam gelap. Dia lupa waktu. Tidak lagi tahu apakah hari sudah menjelang petang atau, sebaliknya, baru saja dimulai. Di hadapan mulutnya, seseorang menyendok bubur hambar yang dimakannya lebih dari seminggu terakhir. Lidah Daria bahkan membenci rasa bubur itu di dalam rongga mulutnya—tetapi, ia terlalu lapar untuk menolak. Sehingga, ia membuka mulutnya mau tidak mau.

Sambil mengunyah, Daria bertanya kepada gadis yang menyuapinya, "Di mana Damien?"

Tidak seharipun Daria lewati tanpa menanyakan keberadaan pria itu. Begitu dibawa masuk ke dalam perkemahan Suku Usha, Damien diseret pergi darinya, masih dengan lubang menganga di tubuhnya—entah ke mana. Tidak, teriak Daria, tidak! Kami tidak bermaksud jahat. Namun, tidak satupun penduduk di sekitarnya mengindahkan perkataannya. Dan Daria meraung, meronta-ronta minta dilepaskan, merah Zahlnya nyaris memporak-porandakan perkemahan Usha. Hanya sang Ketua, pemimpin para Usha yang menodong lehernya, mampu menenangkannya. Ia mengenali Daria: Putri Thalia, katanya.

Begitu ia bangun esok hari, ia mendapati dirinya terikat pada tiang tenda. Pada mulanya, ia menolak makanan yang dibawakan gadis di hadapannya. Menyalak tak ubahnya binatang kesakitan, meminta kehadiran Damien. Daria tidak memercayai kesejahteraan Damien di tangan para Usha. Mereka sekelompok manusia mematikan, brutal, dan barbar. Tidak mengenal perdamaian dengan dunia luar. Dan pemikiran Dewi Kematian menjemput Damien mengirimkan nelangsa luar biasa ke sekujur hati Daria.

Ketika gadis itu tidak juga menjawab, Daria kembali bertanya, "Kapan aku akan dilepaskan?"

Suara lain muncul dari balik punggung gadis di hadapannya. Daria mendongak, memandangi wajah gelap sang Ketua membelakangi sinar matahari. Ukiran tatonya tersamarkan oleh bayang-bayang. Ia tidak tampak lebih tua dari kakak laki-lakinya, Caiden, namun entah bagaimana, cara ia membawa diri seakan sudah menjalani hidup seabad. Di puncak kepala masih bertengger mahkota tulangnya, namun kini, mengenakan pakaian suku lebih santai dari yang terakhir Daria lihat.

Ia bersedekap. "Saat kau berhenti menggigit dan menyalak seperti anjing liar."

Daria menelan buburnya, "Kurasa seseorang dapat kehilangan kewarasannya memakan bubur hambar ini setiap hari."

"Jadi," ia mengangkat sebelah alisnya, "kau lebih memilih daging manusia?"

Mulut Daria refleks cemberut. "Tidak lucu." Kemudian kembali berujar, "Di mana Damien?"

"Aku tidak akan menjawab sebelum kau menghabisi seluruh makananmu. Tidak seseorang pun bertarung dengan tungkai sekurus itu." Setelahnya, ia pergi meninggalkan Daria.

Bertarung? Tetapi, sang Ketua benar apa adanya. Daria bahkan tidak dapat berpikir karena membatasi makanannya. Nafsu makan Daria seketika melesat. Ia menghabisi bubur di mangkuk dalam sekejap. "Sekarang, lepaskan aku."

Mata gadis di hadapannya linglung, tidak yakin apa yang harus ia lakukan. Alih-alih menguraikan tali di kedua pergelangan tangannya, ia menghambur keluar. Daria berseru, "Hei!"

Daria tidak memercayai ini. Tangis seakan hendak meluap dari balik pelupuknya. Ia lelah, kotor, dan jelas membutuhkan mandi. Ikatan di pergelangan tangannya mulai gatal dan perih akibat gesekan. Namun, di atas segalanya, ia perlu memastikan bahwa Damien baik-baik saja. Ia tidak pernah tidur tenang memikirkan fakta bahwa Damien bisa saja berada di bawah ancaman para Usha. Hanya segelintir informasi yang mereka ketahui tentang Suku Usha. Motif dan tujuan mereka menyekap Daria masih menjadi sebuah pertanyaan. Apabila para Usha berniat menyantap daging mereka—mengapa tidak melakukannya dari hari pertama?

KANIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang