Epilog

1.4K 209 22
                                    

Epilog


"Dan, pada akhirnya,

dalam diri sang Iblis, sang Putri menemukan

seseorang yang mampu membebaskan kutukannya,

sementara sang Putri menunjukkan kepada sang Iblis

kebahagiaan yang dapat mereka ukir bersama."


Dari dinding terjauh di ruang baca itu, Dorian menyaksikan Tonya menutup buku dongeng di tangannya dengan wajah puas. Kerlingan bahagia tidak mampu disamarkan dua manik cokelat hangat itu kala menemui pandangan Dorian, tersenyum manis malu-malu. Dorian membalas senyumannya, perlahan melambaikan tangan kendati, sesungguhnya, tiada yang lebih diinginkannya dibandingkan menghambur melalui belasan anak Panti Asuhan Ansburgh, memeluk istrinya. Istrinya.

Delapan belas tahun yang lalu Dorian bahkan tidak berani membayangkan Tonya Chapman sebagai istrinya. Ia bocah kurus dan pendiam, baru saja kehilangan kedua orangtuanya, kerap menyembunyikan dirinya membaca buku di sudut tergelap gereja. Hingga akhirnya ia diseret oleh seorang biarawati mengunjungi acara sosial yang diselenggarakan keluarga Chapman tiap minggu di perpustakaan. Kali pertamanya bertemu Tonya, duduk di pangkuan Lord Chapman yang tengah membacakan dongeng bagi anak-anak.

Bertemu, kemudian jatuh cinta setengah mati, pikir Dorian.

Salah seorang anak mengangkat tangan pendeknya, mencuri perhatian Tonya. "Temanku, Gillian di sini," ia menunjuk bocah perempuan di sampingnya, "berkata bahwa sang Ratu adalah seorang wanita yang sangat cantik, apakah itu benar?"

Sepasang mata Tonya membesar, tampak tidak mengantisipasi pertanyaan tersebut, sebelum sepersekian detik setelahnya, ia mengangguk. "Benar. Tetapi, apa yang menjadikannya sedemikian cantik adalah kepintaran, keberanian, dan kecintaannya pada rakyat Dyre. Kecantikan sekalipun tidak dapat mengalahkan tiga kualitas penting itu."

Dorian tidak bisa lebih setuju. Semenjak kepulangan Kania enam bulan lalu, ia tidak ragu-ragu mencelupkan diri dalam ranah sosial dan politik, menggunakan seluruh kapasitas memungkinkannya sebagai ratu Dyre. Di dunia di mana pendapat pria lebih diutamakan, ia menciptakan pukulan demi pukulan berani yang mendobrak selimut stigma di Kekaisaran—atau bahkan, seluruh dunia, di mana seorang wanita diperlakukan sebagai pajangan oleh para pria. Keluarnya ketentuan bahwa anak-anak di bawah umur tidak diperkenankan mengikuti pertandingan koloseum tahunan tidak lepas dari andil sang Ratu.

"Kalau begitu, apakah benar bahwa sang Kaisar merupakan sosok buruk rupa nan menyeramkan?"

Perang di Tanah Suci jelas menumpulkan sudut-sudut kasar pada perangai Reagan. Ia yang semula bersembunyi dengan kemarahan dan dendam, menjauhkan orang-orang terdekatnya, perlahan mulai membiasakan diri oleh kehangatan di sekitarnya. Tidak jarang, kala mereka menuntaskan pekerjaan beberapa jam lebih awal, Reagan, Ajax, dan Dorian duduk dekat perapian sekadar menghangatkan diri. Reagan akan menggenggam wiski di tangannya, tidak setitikpun menegaknya, sepasang mata kelabunya memandangi cairan keemasan itu dengan berjuta-juta rindu, berubah lembut dan kesepian. Namun, kendati demikian—Dorian tidak dapat mengelak anggukan kepalanya—Reagan tetap mempertahankan sosok kerasnya sebagai pemimpin tertinggi Kekaisaran Dyre.

"Aku percaya bahwa hal paling menyeramkan sekalipun memiliki sisi yang tidak seorang pun tahu," jawab Tonya singkat.

"Tapi, aku mendengar tatapan sang Kaisar setajam anak panah."

KANIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang